Mattulada
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (April 2022) |
Prof. Dr. H. Mattulada (15 November 1928 – 12 Oktober 2000) adalah seorang akademisi yang berasal dari Sulawesi Selatan. Ia lahir di Bulukumba, 15 November 1928 dan berlatar belakang penggerak politik di Makassar. Sebelum beralih pada dunia akademik dan melahirkan karya sastra fenomenal pada tahun 1970an, Mattulada pernah menjadi anggota DPKN – reserse untuk kejahatan politik di Makassar pada tahun 1950. Ia juga pernah menjadi Anggota Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan.[1]
Mattulada | |
---|---|
Rektor Universitas Tadulako ke-1 | |
Masa jabatan 15 Agustus 1981 – 5 April 1990 | |
Presiden | Soeharto |
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru Pengganti Musyi Amal Pagiling | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia | 15 November 1928
Meninggal | 12 Oktober 2000 Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia | (umur 71)
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | Asia Ressang |
Anak | drg. Indriya Kirana, M.S. Ir. Anie Asriany dr. Darma Ariyani M.Thamrin Mattulada,SS, M.hum |
Almamater | Universitas Leiden Universitas Indonesia |
Profesi | Akademisi |
Sunting kotak info • L • B |
Mat (nama akrabnya) merupakan anak sulung dari A. Palellungi Dg. Mattulada menuai pendidikan di SD di Bantaeng pada tahun 1942, lalu melanjutkan di SMP di Makassar pada tahun 1952, dan kemudian melanjutkan pendidikan SMA di Makassar. Setelah lulus, Mattulada melanjutkan Pendidikan Guru SLA dan B-1 Ilmu Hukum di Makassar.[1]
Orang Kedua Doktor Antropologi
suntingMeski usianya pada 1970 sudah mencapai 42 tahun, semangat Mattulada menuntut ilmu tidak pernah luntur. Begitu berhenti sebagai dekan, Mattulada mengikuti Post Graduate Training Rijks Universiteit Leiden selama dua tahun (1970–1972). Sekembalinya dari menimba ilmu di Negeri Kincir Angin, Mattulada didapuk memimpin Fakultas Sastra untuk kali kedua pada 1976, setahun setelah meraih gelar doktor di Universitas Indonesia.
Mattulada berhasil meraih gelar doktor dalam Ilmu Antropologi di Universitas Indonesia pada 1 Maret 1975. Dia menjadi orang kedua yang meraih gelar doktor antropologi setelah Prof. Dr. Koentjaraningrat yang juga menjadi promotornya.
Karier
suntingUniversitas Tadulako
suntingMenjadi rektor pertama
suntingPada 15 Agustus 1981, Mattulada dilantik sebagai rektor pertama Universitas Tadulako di Kota Palu oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Dody Achdiat Tisnaamidjaja atas nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Begitu diangkat sebagai Rektor Universitas Tadulako, sebagaimana diberitakan Kompas 28 Agustus 1981, Mattulada mengungkapkan, tanpa keunikan yang dimiliki suatu universitas, seperti Untad, sistem pendidikan nasional pun akan berjalan. Namun, sebagai universitas yang berada di daerah, Untad setidak-tidaknya harus memiliki keunikan tersendiri. Kepada mahasiswa yang melaksanakan kegiatan KKN di desa-desa, dia berharap agar dapat menimba pengetahuan dari masyarakat.
"Jangan mengatakan masyarakat desa itu bodoh, petani itu bodoh. Justru banyak pengetahuan mereka tak diketahui oleh masyarakat kota. Timbalah pengetahuan dari masyarakat desa itu." Mattulada pada awal masa kepemimpinannya di Untad berpesan kepada para mahasiswa seperti dilansir Kompas, 17 November 1981.
Setelah setahun memimpin Untad, pada tahun akademik 1983/1984, Universitas Tadulako membuka Fakultas Teknik. Katanya, pendirian Fakultas Teknik merupakan embrio bagi berdirinya fakultas lain di lingkungan Untad. Mattulada menegaskan mahasiswa sebagai angkatan muda ilmuwan sejak sekarang harus mampu melihat lembah Palu secara serius dan mengembangkannya sebagai tempat kehidupannya. Pendirian fakultas ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0378/0/1993 tanggal 21 Oktober 1993.
"Jika tidak diberikan perhatian, Lembah Palu akan mengalami kegersangan yang luar biasa." kata Mattulada, seperti ditulis Kompas, 12 Juni 1982.
Untuk menyemarakkan kehidupan komunikasi dan publikasi internal Untad, perguruan tinggi negeri yang baru seumur jagung itu menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Wahana. Buletin tersebut dipimpin Mattulada dengan pemimpin redaksi Aminuddin Ponulele dan Kepala Pengabdian pada Masyarakat.
Rektor dua periode
suntingSetelah memimpin Untad sejak 1981, Mattulada terpilih lagi untuk periode kedua. Dirjen Pendidikan Tinggi, Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, M.A., atas nama Presiden pada 26 September 1985, melantik Prof. Dr. A. Mattulada sebagai Rektor Universitas Tadulako Palu untuk masa jabatan 1985–1989.
Menjalani periode keduanya, Mattulada semakin kerap memberikan pemahaman kepada para mahasiswa akan pentingnya kreasi dalam berbagai kegiatan, seperti dalam bidang pers kampus. Dia menandaskan, kehidupan pendidikan tinggi dengan pola almamaternya sekarang memberi iklim segar perkembangan pers kampus.
"Tapi, eksistensinya hendaknya berciri profesionalisasi sehingga mampu menyuarakan masa depan kampus," pesannya.
Kepada mahasiswa yang akan melaksanakan kegiatan KKN, Mattulada berharap dan mengajak mahasiswa turut mempersiapkan perencanaan perdesaan secara makro. Oleh sebab itu, untuk membangun desa harus mampu mempertahankan identitas desa tersebut.
Hal yang cukup merisaukan Mattulada adalah belum mampunya dia mewujudkan asrama mahasiswa Untad. Dia mengatakan, persetujuan Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang pembangunan asrama mahasiswa Untad, hingga 1985 belum direalisasi. Padahal, persetujuan itu menyebutkan pembangunannya sudah dimulai pada 1986/1987, bahkan arealnya sudah disiapkan di sekitar kampus.
Dalam memimpin Untad, Mattulada juga menghadapi kendala, antara lain persoalan Fakultas Hukum. Namun, dia memberi waktu pada Fakultas Hukum dalam sebulan dapat memulihkan kondisi akademik di lingkungannya dan melaksanakan rapat guna menilai situasi terakhir tentang proses belajar mengajar.
Pada 20 Februari 1989, kekisruhan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Tadulako dianggap selesai, menyusul ditetapkannya pembukaan Jurusan Perdata mulai tahun akademik 1989/1990. Selain itu, secara bertahap mahasiswa yang memilih jurusan itu selama diberi kesempatan melaksanakan aktivitasnya. Terhitung pada April 1989, kegiatan akademis di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Tadulako normal kembali.
"Konsolidasi dan integrasi total terus dikembangkan, dan intrik-intrik yang dapat mengganggu aktivitas akademis dihindari," pesan Mattulada.
Hal yang tidak kalah menariknya, pada 11 September 1989, sekitar 3.000-an pengunjung sebagian besar mahasiswa hadir di Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, untuk mengikuti secara langsung sidang gugatan perdata atas Rektor Universitas Tadulako dan pribadi Prof. Dr. Mattulada. Sidang dengan hakim ketua Sjamsoel Muarif.
Belum lama sidang berlangsung, masalah baru muncul di tengah-tengah periode terakhir Mattulada. Pengangkatan Rektor Untad pengganti dirinya kisruh berkepanjangan. Kala itu, giliran senat mahasiswa dalam lingkungan Untad bersama keluarga Ikatan Alumni menyampaikan pernyataan kepada Presiden RI dan sejumlah pihak.
Akhirnya, Dr. Musyi Amal Pagiling, M.A. terpilih sebagai Rektor Untad yang baru menggantikan Mattulada. Dia dilantik dalam suasana penjagaan yang amat ketat, pada 5 April 1990.
Wafat
suntingMattulada meninggal dunia di Rumah Sakit Akademis Makassar pada 12 Oktober 2000 akibat serangan stroke kedua dan diabetes setelah mendapatkan perawatan intensif selama semalam. Sebelum wafat, ia sempat masuk rumah sakit karena serangan stroke pertama serta komplikasi diabetes akut pada 3 September 2000. Siang harinya, ia dikebumikan di TMP Panaikang, Makassar dan dilakukan dalam upacara militer yang dipimpin oleh Brigjen A. Oddang.
Referensi
sunting- ^ a b APA & SIAPA sejumlah orang Indonesia 1985-1986. Tempo (Jakarta, Indonésie) (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Grafiti Pers. 1986. ISBN 979-444-006-X. OCLC 37095471.