Magdalena Yi Jo-i adalah seorang martir Katolik Korea. Ketika dia bertumbuh dewasa, dia menikah dengan adik dari Fransiskus Kim Seong-seo yang tinggal di Geumsan. Dia menjadi janda pada usia 19 tahun dan dia tidak memiliki seorang anak pun. Sebelum meninggal, suaminya meminta dia untuk menjaga kemurniannya.

Setelah kematian suaminya, Magdalena Yi mengabdikan seluruh hidupnya untuk keselamatan jiwa dan melayani mertuanya. Magdalena Yi tidak meratapi nasibnya. Dia bersyukur kepada Tuhan karena dia sangat beruntung berada dalam situasi yang membantu kehidupan imannya. Walaupun dia miskin, dia menjalankan pantang dan berusaha untuk membantu tetangga yang membutuhkan, dan secara khusus membimbing orang yang buta huruf.

Magdalena Yi ditangkap ketika Penganiayaan Gihae pada tahun 1839 bersama dengan umat Katolik lainnya yang tinggal di rumah Protasius Hong Jae-yeong di Gwangju, Jeolla-do. Dia dibawa ke Jeonju dan diinterogasi. Dia dengan berani mengakui imannya dan tidak menyerah apapun hukuman yang ia terima.

Di penjara, Magdalena Yi mengabaikan penderitaannya, dia mengabdikan dirinya seluruhnya demi merawat umat beriman lainnya dan menguatkan mereka supaya mereka mengakui imannya kepada Tuhan sampai akhir hidupnya, dengan berkata: “Di atas segalanya, mari kita jujur kepada Tuhan. Mari kita tetap setia kepada-Nya dan mari kita pergi ke Surga bersama-sama. Jangan seorangpun tertinggal.”

Ketika dibawa menghadap gubernur, Magdalena Yi konsisten dengan keyakinannya selama dia diinterogasi dan disiksa. Pada tanggal 4 Januari 1840 (30 November 1839 pada penanggalan Lunar), dia dibawa ke tempat eksekusi bersama dengan umat Katolik lainnya, mereka dipenggal dan meninggal sebagai martir. Pada saat itu Magdalena Yi berusia 32 tahun. Berikut ini adalah surat hukuman matinya:

“Yi Jo-i berpegang kepada iman Katolik dan dia percaya akan doktrin surga dan neraka. Dia berkata bahwa sangat sulit untuk menyerah dari nasihat yang diberikan suaminya yang sudah meninggal. Bahkan dia berkata bahwa dia akan belajar ajaran Katolik lagi jika dia berhasil menyelamatkan hidupnya. Dia seorang wanita yang jahat. Dia berkata bahwa satu-satunya keinginannya adalah mati bagi agamanya, oleh karena itu, kami harus menghukumnya tanpa adanya penundaan lagi.”[1]

Referensi

sunting