Mabaya seram[3] (nama binomial: Rhynchomeles prattorum, Inggris: Seram bandicoot),[4] atau sebutan lainnya mabaya hidung panjang Pulau Seram (Seram Island long-nosed bandicoot),[5] adalah anggota dari ordo Peramelemorphia. Ia adalah satu-satunya spesies dalam genus Rhynchomeles.[5]

Mabaya seram[1]
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Infrakelas: Marsupialia
Ordo: Peramelemorphia
Famili: Peramelidae
Subfamili: Echymiperinae
Genus: Rhynchomeles
Thomas, 1920
Spesies:
R. prattorum
Nama binomial
Rhynchomeles prattorum
Thomas, 1920
Penyebaran bandikot seram

Penamaan spesies diambil dari para pengumpulnya, yaitu Felix Pratt dan anak-anaknya Charles dan Joseph Pratt, dan koleksi spesies tersebut sekarang disimpan di British Natural History Museum di London, Inggris.[5]

Penyebaran

sunting

Spesies endemik ini diklasifikasikan (Thomas, 1920) berdasarkan koleksi yang terdiri dari tujuh spesimen, yang diperoleh pada bulan Februari tahun 1920 di Pulau Seram, Indonesia, dan merupakan satu-satunya catatan mengenai keberadaannya.[5] Koleksi tipe spesimen diperoleh di hutan pegunungan atas tropis di Taman Nasional Manusela, di mana satu spesimen diperoleh pada ketinggian 1.800 meter dpl.[5]

Penemuan fosil-fosil kala Holosen di Pulau Halmahera dan Maluku Utara yang memperlihatkan kesamaan dengan Rhyncomeles menimbulkan dugaan bahwa dahulu mungkin penyebarannya lebih luas (Flannery, 1995).[5]

Deskripsi

sunting

Panjang dari kepala hingga tubuh 245–330 mm, panjang ekor 105–30 mm.[5] Bulunya kering (crisp), mengilat, dan sama sekali tidak bertulang (nonspinous), serta terdapat sedikit bulu halus bagian dalam (underfur).[5] Tubuh bagian atas dan bawah berwarna cokelat gelap, dan sebidang bagian dada berwarna putih.[5] Bagian kepala sedikit lebih ringan daripada bagian belakang, dan terdapat area yang keputih-putihan pada kaki depan, sedangkan ekor hampir tidak berbulu dan berwarna coklat kehitaman.[5] Moncong berbentuk panjang, dengan perpanjangan pada tulang-tulang nasal pada tengkoraknya. Telinga kecil dan berbentuk oval.[5] Seperti Echymipera tidak terdapat gigi seri atas kelima.[5] Perbedaan utama dengan Echymipera adalah moncongnya yang sangat panjang dan langsing, gigi geraham terakhir yang amat kecil, serta susunan gigi pipi yang cukup berjarak.[5]

Status

sunting

Mabaya seram digolongkan sebagai spesies yang terancam punah pada Daftar merah IUCN (Kennedy, 1992) karena lingkup penyebarannya yang sempit dan tercatat sebagai spesis yang kekurangan data.[5] Konservasi spesies ini, apabila masih belum punah, terancam karena pembukaan hutan dataran rendah yang dekat dengan lingkungan hidupnya.[6] Tersebarnya babi, anjing, dan hewan meliar lainnya juga dapat menyebabkan penurunan populasi.[2] Ekspedisi yang dilakukan pada tahun 1991 tidak berhasil menemukan keberadaannya, namun pembicaraan dengan penduduk setempat menunjukkan peluang spesies ini mungkin masih bertahan hidup di area hutan pegunungan yang belum terganggu (Kitchener et al., 1993).[5] Wilayah sekitarnya belum disurvei untuk mengetahui keberadaannya, meskipun sebuah kemunculan diduga terjadi di Pulau Buru.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Groves, C. P. (2005). "Order Peramelemorphia". Dalam Wilson, D. E.; Reeder, D. M. Mammal Species of the World (edisi ke-3rd). Johns Hopkins University Press. hlm. 42. ISBN 978-0-8018-8221-0. OCLC 62265494. 
  2. ^ a b c Leary, T., Wright, D., Hamilton, S., Singadan, R., Menzies, J., Bonaccorso, F., Helgen, K., Seri, L., Allison, A., Aplin, K., Dickman, C. & Salas, L. (2008). "Rhynchomeles prattorum". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2008. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 28 December 2008.  Database entry includes justification for why this species is listed as endangered
  3. ^ "Checklist of the mammals of Indonesia : scientific name and distribution area table in Indonesia including CITES, IUCN, and Indonesian category for conservation | WorldCat.org". search.worldcat.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-09. 
  4. ^ Jatna Supriatna (2008). Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 32. ISBN 978-979-461-696-3, 9794616966. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Ronald M. Nowak (1999). Walker's Mammals of the World. 1 (edisi ke-berilustrasi). JHU Press. hlm. 78. ISBN 978-0-8018-5789-8, 0801857899. 
  6. ^ Nining Liswanti, Emily Fripp, Thomas Silaya, Marthina Tjoa, Yves Laumonier. Socio-economic considerations for land use planning: The case of Seram, Central Maluku. 109 dari CIFOR Working Paper. CIFOR. hlm. 2-4.