Lumadu

tradisi dan ekspresi lisan etnis Gorontalo

Lumadu adalah salah satu jenis sastra lisan Gorontalo yang berupa teka-teki pengasah otak dan kiasan atau perumpamaan.[1] Lumadu teka-teki sering digunakan oleh anak-anak untuk bermain-main, sedangkan lumadu kiasan sering digunakan dalam percakapan antara orang-orang dewasa yang bertujuan untuk menghormati orang lain, memperluas pembicaraan terhadap lawan bicara, dan mempertinggi nilai suatu (objek) yang dikiaskan.[2] Lumadu juga sering dipakai untuk menyindir orang secara halus sehingga orang yang kena sindir tidak merasa terhina.[2]

Syair lumadu sunting

Secara umum lumadu hanya terdiri dari satu baris kalimat walaupun ada juga yang terdiri dari dua baris.[3] Selain lumadu, di Gorontalo dikenal juga sastra lisan lainnya seperti Tanggomo,[4] Tuja'i, Tinilo, Tinilo pa'ita, Leningo, Taleningo, Mala-mala, Palebohu, Bungga, Bunito, Wulito, Wungguli, Piilu, Lohidu dan Pantungi.[3] Berikut beberapa petikan contoh syair lumadu:[5]

  • Batanga dudu'a lo wolilu (badan/tubuh ditiru bayang-bayang).

Bayang-bayang mengikuti badan, ini adalah kiasan atau perumpamaan bagi orang tua atau pemimpin, jika bersifat baik, bijaksana dan lembut dan tidak kasar, maka akan diikuti oleh anak atau bawahannya. Mereka akan menjadi panutan bagi yang di bawahnya.

  • Diila o'oonto bo wolu-woluwo (tidak kelihatan tetapi sebenarnya ada).

Arti dari kiasan ini adalah jangan hanya terpukau dengan materi yang sudah kita dapatkan dan ragu dengan apa yang belum kita raih. Yakinlah bahwa Allah menjamin rejeki setiap makhluk tanpa kecuali.

  • Batanga pomaya, nyawa podungalo (diri diabdikan, nyawa taruhannya).

Kalimat ini adalah salah satu janji dari masyarakat suku Gorontalo dalam membela negerinya dari gangguan, ancaman dan serangan dari luar. Janji itu terdiri dari 5 kesepakatan yang disebut Paduma, yaitu agama wohi to talu, lipu pe'i hulalu, batanga pomaya, upango potumbulu wawu nyawa podungalo yang artinya agama dikedepankan atau diutamakan, negeri dimuliakan, diri diabdikan untuk negeri, harta dikorbankan/diwakafkan dan nyawa adalah taruhannya. Dengan lima prinsip di atas atau payulimo, masyarakat dan pemerintah menata negeri.

Referensi sunting

  1. ^ Hinta, Ellyana G (2005). Tinilio Pai'ta,Naskah Puisi Gorontalo:Sebuah Kajian Filologis. Jakarta: Djambatan. hlm. 47. ISBN 979-428-596-X. 
  2. ^ a b Puisi lisan Gorontalo. Tuloli, Nani. Rawamangun, Jakarta: Bagian Proyek Pembinaan Buku Sastra Indonesia dan Daerah Jakarta, Pusat Bahasa. 2003. ISBN 979-685-347-7. OCLC 55286652. 
  3. ^ a b Ronald (2017-02-02). "Mari Mengenal Ragam Sastra Lisan Gorontalo". Kabar Nusantara. Diakses tanggal 2020-09-17. [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ Tuloli, Nani. ([1991]). Tanggomo, salah satu ragam sastra lisan Gorontalo. [Jakarta]: Intermasa. ISBN 979-8114-80-9. OCLC 29956797. 
  5. ^ Daulima, Hj. Farha (2009). Lumadu, (Ungkapan) Sastra lisan daerah Gorontalo. Gorontalo: Mbu'i Bungale. hlm. 65. ISBN - Periksa nilai: length |isbn= (bantuan).