Luhak Enam Belas

(Dialihkan dari Luhak 16 (Enam Belas))

Luhak Enam Belas atau sering juga disebut dengan Luhak 16/XVI merupakan wilayah adat di provinsi Jambi. Dahulu sebelum adanya pemerintahan, wilayah adat ini terletak di Kerinci Lamo, yakni di Kerinci Tinggi (Kabupaten Kerinci) dan Kerinci Rendah (sekarang Kabupaten Merangin) yang terdiri dari 16 marga. 10 marga terletak di Kerinci Tinggi dan 6 marga terletak di Kerinci Rendah.

Enam marga di Kerinci Rendah (Kabupaten Merangin)

sunting
  • Marga Sungai Tenang
  • Marga Serampas
  • Marga Peratin Tuo
  • Marga Senggrahan
  • Marga Tiang Pumpung
  • Marga Pembarap

Sementara dari wilayah administratif 6 marga tersebut meliputi 7 Kecamatan, antara lain :

Sejarah Marga Sungai Tenang

sunting

Marga Sungai Tenang terletak didataran tinggi Kabupaten Merangin. Kata sungai tenang menunjukkan nama sungai didalam Marga Sungai Tenang. Kata tenang berasal dari kata mentenang yaitu menunjuk sifat sungai yang airnya tenang. Begitu juga kata menderas menunjukkan sifat sungai yang airnya deras. Menderas kemudian menjadi nama desa Muara Madras.

Didalam laporan Pieter Anthonie Lith “Nederlandsch Oost-Indië: beschreven en afgebeeld voor het Nederlandsche volk, Nederlansch Oost-Indie : Beschreven en Afgebeeld voor het Nederlansche, Hollander didalam bukunya “Aardrijksbeschrijkving van Nederlandsch Oost-Indie menyebutkan Serampei “Kerinci dapat dilihat dari Sungai Tenang, Serampas, Batang Asai dan Limun. Dari Barat dan Selatan dari Jambi, terletak wilayah Serampei. Wilayah Serampei merupakan wilayah yang otonom, P. J. Veth didalam bukunya “Aardijkskundig en statitsch, woordenboek van Nederlandsch Indie, Bewerkt naar de Jongste en Beste Berigten, Didalam bukunya De Gids, Dertiende Jaargang, Niewune serie, Tweede Jaargang, De M. Malte-Brun didalam bukunya Diccionario – Geografico Universal.

Masyarakat di sungai tenang mengaku berasal dari berbagai versi :

  • Versi pertama mengaku berasal dari Tuanku Regen Indrapura turun ke serampas kemudian ke sungai tenang. Nama Sutan Gerembung merupakan anak dari Sutan Gelumang yang bermukim di Mukomuko. Cerita ini kemudian dilengkapi dari Dusun Renah Pelaan yang mengaku keturunan dari Siti Berek. Siti Berek merupakan adik dari Sutan Gerembung dari Serampas.
  • Versi kedua mengaku berasal dari Jawa Mataram. Didalam Marga Sungai Tenang terdapat pembagian wilayah. Dengan menggunakan punggung (bukit) maka bisa ditentukan dusun asal dari Punggung Bukit Maka dikenal istilah Pungguk 6, Pungguk 9 dan Koto 10. Keterangan ini kemudian diperkuat dengan seloko seperti “Tanah Pungguk 6. Belalang Lubuk Pungguk. Yaitu tempat menunjukkan Kotorawang.

Sejarah Marga Serampas

sunting

Marga Serampas terdiri dari lima desa, yakni Desa Renah Kemumu, Tanjung Kasri, Lubuk Mentilin, Rantau Kermas dan Renah Alai. Sangat sedikit sekali literatur mengenai asal usul Marga Serampas yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan. Penelusuran mengenai marga ini diperoleh bedasarkan cerita turun-temurun yang beredar dimasyarakat setempat. Serampas yang kita kenal selama ini diambil dari nama sungai yaitu Sungai Serampas/Serampu.

Di abad XI (sebelas) keberadaan nenek moyang serampas/serampu sudah ada jauh sebelum datangnya orang-orang dari kerajaan Jawa dan Minangkabau. Pada saat itu masyarakat serampu masih menganut kepercayaan atau animisme dan pada saat itu juga tumbuh suatu pemerintahan yang bernama Kerajaan Manjuto atau nan tigo kaum yang berpusat di Bukit Atap.

Adapun tiga kerajaan yang termasuk dalam Nan Tigo Kaum adalah kerajaan di Pulau Sangkar yang dipimpin oleh Depati Rejo Talang, di Tanjung Kasri dipimpin oleh Depati Segindo Balak dan di Koto Tapus dipimpin oleh Depati Koto Dewo.

Dalam masa itu kehidupan masyarakat Serampu hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Kemudian setelah masuknya kerajaan dari Jawa dan Minangkabau, pada saat itulah berkembang agama Hindu dan pola hidup masyarakat berubah menjadi berkebun dan berdagang.

Untuk daerah Serampas terpusat di Tanjung Kasri (Renah Kemumu) yang pada saat itu terdapat 28 dusun. Wilayah Serampas terbagi dalam tiga wilayah yang merupakan keturunan langsung dari Segindo Balak antara lain Nenek Puti Segindo Mersik yang mendiami Renah Kemumu, Nenek Puti Selindung Bulan yang mendiami Tanjung Kasri dan Nenek Puti Senialus yang mendiami Renah Alai. Untuk fungsi pemerintahan wilayah adat Serampas dipimpin oleh Depati Seribumi Puti Pemuncak Alam serampas dan dibawahnya terdapat depati Pulang Jawa di Renah Kemumu, depati Singo Negaro di Tanjung Kasri dan depati Karti Mudo Menggalo di Renah Alai. Untuk depati Karti Mudo Menggalo terdapat depati bawahannya antara lain Depati Seniudo, Depati Payung, Depati Singo rajo, Depati kartau, Depati Siba.

Batas wilayah adat

sunting

Untuk batas wilayah adat serampas terbagi menjadi dua bagian antara lain:

a) Batasan wilayah adat atau marga secara keseluruhan mencakup tiga wilayah depati, yakni Depati Pulang Jawa, Depati Singo Negaro, dan Depati Karti Mudo Menggalo yang berada dibawah kekuasaan Depati Seri Bumi Putih Pemuncak Alam sebagai-mana yang tertuang di dalam tembo Induk.

b) Batas wilayah adat yang dimiliki oleh dua desa yakni wilayah desa yang termasuk ke dalam wilayah Depati Pulang Jawa dan Depati Karti Mudo Menggalo. Batas wilayah adat yang berada dibawah kekuasaan dua Depati ini tertuang dalam tembo anak dan tersimpan di masing-masing desa.

Konflik mengenai kawasan di wilayah Serampas sejauh ini minim terjadi. Hal ini didasari ketatnya aturan adat yang dipakai oleh Serampas dan aturan tersebut sangat dipegang teguh oleh masyarakat. Untuk pengawasan dan penjagaan wilayah adat Serampas memiliki suatu kearifan lokal antara lain dengan mengatur larangan bagi masyarakat Serampas untuk membawa masuk “orang selatan” baik melalui pernikahan maupun dijadikan sebagai buruh pertanian. Apabila ada warga yang melanggarnya, maka sanksi adat akan dikenakan. Sanksi tersebutberupa pengusiran dari wilayah Serampas.

Riset ini menyimpulkan bahwa Masyarakat Hukum Adat Serampas telah memenuhi unsur pemenuhan masyarakat hukum adat yang termaktub dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dengan terpenuhinya semua unsur tersebut, maka sangat layak jika Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin mengakui keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat Serampas melalui kebijakan daerah.

Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin memiliki pengalaman baik dalam mengakui keberadaan hutan adat dalam wilayah Kabupaten Merangin. Hal tersebut merupakan modal dasar dalam mengembangkan kebijakan daerah yang lebih luas dalam hal pengakuan masyarakat hukum adat beserta dengan wilayah adatnya. Oleh karenanya, peraturan bupati akan menjadi sangat relevan untuk memberikan alternatif kebijakan yang mengatur dan mengakui keberadaan masyarakat adat dalam satu wilayah yuridiksi kabupaten.

Sejarah Marga Peratin Tuo

sunting

Marga Peratin Tuo termasuk Luhak XVI. Luhak XVI terdiri dari Marga Serampas, Marga Sungai Tenang, Marga Peratin Tuo, Marga Tiang Pumpung, Marga Renah Pembarap dan Marga Senggrahan. Luhak XVI merupakan 10 Marga di Kerinci dan 6 Marga di Bangko (Merangin). Bersama-sama dengan Serampas, Sungai Tenang, Peratin Tuo, Tiang Pumpung, Renah Pembarap mengaku berasal dari Mataram (Jawa). Dalam berbagai dokumen sering juga disebut dengan kata pratin tuo. Istilah peratin tuo menunjukan tempat pemberhentian.

Masyarakat kemudian menyebutkan Depati Pemuncak Alam, tempatnyo di dusun Tuo. Depati Karto Yudo, tempatnyo di dusun Tanjung Berugo, Nilo Dingin dan Sungai Lalang. Depati Penganggun Besungut Emeh, tempatnyo di dusun Koto Rami dan dusun Rancan dan Depati Purbo Nyato, tempatnyo di dusun Tiaro.

Didalam Peta “Scketskaart Residentie Djambi (Adatgemeenschappen (Marga’s). Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga Pangkalana Jambu, Marga Tanah Renah, Batin IX Ulu, Marga Senggrahan, Marga Peratin Tuo dan Marga Serampas.

Puyang Marga Peratin Tuo mengenal cerita tentang mambang tentang nenek yang berperang, sehingga disebut perang gunung. Salah satu contoh perang gunung terjadi antara Nenek Wali Mantring Baju Temago yang bersemayam di Gunung Sumbing dengan Nenek Serampu Alam Sati yang bersemayam di Gunung Sumbing. Akibat kesaktian dari Nenek membuat gunung menjadi sumbing. Gunung ini kemudian dikenal sebagai Gunung Sumbing.

Di Dusun Tuo mengenal Legenda Si Pahit Lidah. Legenda Si Pahit Lidah tidak dapat dilepaskan dari cerita tentang Batu Larung. Si Pahit Lidah mempunyai kesaktian setiap perkataannya terbukti (pahit lidah).

Sedangkan di Desa Tanjung Berugo sebelumnya dikenal nama Talang Berugo. Di dekat desa terdapat tanjung dan banyak terdapat ayam berugo.

Cerita di Nilo Dingin bermula beumo jauh ditempat pematang lipai. Kemudian pindah ke Tanjung Putih. Disebut Tanjung Putih disebabkan ditempat tepian umum sebagai tempat pemandian umum. Selanjutnya pindah ke Renah Sungai Nilo Dingin. Tempat yang dikenal sebagai Desa Nilo Dingin.

Sungai Lalang merupakan Dusun dari Desa Nilo Dingin. Disebut Sungai Lalang karena daerah ini semula sebagai tempat persinggahan lintasan pedagang dari Jangkat menuju Ke Bangko.

Di Tiaro dikenal cerita tentang berdukun di Lipai Tuo di Dusun Tuo.

Tambo Marga Peratin Tuo berbatas dengan Marga Senggrahan hulu sungai birun ke bukit majo, terus ke napal takuk rajo (Dusun Sepantai).

Sedangkan Tiang Pumpung dengan tambo renah kayu gedang mendaki bukit punggung parang. Terus renah bilut yang terletak di badak tekurung.

Marga Pangkalan Jambu ditandai dengan tambo bukit sengak terus renah hutan udang. terus bukit kapung sungai tinggi balek ke belalang bukit gagah berani.

Marga Renah Pembarap ditandai dengan hilir bukit kemilau rendah terus ke bukit kemilau tinggi terus bukit tepanggang. Terus ke sri serumpun muara nilo. Bukit tepanggang berbatas juga dengan guguk yang termasuk kedalam Marga Renah Pembarap.

Batas antara Marga Senggrahan dengan Marga Pangkalan Jambi merupakan keunikan. Marga Senggrahan menyebutkan Bukit Kapung Sungai Tinggi Bane Belalang Bukit Gagah berani”. Sedangkan Marga Peratin Tuo menyebutkan “Bukit berani. Sedangkan Marga Pangkalan Jambu menyebutkan “Bukit lipai besibak. Lubuk Birah juga menyebutkan “Bukit Lipai besibak”.

Dusun Tuo dengan Kotorami ditandai dengan Tembo “Muara Siau Tengah sampai ke Patok semen di jalan siau-jangkat terus ke Lesung Batu terus sampe ke Lubuk Resam Sungai Sisin terus Sampe Lubuk Melasih Batang Nilo.

Dusun Tuo dengan Nilo Dingin ditandai dengan Siau Kering Balik ke Sungai Tebal Durian Tiga batang di Sungai Tebal terus kebawah lubuk kukup berenang terus ke telun Dempen ke sengak cipang duo terus ke sungai Ladi terus ke telun sungai sanda ketemu bukit belah duo.

Dusun Tuo dengan Tanjung Berugo ditandai dengan “Dari Mudik Siau kering putar ke arah RT 14 Bukit Melintang terus pematang Aur terus ke hilir Muara Siau tengah.

Sedangkan Desa Tanjung Berugo dengan Desa Tuo berbatas yang ditandai dengan sungai penyinggahan. Dengan Desa Talang Asal yang ditandai dengan “Siau Duo Lubuk Inum Gelam, tungku rajo janting, muaro sungai telang renah pisang kayak, bukit sedingin, renah resam berduri di puncak bukit sedingin.

Desa Nilo Dingin ditandai dengan “sungai siau kering (sebagai batas denga Marga Sungai Tenang). Dengan Marga Tiang pumpung yang ditandai dengan sungai sipurak, gunung sumbing, gunung nilo sungai nilo gedang terus, kiaro bulan diatas batu terus, sungai lalang, bukit gamut balik.

Desa Sungai Lalang berbatas dengan Desa Nilo Dingin yang ditandai dengan “Kayu Aro Galai”, dengan Desa Ranah Alai yang ditandai dengan “Bukit Merabung”. Sedangkan arah berbatasan langsung dengan Gunung Masurai yang ditandai dengan “Bukit Merumbung” dan Gunung Nilo yang ditandai dengan Selipir.

Disebut Dusun Kotorami karena daerah ini merupakan tempat pemberhentian (Peratin Tuo) yang ramai dikunjungi orang.

Sedangkan batas antara Kotorami dengan Dusun Talang Asal ditandai dengan “Dari renah Pisang kayak teus sampai terus tungku rajo banting terus lubuk inum gelam Di sungai Siau terus mengilir Sungai Siau Bebelah duo terus sampai ke lubuk Muara Sungai Saung.

Kotorami dengan Rancan “Dari lubuk muara sungai saung hingga sungai empat jalan rancan sampai ke sungai kuning talang sekampil terus ke lubuk munta sungai sisin terus telun muara sungai tembang sungai mesa terus ke lubuk sungai resam di batang nilo”.

Kotorami dengan Durian Rambun “Dari aran yang empat terus ulu sungai kasen terus ke sampai ke pelayang pauh sungai lumpang terus ke sungai lumpen”.

Kotorami dengan Tanjung Berugo “Dari Muara Sungai Tengah ke renah bayam terus ke ranah pisang kayak terus tungku rajo banting terus lubuk inum gelam.

Sedangkan Tiaro dengan Tiaro yang dditandai dengan Tembo “sungai tiaro. Dengan disebelah utara dibatasi dengan sungai lirik, dan sebelah timur dibatasi oleh bukit mujo dengan Desa Lubuk Birah, dan sebelah barat dibatasi dengan sungai siau dengan Desa Sungai Ulas.

Berbatasan dengan Desa Rantau Macang yang ditandai dengan Sungai Tiaro. Dengan Desa Sepantai Renah yang ditandai dengan Sungai Lirik. Dengan Desa Lubuk Birah ditandai dengan “Bukit Mujo. Dan Dengan Desa Sungai Ulas ditandai dengan Sungai Siau.

Pengaturan terhadap Hutan ditandai dengan “Pantang Larang”. Seperti areal yang ditempatkan sebagai daerah yang tidak boleh dibuka (Pantang Larang). Di Desa Tuo Dan Di Desa Tanjung Berugo dikenal “Hutan daerah bukit sedingin dan gunung masurai”. Di Desa Nilo Dingin dikenal didaerah “nilo sensing” Batang Nilo-Nilo Dingin sampai sungai sengak, sungai ladi, sungai lolo”. Di Desa Sungai Lalang dikenal “Bukit Merembang dan Bukit palipir”. Sedangkan di Desa Tiaro dikenal “Sepantai Renah”.

Selain itu dikenal Seloko “Sepenegak Rumah’. Menebang pohon hanya sekedar untuk bahan bangunan rumah. Betegak rumah dikenakan adat beras 20 gantang kambing satu ekor untuk mengundang dan meminta bantuan penduduk desa dalam mendirikan rumah.

Dengan pengaturan hutan yang mampu menyuplai air memberikan pemanfaatan sumberdaya air seperti PLTA/PLTA ada 2 unit yang berada di sungai nilo dan sungai nilo sensang sebesar 50.000 watt. Pemanfaatan air bersih dengan pipanisasi yang diambil dari berbagai mata air di hulu sungai-sungai kecil sekitar desa.

Desa Nilo Dingin, Desa Tanjung Berugo, Desa Sungai Lalang merupakan daerah yang termasuk kedalam HPT Bukit Sedingin dan HPT Bata Nilo-Nilo Dingin. Dikenal sebagai daerah penyangga Taman Nasional Kerinci Sebelat. Dikenal sebagai daerah Siporak hoop.

Desa Tuo dan Kotorami kemudian telah mendapatkan pengakuan dari negara sebagai Hutan Desa. Dusun Tuo (2.105ha) dan Koto Rami (1.872ha).

Sejarah Marga Pembarap

sunting

Menurut tutur di Marga Renah Pembarap, “Puyang” mereka berasal dari Jawa Mataram dan Minangkabau. Yaitu Panatih Lelo Majnun, Panatih Lelo Baruji dan Panatih Lelo Majanin. Sedangkan dari Minangkabau Syech Rajo, Syech Beti dan Syech Saidi Malin Samad. Cerita tentang sejarah Marga Renah Pembarap mengenai “Syech Rajo, Syech Beti dan Syech Saidi Malin Samad” juga ditemukan di Marga Senggarahan[1].

Sejarah Mataram merupakan wujud ikrar kedatangan dari Kerajaan-kerajaan yang mengakui kebesaran Mataram. Sedangkan Minangkabau merupakan kedatangan masyarakat dari Kerajaan Pagaruyung yang hidup di ulu Sungai Batanghari.

Penghormatan terhadap “Alam sekato Rajo” dan Ikrar terhadap Kerajaan Jambi dan Minangkabau ditandai dengan berbagai seloko.

Di Marga Sungai Tenang dikenal seloko “Tegak Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke Minangkabau. Sedangkan di Marga Jujuhan, Marga VII Koto dan Marga IX Koto dikenal seloko “Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja ke Pagaruyung. Barbara Watson Andaya sendiri memberikan istilah “hubungan otonom Hulu-hilir[2].

Kata Renah Pembarap berasal dari kata Renah dan Pembarap. Renah adalah tanah yang rendah. Sedangkan “Pembarap” berasal dari kata “membarap’ yang berarti “keputusan”.

Versi yang lain menyebutkan “pembarap” artinya tua dimana tempat Marga Renah Pembarap merupakan tanah kepemimpinan yang tua didalam Luak XVI. Dengan demikian maka Renah Pembarap adalah Tempat untuk mengambil keputusan-keputusan penting di Luak XVI.

Penghormatan terhadap Renah Pembarap dapat dijumpai di Marga Senggarahan.

Tembo Marga Renah Pembarap kemudian ditetapkan oleh Raja Jambi yaitu Sultan Anom Seri Mogoro yang disebut tanah Depati atau Tanah Batin[3] Yang ditandai dengan Piagam Lantak Sepadan yang menyatakan wilayah Marga Renah Pembarap[4]. Menurut Datuk H Abubakar didalam tulisannya “Masyarakat Adat Guguk Jambi”, Piagam Lantak Sepadan bertarikh 1170 h/1749 Masehi. Dalam silsilah Raja Jambi, periode 1740-1770 dipimpin oleh Sultan Astra Ingologo[5].

Didalam Peta “Scketskaart Residentie Djambi (Adatgemeenschappen (Marga’s). Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga Pangkalana Jambu, Marga Tanah Renah, Batin IX Ulu, Marga Senggrahan, Marga Peratin Tuo dan Marga Serampas.

Menurut Tembo, Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga Senggarahan yang ditandai dengan “Dari Muara Sungai jambun terus meniti jalan ke telun sungai kasen terus ke teluk ske sungai semantung. Sedangkan dengan Marga Pangkalan Jambu ditandai dengan “Kemulau Rendah, Ulu Sungai Batu Putih, Pematang Punggung Parang. Sedangkan menurut Marga Pangkalan Jambu, batasnya adalah Bukit Gajah Berani. Dengan Marga Tiang Pumpung yang ditandai dengan Sungai Kunyit, Bukit Gedang, Bukit Mujo napal takuk rajo, Dengan Marga Tanah Renah ditandai di Muara Panco di Sungai Belarik di Sungai .

Hubungan kekerabatan dengan Marga Tiang Pumpung, Marga Senggrahan ditandai dengan seloko “Gedung di tiang pumpung, Pasak di Pembarap. Dan kunci di Senggrahan. Mereka mengaku keturunan dari Sri Saidi Malin Samad. Sri Saidi Malin Samad mempunyai saudara Siti Baiti dan Syech Raja. Syech Raja diakui sebagai “puyang” Renah Pembarap. Sedangkan Siti Baiti “puyang” Marga Tiang Pumpung.[6]

Pusat Marga Renah Pembarap terletak di Guguk dan dipimpin Depati Nan Duo Silo sehingga dikenal Marga nan duo Silo. Silo adalah “duduk bersila” dua orang yang memimpin Pemerintahan Marga Renah Pembarap. Yaitu Depati Mangkuyudo dan Depati Mangkurajo.

Marga Renah Pembarap terdiri dari Dusun Palegai Panjang, Dusun Air Batu, Dusun Baru. Dusun Parit, Dusun Kebun. Dusun Air Batu dipimpin oleh Depati Karang Seni, Dusun Baru dipimpin Purbogede, Dusun Parit dipimpin oleh Depati Melindau. Dusun Palegai panjang kemudian dikenal sebagai Desa Guguk.

Marga Renah Pembarap kemudian menjadi kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin yang terdiri dari Desa Air Batu, Desa Durian Batakuk, Desa Guguk, Desa Markeh, Desa Muara Bantan, Desa Parit Ujung Tanjung, Desa Renah Medan, Desa Simpang Muara Panco Timur, Desa Simpang Parit, Desa Simpang Tiga Muara Panco dan Desa Talang Segegah.

Pemberian Gelar Adat

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ HBA diberi Gelar Adat oleh Masyarakat Luhak 16 Pada jambiupdate 1 September 2015

Pranala luar

sunting