Seroja Putih

(Dialihkan dari Lotus Putih)

Seroja Putih atau Teratai Putih (Hanzi sederhana: 白莲教; Hanzi tradisional: 白蓮教; Pinyin: Báiliánjiào; Wade–Giles: Pai-lien chiao) adalah sebuah gerakan keagamaan dan politik yang menarik bagi banyak orang Tionghoa Han yang menemukan penghiburan dalam pemujaan terhadap Wusheng Laomu ("Bunda Agung Tak Terlahirkan" (Hanzi sederhana: 无生老母; Hanzi tradisional: 無生老母), yang menghimpun seluruh anak-anaknya pada milenium menjadi satu keluarga.

Seroja Putih
白蓮教
Perkumpulan Seroja Putih, caMingQing
PenggolonganKepercayaan keselamatan Tiongkok
OrientasiAjaran Maitreya
BahasaTionghoa
PendiriHuiyuan
DidirikanSemasa Dinasti Jin
Gunung Lu, Jiujiang
Terpecah dariBuddhisme Tanah Murni
SerapanTionghoa Manikeanisme

Pada masa Dinasti Yuan, Teratai Putih memiliki hubungan dengan Maniisme, Pemberontakan Serban Merah, Kepercayaan Maitreya.[1] Terdapat buku khusus yang menyajikan hubungan antara Lotus Putih pada masa Dinasti Yuan akhir dan berdirinya Dinasti Ming.[2] Pada masa Dinasti Ming kemudian, setelah menerima pemikiran Wusheng Laomu dari Luo Qing, Lotus Putih berubah menjadi agama rahasia sistem Luoisme.

Doktrin Teratai Putih mencakup ramalan tentang kedatangan Buddha masa depan, Maitreya dalam waktu dekat.

Sejarah

sunting

Asal Mula

sunting

Latar belakang religius sekte Teratai Putih berawal dari berdirinya Perkumpulan Teratai Putih (白蓮社) di Kuil Donglin di Gunung Lu oleh Lushan Huiyuan (334-416). Selama periode Song Utara (960-1126), Perkumpulan Teratai Putih dapat ditemukan di seluruh Tiongkok bagian selatan, menyebarkan ajaran Tanah Suci dan metode meditasi bersama mereka. Antara abad ke-9 dan ke-14, umat Manikheisme Tiongkok semakin melibatkan diri mereka dengan aliran Tanah Suci. Melalui interaksi yang erat ini, Manikheisme memiliki pengaruh yang besar terhadap sekte Buddha Maitreya Tiongkok dalam tradisi Tanah Suci, berlatih bersama dengan para penganut Buddha sehingga kedua aliran tersebut menjadi sulit dibedakan.

Perkembangan selanjutnya

sunting

Selama abad ke-12, seorang biksu Buddha, Mao Ziyuan (茅子元) (c. 1096-1166; nama Dharma: Cizhao (慈照)), mengembangkan Aliran Teratai Putih (白蓮宗) untuk menyatukan pengikut Teratai Putih yang tersebar. Dia mendirikan Kuil Pertobatan Teratai (蓮懺堂) di mana dia mengkhotbahkan ajaran-ajaran dari Aliran Teratai Putih, yang menjadi dasar dari agama Teratai Putih (白莲敎). Agama Teratai Putih ini merupakan sebuah gerakan gabungan antara agama Buddha dan Manikheisme yang menekankan pada ajaran-ajaran Maitreya dan vegetarisme yang ketat, yang mengizinkan pria dan wanita untuk berinteraksi secara bebas, yang secara sosial dianggap sangat mengejutkan.

Perkembangan menjadi perkumpulan rahasia

sunting

Selama akhir abad ke-13, kekuasaan Dinasti Yuan Mongol atas Tiongkok memicu demonstrasi kecil yang populer untuk menentang kekuasaannya. Penganut Teratai Putih ikut serta dalam beberapa protes ini, membuat pemerintah Yuan melarang agama Teratai Putih sebagai sekte agama heterodoks (宗教异端), dan memaksa para anggotanya untuk bersembunyi dan beroperasi secara diam-diam. Setelah mejadi sebuah perkumpulan rahasia, Teratai Putih menjadi organisasi keagamaan sekaligus alat perlawanan nasional. Ketakutan akan perkumpulan rahasia ini berlanjut dalam hukum; Kode Hukum Qing Agung, yang berlaku hingga tahun 1912, berisi bagian berikut:

"Semua perkumpulan yang menamakan diri mereka Teratai Putih, komunitas Buddha Maitreya, atau agama Mingtsung (Manikheisme), atau aliran Awan Putih, dan lain-lain, bersama dengan semua orang yang melakukan praktik menyimpang dan sesat, atau yang di tempat-tempat rahasia memiliki cetakan dan gambar, mengumpulkan orang-orang dengan membakar dupa, bertemu pada malam hari dan bubar pada siang hari, dengan demikian menghasut dan menyesatkan orang-orang dengan dalih memupuk kebajikan, akan dihukum.”

Seperti perkumpulan rahasia lainnya, mereka menutupi kegiatan mereka yang tidak biasa atau terlarang sebagai “upacara pembakaran dupa.”

Catatan

sunting
  1. ^ 杨讷, 元代白莲教研究, 上海古籍出版社, 2004
  2. ^ 杨讷, 白蓮教與明代建國, 中華書局 (香港) 有限公司, 2007

Referensi

sunting