Li Zitong (Hanzi: 李子通, ?-622) adalah seorang pemimpin pemberontakan petani pada akhir Dinasti Sui. Tak lama setelah kematian Kaisar Yang dari Sui dalam suatu kudeta berdarah oleh Jenderal Yuwen Huaji pada tahun 618, Li mencaplok ibu kota pengasingan Jiangdu (sekarang Yangzhou, Jiangsu) dan mengangkat diri sebagai Kaisar Wu. Tahun 620, ia dikalahkan oleh Li Fuwei dari Dinasti Tang sehingga mundur ke selatan. Sambil mundur ia mengalahkan pemimpin pemberontak lainnya, Shen Faxing, Pangeran Liang dan menduduki wilayah Zhejiang milik Shen. Tahun berikutnya ia kembali dikalahkan Li Fuwei yang kali ini berhasil memaksanya menyerah. Ia digiring ke ibu kota Tang, Chang’an (sekarang Xi'an, Shaanxi) dan menerima pengampunan dari Kaisar Tang Gaozu. Tahun 622, ia ditangkap dan dihukum mati karena mencoba berontak dan kabur dari Chang’an.

Kehidupan awal sunting

Li Zitong berasal dari pos militer Donghai (sekarang Lianyungang, Jiangsu) dari keluarga miskin. Ia mencari nafkah dengan mencari ikan dan berburu. Di desanya ia terkenal suka menolong sesama, setiap kali menjumpai ada warga sekampungnya membawa beban berat, ia akan dengan sukarela menolongnya. Ia juga seorang yang murah hati, walau hidup dalam kemiskinan, tetapi juga seorang yang pendendam yang akan membalas setiap penghinaan sekecil apapun. Sekitar tahun 615, ketika kaum petani memberontak di mana-mana menentang kesewenang-wenangan Kaisar Yang, Li bergabung dengan sebuah kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Zuo Caixiang yang bermarkas di Pegunungan Changbai, Bingzhou, Shandong (bukan Pegunungan Changbai yang membentang di Manchuria hingga Korea).

Pada saat itu kebanyakan pemimpin pemberontak memiliki reputasi kejam dan haus darah, namun Li adalah salah satu dari sedikit pemimpin pemberontak yang baik dan toleran sehingga maka banyak orang yang bergabung dengannya. Dalam setengah tahun saja, pengikutnya sudah berjumlah 10.000an. Popularitasnya membuat Zuo mulai iri dan curiga padanya sehingga pada tahun itu juga Li bersama para pengikutnya meninggalkan Zuo. Mereka menuju ke selatan menyeberangi Sungai Huai dan bergabung dengan Du Fuwei, seorang pemimpin pemberontak lain. Tak lama kemudian dengan alasan yang tidak jelas, Li berusaha membunuh Du namun Du berhasil lolos dari sergapan dengan menderita luka-luka. Setelah itu Li dikalahkan oleh Jenderal Lai Zheng dari Sui sehingga melarikan diri ke Hailing (sekarang Taizhou, Jiangsu). Ia mengumpulkan 20.000 orang dan mengangkat diri sebagai jenderal.

Perebutan Jiangsu dan Zhejiang sunting

Kegiatan Li selama beberapa tahun setelah merebut Hailing tidak jelas. Namanya baru muncul lagi pada tahun 618 setelah Kaisar Yang terbunuh dalam kudeta di Jiangdu oleh Yuwen Huaji. Setelah Yuwen meninggalkan Jiangdu untuk merebut wilayah utara, Li terlibat dalam perseteruan untuk memperebutkan wilayah bawah Sungai Yangtze dengan pemberontak lain seperti Du Fuwei, Shen Faxing, dan Chen Leng, seorang mantan jenderal Sui. Musim gugur 619, Li mengepung kota Jiangdu yang telah dikuasai Chen Leng. Chen meminta bantuan dari Du dan Shen untuk membebaskan Jiangdu dari kepungan Li. Menyanggupi permintaan itu, Du mengirim pasukan yang dipimpinnya sendiri, sementara Shen mengirim putranya, Shen Guan. Sebelum keduanya tiba di tujuan, Li mengadu domba mereka sesuai siasat Mao Wenshen, seorang bawahannya. Ia menyerang pasukan Du dengan menyamar sebagai pasukan Shen. Du dan Shen Guan pun berperang dan tidak pernah berhasil mencapai Jiangdu. Li akhirnya berhasil merebut Jiangdu dari Chen Leng. Disana ia memproklamirkan dirinya sebagai Kaisar Wu.

Tahun 620, Li menyeberangi Sungai Yangtze untuk menyerbu ibu kota Shen, Piling (sekarang Changzhou, Jiangsu). Dalam waktu singkat ia mencaplok Jingkou (sekarang Zhenjiang, Jiangsu) dan mengalahkan serta membunuh Jenderal Jiang Yuanchao yang dikirim Shen untuk menghalaunya. Shen terpaksa meninggalkan Piling dan kabur ke pos militer Wu (sekarang Suzhou, Jiangsu), Piling dan Danyang (sekarang Nanjing, Jiangsu) pun jatuh ke tangan Li. Saat itu Du Fuwei telah menyerah pada Li Yuan yang mendirikan Dinasti Tang dan ia menerima hak istimewa untuk menyandang marga Li (marga Dinasti Tang), sejak itu ia namanya berubah menjadi Li Fuwei. Li Fuwei mengirim para jenderalnya, Fu Gongshi, Kan Leng, dan Wang Xiongdan untuk menyerang Li. Dalam beberapa pertempuran kecil Li Zitong menderita kekalahan, setelah persediaan makanannya habis, ia terpaksa meninggalkan Jiangdu. Mula-mula ia kabur ke Jingkou, lalu meninggalkan kota itu dan mengalahkan Shen. Dalam kekalahannya, Shen melakukan bunuh diri dengan terjun ke sungai, seluruh wilayahnya jatuh ke tangan Li. Li menjadikan Yuhang (sekarang Hangzhou, Jiangsu) sebagai ibu kotanya. Sementara bekas wilayahnya dan wilayah Shen yang telah direbutnya dulu termasuk Jingkou dan Danyang direbut oleh Li Fuwei

Kejatuhan dan kematian sunting

Musim dingin 621, Li Fuwei mengirim Wang Xiongdan untuk memerangi Li Zitong. Li menempatkan pasukan terbaiknya di Pegunungan Dusong di Huzhou, Zhejiang. Namun Wang mengelabuinya dengan membuat pasukannya seolah-olah lebih banyak dari yang sebenarnya sehingga membuat Li panik dan memusatkan diri untuk mempertahankan Hangzhou. Akibatnya Wang berhasil mengalahkannya. Li menyatakan menyerah. Li Fuwei mengirim Li dan seorang pejabat pentingnya, Yue Botong ke Chang’an. Kaisar Tang Gaozu memberikan pengampunan padanya, tetapi alasannya hingga kini belum jelas.

Musim gugur 622, Li Fuwei, dalam rangka meyakinkan pemerintah Tang bahwa ia tidak menyerah setengah hati, mengunjungi Chang’an untuk memberi penghormatan pada kaisar. Disana ia menerima gelar kebangsawanan dan diberi kehormatan berupa tempat duduk di atas Li Yuanji, Pangeran Qi (putra ke-4 kaisar) dalam sebuah jamuan. Namun kaisar tidak mengizinkannya kembali ke Danyang. Mendengar berita ini, Li Zitong berpikir, dengan tidak adanya Li Fuwei di Danyang, stabilitas di sana akan goyah dan ini adalah kesempatan yang baik untuk memulihkan kembali kekuasaannya di bekas wilayahnya itu. Maka ia dan Yue kabur dari Chang’an, tetapi mereka dicegat dan dihukum mati oleh pasukan Tang yang menjaga Terusan Lantian, tidak jauh dari Chang’an.