Leti leti
Leti leti adalah jenis kapal pengangkut tradisional dari Madura timur, Indonesia, terutama dari Kabupaten Sumenep.[1] Leti leti adalah perkembangan terbaru, bentuk lambung dan layar dikembangkan pada abad ke-19. Pada tahun 1979 leti leti berlayar berjumlah sekitar 1000, tetapi ini berkurang pada dekade berikutnya ketika kapal bermotor yang lebih modern muncul.[2]
Etimologi
suntingLeti leti juga dikenal dengan nama dan pelafalan lain, seperti leti-leti, letelete, lete lete, letek-letek, leteh-leteh, parao lete', dan golekan lete. Asal usul namanya tidak diketahui. Pada awal abad ke-20 jenis ini disebut dalam publikasi yang berbeda sebagai tekletek. Sebenarnya ini adalah nama yang sama, dengan suku kata pertama yang dihilangkan: [le]tek-letek, seperti dalam [a]lisalis.[3][4] Mungkin juga nama itu berasal dari layar yang digunakannya, yaitu layar capit kepiting Madura, atau yang biasa disebut layar lete, yang baru saja dikembangkan pada abad ke-19. Faktanya, kata "lete" dari layar lete adalah pelafalan lokal untuk layar lateen, meskipun adanya pekaki (tiang layar bawah) menunjukkan bahwa itu adalah layar cakar kepiting.[2]
Deskripsi
suntingIni adalah kapal "gemuk" dengan linggi buritan pendek, dengan tiang pendek yang terletak di bagian depan dinding rumah geladak. Mereka menggunakan layar segitiga dengan pebahu (tiang layar atas) yang sangat panjang. Atap geladak sering kali curam dengan bagian belakang yang lebih tinggi. Di laut, layar depan yang kecil sering kali diletakkan di haluan, dan layar ketiga dapat ditempatkan di atas geladak. Leti leti Madura memiliki rumah geladak meruncing dengan tiang vertikal untuk menopang kemudi.[2] Leti leti dari Giligenting, mudah dikenali oleh rumah belakang mengkotak di belakang rumah geladak utama, adalah pemandangan umum di akhir 1940-an di pelabuhan-pelabuhan di sekitar Laut Jawa, dari Sumbawa sampai ke Riau.[5]
Leti leti dari Sapudi dapat dibedakan dari perahu Giligenting dengan tidak adanya rumah geladak buritan, dan dianggap sebagai contoh paling otentik dari jenis leti leti. Beberapa kapal dari tahun 1970-an dan seterusnya sangat besar, yang terbesar dari semua leti leti, dan mengikuti motorisasi pada awal 1980-an, beberapa dari mereka menjadi lebih besar, dari ukuran untuk menyaingi kapal Bugis terbesar.[6] Leti leti beratnya antara 12–41 gt,[7] sedangkan leti leti besar sekitar 50 gt beratnya.[8] Perahu leti leti adalah desain optimal dari perahu layar kargo kecil untuk laut Jawa, dibangun kokoh dengan daya angkut yang besar untuk ukuran dan panjangnya. Leti leti leti penuh biasanya tidak memiliki freeboard.[9] Ia bisa diawaki dengan hanya 2 kru, satu mengendalikan kemudi, yang satunya lagi mengelola layar.[10]
Peran
suntingPada dasarnya, leti leti adalah perahu dagang yang digunakan oleh orang Madura, seperti halnya pinisi para pelaut Bugis.[10] Leti leti dapat ditemukan di sisi utara pulau-pulau Timor ke Singapura, tetapi perahu ini juga dapat memancing sampai ke pantai Australia. Secara tradisional pedagang Madura membawa ternak ke Jawa Timur dari sejauh pulau Rote dan Kupang di Timor, mereka juga membawa garam, beras, dan barang-barang rakitan dari Surabaya.[11] Leti leti modern, walau bagaimanapun, bukan jenis perahu dagang yang tepat untuk pulau-pulau Indonesia Timur: Perahu ini tidak dapat berlayar melalui selat pada pasang surut atau mereka membutuhkan waktu lama untuk lewat, atau berurusan dengan tiupan angin dan putaran angin di sekitar pulau-pulau bergunung, jadi jenis kapal yang digunakan saat ini adalah lambo.[12]
Armada leti-leti Madura bersaing ketat dengan palari-pinisi pada akhir tahun 1930-an sebagai armada dagang terbesar Nusantara.[13] Pada tahun 1960–1970 leti-leti berjumlah hampir sama dengan palari Bugis/Makassar yang memiliki jumlah sekitar 800–1000 unit.[14]
Leti leti Mandar
suntingSejak 1930-an pelaut Mandar telah mengadopsi leti leti sebagai salah satu dari perahu dagang kecil mereka bersama dengan lambo dan bago dari Sulawesi Barat. Awalnya mereka mendapatkannya dari orang Madura yang tinggal bersama mereka di komunitas campuran di sekitar laut Jawa seperti Marumasa, Masalembu, dan pulau Kangean, tetapi perahu Mandar yang sekarang selalu berbeda dari perahu Madura. Perbedaannya adalah pendukung kemudi bergaya Mandar, atap mendatar di rumah geladaknya, tidak adanya pola cat lukisan, dan linggi depan yang berwarna hitam, tetapi selalu bersih, rapi, dan teratur. Mereka juga memiliki kemudi bermata pisau datar yang bertindak sebagai papan tengah di buritan. Pada 1970-an banyak dari mereka dapat ditemukan di pelabuhan Paotere, Makassar. Saat ini, mereka memperluas jangkauan perdagangannya ke sekitar laut Flores dan laut Jawa untuk berjuang mengatasi kemiskinan di rumah-rumah.[15]
Lihat pula
suntingPerahu Madura lainnya:
Perahu lainnya dari Nusantara:
Referensi
sunting- ^ Stenross (2007). h. 83.
- ^ a b c Horridge (2015). h. 82.
- ^ Piollet, Paul (1995). Equipages et voiliers de Madura. Ternant. hlm. 82.
- ^ Stenross (2007). h. 283.
- ^ Gibson-Hill, C.A. (1950). "The Indonesian trading boats reaching Singapore". Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society. 25 (1): 108–138.
- ^ Stenross (2007). h. 112.
- ^ Stenross (2007). h. 242.
- ^ Stenross (2007). h. 244.
- ^ Stenross (2007). h. 110.
- ^ a b Horridge (2015). h. 83.
- ^ Horridge (2015). h. 84.
- ^ Horridge (2015). h. 85.
- ^ Salam, Aziz; Katsuya, Osozawa (September 2008). "Technological Adaptation in the Transformation of Traditional Boats in the Spermonde Archipelago, South Sulawesi". Southeast Asian Studies. 46: 200–227.
- ^ Horridge (2015). h. 40 dan 82.
- ^ Horridge. (1981). h. 85–86.
Bacaan lanjutan
sunting- Horridge, Adrian (2015). Perahu Layar Tradisional Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Terjemahan bahasa Indonesia dari Horridge, Adrian (1985). The Prahu: Traditional Sailing Boat of Indonesia, second edition. Oxford: Oxford University Press.
- Stenross, Kurt. (2007). The Seafarers and Maritime Entrepreneurs of Madura: History, Culture, and Their Role in the Java Sea Timber Trade. Murdoch University, Perth, Australia.