Kukang filipina

(Dialihkan dari Kukang borneo)
Kukang Filipina
CITES Apendiks I (CITES)[2]
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
N. menagensis
Nama binomial
Nycticebus menagensis
(Lydekker, 1893)
Wilayah persebaran kukang filipina sebelum dipisahkan menjadi 4 spesies pada 2012
Sinonim[4]
  • Lemur menagensis Lydekker, 1893[3]
  • Nycticebus philippinus Cabrera, 1908
  • Nycticebus coucang menagensis Groves, 1971

Kukang filipina (Nycticebus menagensis Lydekker, 1893) atau dahulu juga dinamai kukang borneo (Ingg.: Bornean Slow-loris) adalah sejenis kukang yang menyebar di pesisir utara dan timur Pulau Kalimantan serta Kepulauan Sulu di Filipina. Spesies tersebut pertama kali dideskripsi pada 1892.

Pengenalan

sunting

Di antara jenis-jenis kukang di Kalimantan, Nycticebus menagensis terbilang sangat pucat, dengan pola pewarnaan wajah yang sedikit kontras dan ujung atas cincin gelap sekeliling mata yang berbentuk membundar atau baur di tepinya. Tepi bawah cincin gelap itu bervariasi, dan kadang kala melewati lengkung (tulang) pipi. Jalur pucat di antara kedua mata sempit; pola atau bercak besar di ubun-ubun juga baur; telinganya telanjang (tak berambut panjang); dan pita pucat di depan telinga cenderung lebar, meski bervariasi.[5]

Pewarnaan tubuh N. menagensis mirip dengan N.kayan yang juga cenderung pucat. Hanya saja, pola warna di wajah N. kayan cenderung lebih gelap dan kontras; serta, jika diperbandingkan, rambut di badan N. kayan lebih lembut dan halus.[5]

Panjang tubuh rata-rata adalah 274,2 mm (kepala dan badan, dari 6 spesimen).[5] Sementara bobot tubuh jenis-jenis kukang di Kalimantan berkisar antara 265–610(-800) g, sebagaimana tercatat dari berbagai spesimen di museum.[5]

Catatan taksonomis

sunting

Nycticebus menagensis pertama kali dideskripsi berdasarkan spesimen yang dikoleksi pada November 1891 dari Pulau Tawi-tawi oleh Frank S. Bourns dan Dean C. Worcester. Spesimen yang dikumpulkan dalam Ekspedisi Ilmiah Menage itu kemudian dikirimkan kepada Henry F. Nachtrieb, presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Minnesota dan ketua Departemen Zoologi pada Universitas Minnesota, Amerika Serikat. Nachtrieb kemudian menulis deskripsinya berdasarkan laporan yang dikirimkan Worcester, dan memberikan nama menagensis pada tahun 1892 kepada spesies kukang itu namun tidak menempatkannya ke dalam salah satu marga, selain memberikan catatan bahwa "... merupakan anggota suku Lemuridae yang belum diketahui dengan jelas". Setahun kemudian, seorang naturalis bangsa Inggris, Richard Lydekker, menamainya sebagai Lemur menagensis dalam satu publikasinya di jurnal The Zoological Record; itulah nama ilmiah yang pertama yang diakui bagi spesies ini.[6][7]

Pada 1939 Reginald Innes Pocock menulis revisi atas aneka jenis Nycticebus yang telah diterbitkan, dan berkesimpulan bahwa semua kukang itu hanya satu spesies saja, yakni N. coucang.[8] Pandangan ini bertahan selama 30 tahun lebih, sampai pada tahun 1971 ketika Colin Groves meyakini bahwa N. pygmaeus adalah spesies yang betul-betul berbeda, dan bahwa N. coucang terdiri dari empat subspesies yang berlainan; salah satunya N. c. menagensis.[9] Belakangan, berdasarkan atas hasil kajian DNA, diperoleh bukti bahwa N. menagensis berbeda signifikan dengan N. coucang, sehingga statusnya dikembalikan ke dalam aras spesies.[10]

Namun kemudian, pada 2012, hasil kajian Mund dkk. terhadap pola pewarnaan wajah dan beberapa ciri lain kukang, serta wilayah sebarannya, mendapatkan lebih jauh bahwa kukang borneo N. menagensis sebetulnya (masih) terdiri dari beberapa spesies. Spesies-spesies tersebut adalah N. bancanus, N. borneanus, serta satu spesies baru N. kayan, selain dari N. menagensis sendiri.[5]

Konservasi

sunting

Sebelum dipisahkan menjadi 4 spesies, kukang borneo dikategorikan sebagai Rentan (Vulnerable) dalam Daftar Merah IUCN (2008);[1] serta dimuat dalam Apendiks I CITES yang berarti dilarang diperdagangkan secara internasional.[2] Jenis ini (sebagai anak-jenis N. coucang) juga dilindungi oleh perundang-undangan negara Indonesia semenjak 1973.[11]

Hewan ini menyebar jarang-jarang di wilayah agihannya, dan kelestarian populasinya terancam oleh perburuan liar (guna diperdagangkan sebagai hewan timangan dan lain-lain) serta kehilangan habitat.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Nekaris, A. & U. Streicher. 2008. "Nycticebus menagensis". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2015-4. International Union for Conservation of Nature. (Diakses 06/I/2011)
  2. ^ a b CITES: CITES Appendices, valid from 5 February 2015. (diakses 6/I/2016)
  3. ^ Lydekker, R. 1893. "Mammalia". Zoological Record 29: 24-5
  4. ^ Nekaris, K.A.I.; Jaffe, S. 2007. "Unexpected diversity of slow lorises (Nycticebus spp.) within the Javan pet trade: implications for slow loris taxonomy". Contributions to Zoology 76(3): 187–196. Diarsipkan 2011-01-09 di WebCite
  5. ^ a b c d e Munds, R.A.; K.A.I. Nekaris; & S.M. Ford. 2012. "Taxonomy of the Bornean slow loris, with new species Nycticebus kayan (Primates, Lorisidae)." American Journal of Primatology 75(1): 46-56. doi = 10.1002/ajp.22071, pmid = 23255350
  6. ^ Timm, R.M.; & E.C. Birney. 1980. "Mammals collected by the Menage Scientific Expedition to the Philippine Islands and Borneo, 1890–1893". Journal of Mammalogy 61(3): 566–71. doi:10.2307/1379858. JSTOR 1379858.
  7. ^ Timm, R.M.; & E.C. Birney. 1992. "Systematic notes on the Philippine slow loris, Nycticebus coucang menagensis (Lydekker, 1893) (Primates: Lorisidae)". International Journal of Primatology 13(6): 679–86. doi:10.1007/BF02551259.
  8. ^ Pocock, R.I. 1939. The fauna of British India, including Ceylon and Burma. Mammalia, vol. 1: 165. London: Taylor and Francis.
  9. ^ Groves, C.P. 1971. "Systematics of the genus Nycticebus". Proceedings of the Third International Congress of Primatology 1: 44-53. Zürich, Switzerland.
  10. ^ Chen, J.-H.; Pan, D.; Groves, C. P.; Wang, Y. -X.; Narushima, E.; Fitch-Snyder, H.; Crow, P.; Thanh, V. N.; Ryder, O.; Zhang, H. -W.; Fu, Y.; Zhang, Y. 2006. "Molecular phylogeny of Nycticebus inferred from mitochondrial genes". International Journal of Primatology 27(4): 1187–200. doi:10.1007/s10764-006-9032-5
  11. ^ Maryanto, I. & K. Soebekti. 2001. "Mamalia": 8, dalam M. Noerdjito & I. Maryanto (eds.) Jenis-jenis hayati yang dilindungi perundang-undangan Indonesia. Bogor: Puslit Biologi LIPI - Bidang Zoologi.