Dalam tata kelola perusahaan, kodeterminasi (disebut juga "kemitraan bersama" atau "partisipasi pekerja") adalah praktik di mana pekerja suatu perusahaan memiliki hak untuk memilih perwakilannya di dewan direksi perusahaan tersebut. Istilah ini juga merujuk pada staf yang memiliki hak yang mengikat di dalam dewan kerja mengenai permasalahan di tempat kerjanya. Praktik perwakilan di tingkat direksi tersebar luas di negara demokrasi maju.[1] Undang-Undang awal yang mewajibkan hak pilih pekerja di antaranya termasuk Oxford University Act 1854 dan Port of London Act 1908 di Britania Raya, UU sukarela Act on Manufacturing Companies 1919 di Massachusetts, Amerika Serikat, dan Supervisory Board Act 1922 (Aufsichtsratgesetz 1922) di Jerman, yang mengkodifikasi kesepakatan bersama dari tahun 1918.[2] Sebagian besar negara dengan UU kodeterminasi memiliki dewan direksi tingkat tunggal dalam hukum perusahaan mereka (seperti Swedia, Prancis, atau Belanda), sementara sejumlah negara Eropa Tengah (khususnya Jerman dan Austria) memiliki dua tingkat dewan direksi. Sebagian besar UU berlaku untuk perusahaan dengan jumlah pekerja tertentu, di Denmark dengan minimal 20 karyawan, di Jerman lebih dari 500 (untuk sepertiga perwakilan) dan 2.000 (untuk sekitar setengahnya), serta di Prancis untuk lebih dari 5.000 karyawan. Swedia telah memiliki UU kodeterminasi sejak 1980.

Ikhtisar

sunting

Di ekonomi dengan kodeterminasi, pekerja di perusahaan besar dapat membentuk badan khusus yang dikenal sebagai dewan kerja. Di perusahaan yang lebih kecil, mereka dapat memilih perwakilan pekerja yang bertindak sebagai perantara dalam melaksanakan hak-hak pekerja untuk mendapat informasi atau dikonsultasi tentang keputusan mengenai status dan hak pekerja. Mereja juga memilih atau menunjuk perwakilan mereka di organ manajerial dan komisaris perusahaan.

Dalam sistem kodeterminasi, karyawan diberi kursi di dewan direksi dalam sistem manajemen satu tingkat, atau kursi di dewan komisaris dan terkadang dewan manajemen di sistem manajemen dua tingkat.

Di sistem dua tingkat, kursi dewan komisais biasanya terbatas pada satu sampai tiga anggota. Di beberapa sistem, pekerjanya dapat memilih satu atau dua anggota dewan komisaris, tapi perwakilan pemegang saham selalu menjadi presiden dan memiliki hak pemutusan suara. Perwakilan karyawan di dewan manajemen tidak hadir di semua ekonomi. Mereka selalu terbatas pada Pekerja-Direktur, yang memiliki hak suara hanya pada hal-hal menyangkut karyawan.

Dalam sistem tingkat tunggal, biasanya pekerjanya hanya memiliki satu atau dua perwakilan di dewan direksi. Terkadang mereka juga diberikan kursi di komite tertentu (misalnya komite audit). Mereka tidak pernah memiliki perwakilan di antara direktur eksekutif.

Sistem dua tingkat yang tipikal dengan kodeterminasi adalah sistem Jerman. Sistem satu tingkat dengan kodeterminasi adalah sistem Swedia.

Terdapat tiga pandangan utama mengenai alasan utama kodeterminasi eksis: untuk mengurangi konflik manajamen-pekerja dengan meningkatkan dan mensistematisasi saluran komunikasi;[3] untuk meningkatkan daya tawar pekerja dengan mengorbankan pemilik melalui legislasi;[4] dan untuk memperbaiki kegagalan pasar melalui kebijakan publik.[5] Bukti tentang "efisiensinya" beragam, dengan kodeterminasi antara tidak memiliki efek atau berefek positif, tapi secara umum berdampak kecil pada kinerja perusahaan.[6]

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ See worker-participation.eu
  2. ^ E McGaughey, 'The Codetermination Bargains: The History of German Corporate and Labour Law' (2016) 23(1) Columbia Journal of European Law 135
  3. ^ Prominent views of codetermination have thus been "social" in nature, concerned with expanding democratic participation in new spheres as a good in itself, reducing "alienation", and smoothing management-labour relations to prevent strong conflicts. A collection of views of this nature are found in Magazin Mitbestimmun[pranala nonaktif permanen]
  4. ^ A conservative economic approach views codetermination as not benign: a political means for transfer of wealth from shareholders to employees and to increase power of political and perhaps union actors; as evidence it is noted firms rarely adopt codetermination voluntarily: see Pejovich, Svetozar. The economics of property rights: towards a theory of comparative systems. Chapter 8. Dordrecht, NL: Kluwer Academic, 1990.
  5. ^ Another economist argues that codetermination in effect corrects several market failures so lack of voluntary adoption cannot be viewed as evidence that codetermination is inefficient: see Stephen C. Smith, "On the economic rationale for codetermination law", Journal of Economic Behavior and Organisation, Vol. 16 (December 1991), pp. 261-281.
  6. ^ For example see Felix R. Fitzroy and Kornelius Kraft, "Co-determination, efficiency and productivity", British Journal of Industrial Relations, Vol. 43, No. 2 (June 2005), pp. 233-247.

Referensi

sunting
Artikel
  • E Batstone, A Ferner and M Terry, Unions on the board: an experiment in industrial democracy (1983)
  • P Brannen, ‘Worker directors: an approach to analysis. The case of the British Steel Corporation’ in C Crouch and FA Heller, Organizational Democracy and Political Processes (Wiley 1983)
  • E Chell, ‘Worker Directors on the Board: Four Case Studies’ (1980) 2(6) Employee Relations 1
  • PL Davies and KW Wedderburn, ‘The Land of Industrial Democracy’ (1977) 6(1) ILJ 197
  • E McGaughey, 'The Codetermination Bargains: The History of German Corporate and Labour Law' (2016) 23(1) Columbia Journal of European Law 135
  • E McGaughey, 'Votes at Work in Britain: Shareholder Monopolisation and the ‘Single Channel’' (2018) 47(1) Industrial Law Journal 76
  • E McGaughey, 'Democracy in America at Work: The History of Labor's Vote in Corporate Governance' (2019) 42 Seattle University Law Review 697
  • HJ Teuteberg, ‘Zur Entstehungsgeschichte der ersten betrieblichen Arbeitervertretungen in Deutschland’ (1960) 11 Soziale Welt 69
  • S Vitols, 'Prospects for trade unions in the evolving European system of corporate governance' (2005) ETUI, summarising different economic results of codetermination
  • Lord Wedderburn, ‘Companies and employees: common law or social dimension’ (1993) 109 Law Quarterly Review 261
Buku
  • HJ Teuteberg, Geschichte der Industriellen Mitbestimmung in Deutschland (1961)
  • S Webb and B Webb, The History of Trade Unionism (1920) Appendix VIII
Laporan
  • Lord Donovan, Royal Commission on Trade Unions and Employers’ Associations (1968) Cmnd 3623
  • Liberal Party, The Report of the Industrial Partnership Committee: Partners at Work (1968)
  • Uday Dokras, doctoral thesis,published as a book, The Act on Codetermination at Work- An Efficacy Study, Almqvist & Wiksell International, Stockholm Sweden, 1990

Pranala luar

sunting
Draf Uni Eropa tentang Arahan Hukum Perusahaan Kelima