Kindergeld adalah tunjangan yang dibayarkan pemerintah federal Jerman kepada para orang tua untuk menjaga kelangsungan hidup anak-anak mereka.[1]

Orang tua atau wali di Jerman berhak mendapatkan kindergerld hingga sekurangnya anak berusia delapan belas tahun. Anak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus setara sekolah menengah atas mendapat kindergeld hingga mereka berusia 25 tahun, sedangkan anak dengan orang tua yang tidak memiliki pekerjaan mendapat kindergeld hingga mereka berusia 21 tahun. Meskipun umumnya orang tua atau wali yang mendapat kindergeld, tetapi pada kasus anak yatim/yatim-piatu atau kehilangan orang tua, kindergeld dapat diberikan secara langsung kepada anak. Pekerja asing/ekspatriat yang membayar pajak dan tinggal di Jerman secara sah juga berhak mendapat kindergeld untuk anak-anak mereka, kecuali apabila anak-anak mereka telah mendapat tunjangan dari sumber lain, misalnya dari perusahaan/tempat bekerja, dll., yang besarnya lebih dari 8,000 Euro per tahun. Pembayaran dan proses pendaftaran kindergeld ditangani oleh kantor ketenagakerjaan Jerman (Agenturen für Arbeit). Proses pendaftaran biasanya membutuhkan perjalanan ke kantor ketenagakerjaan dengan membawa salinan akta kelahiran anak serta terjemahannya apabila dokumen tidak dalam bahasa Jerman, paspor orang tua, dan sejumlah uang untuk biaya pendaftaran.[1] Kindergeld dibayarkan pemerintah tidak bergantung pada besar/kecilnya pendapatan orang tua. Kindergeld untuk anak pertama dan ke-dua besarnya 192 Euro, untuk anak ke-tiga besarnya 198 Euro, dan untuk anak ke-empat hingga seterusnya besarnya 223 Euro.[2]

Di Jerman, kesejahteraan warga sangat diperhatikan. Tidak hanya anak yang berhak mendapatkan tunjangan, orang tua baru juga berhak mendapatkan tunjangan untuk 12 hingga 14 bulan pertama setelah kelahiran anak mereka. Tunjangan ini berlaku untuk seluruh warga yang memiliki izin tinggal di Jerman sehingga memungkinkan mereka untuk dapat bekerja di Jerman, tinggal bersama anak mereka yang baru lahir sehingga secara personal bertanggung jawab atas kepengurusan anak tersebut, dan memiliki waktu kerja yang melebihi 30 jam per minggu. Hanya satu orang tua yang dapat menerima jenis tunjangan ini dalam satu waktu. Namun tunjangan ini dapat dibagi dua untuk ayah dan ibu di sepanjang periode berlakunya tunjangan.[2]

Langkah perlindungan maternitas sunting

Undang-undang perlindungan maternitas di Jerman yang dimulai sejak tahun 1968 dibuat untuk memastikan bahwa ibu hamil tidak mendapat diskriminasi. Untuk mengaktifkan langkah perlindungan maternitas, ibu hamil yang bekerja harus memberitahukan pihak manajer atau atasan di perusahaan/tempat bekerja mengenai kehamilan dan perkiraan waktu melahirkan mereka. Bila pemberitahuan secara verbal kurang cukup, surat keterangan dari dokter yang menyatakan tanggal perkiraan melahirkan perlu dilampirkan. Tanda terima dari dokter juga perlu disimpan karena pihak perusahaan/tempat bekerja harus menebus surat keterangan dari dokter tersebut pada saat diminta. Ibu hamil yang sedang melamar pekerjaan tidak diharuskan memberitahukan pihak perusahaan/tempat bekerja yang dilamar mengenai kehamilan mereka sebelum mereka diterima bekerja. Kemungkinannya pihak perusahaan/tempat bekerja tidak menyebarluaskan informasi mengenai kehamilan para pekerja mereka kepada pihak ke-tiga.

Setelah ibu hamil menginformasikan kehamilannya pada pihak perusahaan/tempat bekerja, pihak perusahaan/tempat bekerja akan meneruskan informasi tersebut kepada Arbeitsschutzämter, kantor perlindungan kerja, atau kepada Gewerberaufsichtsaemter, kantor pengawasan usaha. Kedua kantor tersebut bekerja mengupayakan agar segala perbekalan untuk Mutterschutz, cuti hamil dan perlindungan kerja, dapat diberikan dengan baik, sebagaimana kedua kantor tersebut bekerja untuk memberi pelayanan kepada pihak pemberi kerja serta para pekerja dalam hal-hal yang berkenaan dengan cuti hamil dan perlindungan kerja. Ibu hamil terlindungi dari kehilangan pekerjaan akibat pemecatan, terhitung sejak awal kehamilan hingga empat bulan setelah melahirkan karena adanya kündigungsverbot atau peraturan mengenai larangan pemberhentian bekerja untuk kasus seperti ini. Hanya pada kasus yang jarang terjadi, pihak perusahaan/tempat bekerja diperbolehkan memberhentikan pekerjanya dalam masa kehamilan mereka.

Ketetapan mengenai perundangan perlindungan maternitas memastikan ibu hamil yang dianggap tidak dapat bekerja tidak mendapat penalti secara finansial. Pembayaran perlindungan maternitas (Maternity Protection Pay) dikeluarkan pihak perusahaan/tempat bekerja dengan jumlah sekurangnya sama dengan jumlah 13 minggu gaji rata-rata atau gaji tiga bulan sebelum kehamilan. Berdasarkan undang-undang perlindungan maternitas, ibu hamil tidak harus bekerja selama enam minggu terakhir sebelum proyeksi melahirkan mereka. Namun mereka tetap diperkenankan bekerja selama mereka secara formal menyatakan intensi mereka bekerja pada periode tersebut. Ibu yang baru melahirkan tidak diizinkan kembali bekerja sampai delapan minggu berlalu sejak tanggal kelahiran bayi mereka. Untuk ibu hamil yang melahirkan secara prematur, melahirkan bayi kembar, atau melahirkan secara cesar, tanggal kembali bekerja mereka diperpanjang secara otomatis menjadi 12 minggu setelah melahirkan. Kantor kesehatan publik yang akan menentukan kasus mana yang dapat diperpanjang dari waktu cuti normal selama delapan minggu. Dengan bantuan teknologi kedokteran termutakhir yang Jerman miliki sekalipun, kemungkinan melahirkan tidak sesuai perkiraan tanggal melahirkan pun tetap dapat terjadi. Untuk hal ini pemerintah Jerman telah merancang kebijakan. Apabila waktu melahirkan lebih lambat dari perkiraan, maka ibu hamil tetap diberikan waktu cuti penuh selama delapan minggu terhitung setelah bayi lahir.

Menyusui bayi juga sangat populer di Jerman. Undang-undang perlindungan maternitas membuat segi penting dalam tahap menjadi seorang ibu ini menjadi tidak telantar. Ibu yang bekerja di luar rumah dan sedang menyusui diizinkan mengambil jeda untuk merawat bayi mereka. Bekerja selama delapan jam tanpa terganggu, kemudian mendapat jeda selama dua jam atau lebih. Waktu yang diberikan untuk merawat bayi ialah 30 menit, dua kali dalam sehari, atau satu jam untuk satu kali. Bila ibu yang bekerja tersebut mempunyai pekerjaan dengan waktu kerja yang lebih dari delapan jam, maka ia berhak mendapatkan jeda untuk merawat bayi selama 45 menit atau bila tidak tersedia ruang untuk merawat bayi yang tertutup, maka diberikan waktu jeda selama 90 menit. Waktu jeda ini tidak mereduksi jumlah bayaran ataupun mengurangi jam/waktu kerja, serta tidak termasuk ke dalam hitungan jeda lainnya, seperti jeda untuk istirahat makan siang.[3]

Pola asuh anak sunting

Pola asuh orang tua sangat kuat dibentuk oleh pengaruh kebudayaan dan norma kebudayaan.[4][5] Orang tua dari berbagai kebudayaan juga diketahui mempunyai pandangan yang berbeda mengenai pola asuh serta praktik dalam pola pengasuhan mereka.[4][6] 50 tahun lalu di Jerman, memukul anak dengan menggunakan tangan atau ikat pinggang merupakan hal yang normal dilakukan sebagai cara untuk menanamkan kedisiplinan dan kepatuhan. Orang-orang Jerman pada saat itu menerima metode tersebut dalam membesarkan anak. Namun zaman telah berubah, demikian pula dengan pola pengasuhan terhadap anak. Sebagian besar orang tua di Jerman kini berpikir bahwa hukuman secara jasmani memberikan dampak pendidikan yang kecil. Hal tersebut menyebabkan tindakan memukul anak menjadi berkurang. Kecenderungan ini juga terjadi di semua negara industrialis barat, termasuk Afrika dan Tiongkok. Sebagian dipengaruhi oleh meningkatnya taraf pendidikan orang tua, sebagian lagi karena adanya peraturan yang dibuat pemerintah untuk mencegah tindak kekerasan terhadap anak. Hukuman fisik pada anak ditentang di Jerman mulai tahun 2000. Anak di Jerman saat ini menjadi lebih kritis dalam berpikir tentang sesuatu dan paham mengenai apa yang terjadi di dunia. Terdapat perbedaan yang jelas antara anak dari golongan kelas pekerja dengan anak dari golongan orang tua yang berkecimpung di bidang akademik di Jerman. Terdapat pula perbedaan yang mencolok antara anak di Jerman Barat dan anak di Jerman Timur bahkan setelah runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1990. Anak yang orang tuanya tumbuh/berasal dari Republik Demokratik Jerman atau Jerman Timur secara keseluruhan bersifat lebih antusias terhadap sekolah dan mempunyai lebih sedikit kekhawatiran akan tidak mendapatkan pekerjaan dibandingkan anak yang orang tuanya berasal dari Jerman Barat, meskipun tingkat pengangguran di Jerman Timur lebih tinggi daripada di Jerman Barat. Hal itu bisa terjadi karena lebih banyak sekolah yang menerapkan ‘sekolah sepanjang hari’ (all-day school) di Jerman Timur, yang membuat anak dapat belajar mengorganisasikan diri secara lebih, dalam hal perilaku sosial serta kesadaran diri. Kemandirian yang lebih besar juga tertanamkan oleh orang tua di Jerman Timur sehingga menumbuhkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam diri anak di Jerman Timur. Meski demikian, secara keseluruhan anak-anak di Jerman puas dengan orang tua mereka. Sebanyak 90% anak yang setuju dengan pernyataan bahwa orang tua mereka adalah orang tua terbaik yang dapat mereka bayangkan.[7]

Pekerja anak sunting

Jerman mempunyai sistem kesehatan dan sistem kesejahteraan sosial yang sangat bagus, sehingga menguntungkan, tidak hanya bagi warga negara Jerman, tetapi juga bagi warga yang tinggal dalam waktu yang lama, serta imigran baru di Jerman. Tanggung jawab dalam mendidik dan membesarkan anak merupakan kewajiban yang utamanya diemban orang tua di Jerman, tetapi pemerintah melalui kebijakannya bertujuan melindungi dan mendukung anak-anak serta remaja di Jerman dengan berbagai cara, serta menyokong perkembangan diri serta sosial mereka, dan memastikan setiap anak di Jerman akan menemukan tempat mereka di dunia kelak ketika mereka dewasa. Tujuan ini dipenuhi melalui undang-undang perlindungan dan beberapa bentuk bantuan lainnya. Anak di bawah usia 15 tahun umumnya tidak dapat dipekerjakan di Jerman, tetapi larangan ini tidak berlaku untuk jenis pekerjaan minor seperti mengantarkan koran, menjaga bayi (babysitting), menjadi tutor, menjaga hewan peliharaan, atau membantu di unit kerja agrikultural. Anak di bawah usia 15 tahun tersebut tidak diperkenankan mengangkat benda dengan berat lebih dari 7.5 kg secara berulang-ulang atau mengangkat benda dalam sekali waktu dengan berat melebihi 10 kg. Anak di Jerman diperbolehkan berpartisipasi dalam kegiatan seni, dimana izin dapat diberikan untuk kegiatan seni dengan kondisi yang sesuai. Tidak ada di antara pekerjaan yang dilakukan anak tersebut yang dizinkan apabila mengganggu sekolah mereka. Oleh sebab itu, pekerjaan harian dibatasi dua jam sehari pada waktu masuk sekolah (tiga jam untuk pekerjaan di bidang pertanian) dan empat jam pada waktu libur sekolah. Anak di bawah usia 18 tahun boleh dipekerjakan, sekalipun di bawah berbagai macam larangan yang termuat di dalam peraturan dan juga pelatihan vokasi apabila memiliki pengawasan atau supervisi tertentu. Anak di bawah usia 18 tahun tidak dapat dipekerjakan untuk pekerjaan yang berbahaya seperti pekerjaan yang melewati batas kemampuan fisik dan mental, pekerjaan yang memapar mereka terhadap bahaya moral, pekerjaan yang mempunyai risiko kecelakaan yang tinggi, dan pekerjaan yang membahayakan kesehatan akibat panas atau dingin yang berlebih, kebisingan, polusi udara, radiasi, vibrasi, serta akibat agen kimia atau biologi.[8]

Kemiskinan pada anak sunting

Jerman merupakan negara yang kaya,[9] dengan 86% penduduk Jerman tinggal di daerah perkotaan[4] dan menikmati hidup dengan standar kehidupan yang tinggi. Terdapat sekitar 13.1 juta anak di Jerman yang sebagian besar mereka teruntungkan oleh tingginya kualitas hidup di Jerman. Anak di Jerman wajib mengikuti sekolah sekurangnya selama sembilan tahun, dimana sekolah di rumah (homeschooling) tidak sah di Jerman, dengan sistem pendidikan di Jerman yang bagus dan termasuk peringkat 20 besar untuk bidang matematika, membaca, dan pengetahun alam.[10] Meskipun demikian, terdapat pula anak-anak serta keluarga di Jerman yang tidak mendapatkan keuntungan dari hal-hal tersebut.[9] Jumlah anak yang hidup dalam kemiskinan pun tetap tinggi dengan perkiraan 16% anak tinggal di rumah yang berpenghasilan kurang dari 50% pendapatan rata-rata. Anak yang tinggal bersama orang tua tunggal terutama yang mengalami hal tersebut. Dalam sepuluh tahun terakhir, situasi tersebut tidak banyak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Beberapa orang tua tunggal kesulitan menemukan pekerjaan, tetapi bahkan ketika mereka mendapat pekerjaan, mereka tetap tidak dapat menghasilkan cukup uang untuk meningkatkan pendapatan mereka di atas garis kemiskinan yang ditetapkan di Jerman.[10]

Keluarga miskin di Jerman didefinisikan sebagai keluarga dengan pendapatan kurang dari 50% pendapatan rata-rata di Jerman dan keluarga yang mendapat tunjangan kesejahteraan dari pemerintah.[9] Tingkat kemiskinan semakin meningkat dalam beberapa tahun belakangan di Jerman. Meskipun hal itu berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah pengangguran, jumlah orang yang mempunyai pekerjaan namun tetap hidup dalam kemiskinan juga semakin bertambah. Sekitar 25% orang muda dalam rentang usia 19 hingga 25 tahun di Jerman hidup di bawah garis kemiskinan. Kelompok ini yang paling banyak menghadapi peningkatan jumlah kemiskinan dilihat dari sepuluh tahun terakhir. Generasi muda merasa pesimis mengenai prospek kerja di masa depan. Mereka mempunyai kekhawatiran ketika mereka meninggalkan sekolah untuk pendidikan yang lebih tinggi, mereka hanya akan menemukan pekerjaan yang berada di bawah kualifikasi mereka.[10] Faktor utama yang menyebabkan kenaikan risiko kemiskinan di Jerman adalah adanya peningkatan jumlah keluarga imigran yang tinggal di Jerman. Namun demikian, ditemukan pula keluarga dimana hanya satu orang tua saja yang bekerja, biasanya ayah, mendapatkan pendapatan yang kurang secara signifikan dibandingkan apabila kedua orang tua bekerja. Sehingga perlindungan terbaik terhadap kemiskinan adalah dengan cara kedua orang tua bekerja. Tingkat resmi sebesar 44% anak yang tinggal di rumah bersama orang tua tunggal mempunyai risiko kemiskinan yang tinggi, yakni sebanyak empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan anak yang memiliki dua orang tua. Keluarga dengan lebih dari dua anak atau berasal dari/mempunyai latar belakang imigran bahkan mempunyai tingkat risiko kemiskinan yang lebih besar.[11]

Tantangan demografi sunting

Jerman menghadapi beberapa tantangan demografi. Negara ini mempunyai populasi tua yang tinggi, tingkat imigrasi yang menurun, serta tingkat fertilitas/kesuburan yang sangat rendah yakni 1.4 anak untuk setiap perempuan.[10] Menurut studi yang dilakukan yayasan Bertelsmann Jerman, anak yang berasal dari keluarga di bawah garis kemiskinan di Jerman kemungkinan besar akan tetap berada di bawah garis kemiskinan. Ditemukan dalam 10% anak yang disurvei menderita kemiskinan jangka pendek, dan 21% anak yang menderita kemiskinan permanen. Risiko ini semakin tinggi terutama untuk anak laki-laki atau perempuan yang sekurangnya memiliki dua orang saudara, anak dari orang tua tunggal, dan anak dengan orang tua yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Latar belakang keluarga merupakan penentu masa depan akademik seorang anak di Jerman. Anak yang telah lama berada dalam kemiskinan, kemungkinannya kecil bagi mereka untuk mendapat pendidikan di universitas, yang kemudian akan menutup kesempatan bagi mereka untuk mendapat pekerjaan dengan bayaran tinggi. Hal ini dapat berlangsung secara berulang-ulang antar generasi. Keadaan seperti ini tidak baik untuk kepentingan anak, sebagaimana keadaan ini juga tidak baik untuk masyarakat, sebab hal ini berarti kemiskinan diturunkan, dan anak-anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang sekali lagi membutuhkan sokongan dari pemerintah atau sekurangnya tidak membayar sistem asuransi sosial.[9] Sejumlah tren di dalam keluarga di Jerman juga teramati. Semakin banyaknya pasangan yang tidak menikah, lebih sedikit terjadinya perceraian, lebih banyak kelahiran, lebih sedikit anak yang tidak mempunyai pendidikan, serta sikap yang lebih liberal pada berbagai tipe keluarga di Jerman. Keluarga orang tua tunggal ialah tipe keluarga di Jerman yang paling banyak mempunyai masalah fundamental. Tunjangan untuk setiap keluarga yang dibayarkan pemerintah bersumber dari pajak. Pajak yang harus dikeluarkan orang tua sering kali lebih besar daripada yang keluarga dapatkan melalui tunjangan untuk anak/kindergeld. Dalam sistem di Jerman yang kompleks, berbagai tipe tunjangan untuk keluarga sering berakhir dengan saling mengurangkan satu sama lain sehingga dapat berakibat pada tidak ada lagi besaran yang tersisa, terutama pada keluarga dengan orang tua tunggal. Diperlukan adanya perubahan menyeluruh di dalam sistem. Dukungan untuk menyangga keluarga perlu dikeluarkan dari peraturan pajak, dan kebutuhan penunjang perlu dipikirkan untuk kesejahteraan anak. Semua tunjangan yang berdasar pada anak perlu dikumpulkan satu dengan yang lain, serta diubah menjadi tunjangan dasar untuk anak, sehingga anak-anak mendapatkan keamanan yang sama terlepas dari tipe keluarga apa mereka berasal dan seberapa besar pendapatan orang tua mereka.[11]

Referensi sunting

  1. ^ a b "Parenting in Germany: An Introduction". Young Germany (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-15. Diakses tanggal 2017-11-15. 
  2. ^ a b "Kindergeld - Familien-Wegweiser des Bundesfamilienministeriums". www.familien-wegweiser.de (dalam bahasa Jerman). Diakses tanggal 2017-11-15. 
  3. ^ "How To Germany - Maternity Leave and Job Protection (Mutterschutz) in Germany". www.howtogermany.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-15. 
  4. ^ a b c "Download Limit Exceeded". citeseerx.ist.psu.edu. Diakses tanggal 2017-11-15. 
  5. ^ Keller, H., Borke, J., Yovsi, R., Lohaus, A., & Jensen, H. (2005). Cultural orientations and historical changes as predictors of parenting behaviour. International Journal of Behavioral Development, 29, 229-237
  6. ^ Keller, H., Borke, J., Lamm, B., Lohaus, A., & Yovsi, R. D. (2010). Developing patterns of parenting in two cultural communities. International Journal of Behavioral Development, 35, 233-245.
  7. ^ (www.dw.com), Deutsche Welle. "Nearly half of German parents hit their children | Germany | DW | 13.03.2012". DW.COM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-15. 
  8. ^ "Children's Rights: Germany | Law Library of Congress". www.loc.gov (dalam bahasa Inggris). 2012-04. Diakses tanggal 2017-11-15. 
  9. ^ a b c d (www.dw.com), Deutsche Welle. "Bertelsmann: 21 percent of German kids are long-term poor | Germany | DW | 23.10.2017". DW.COM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-15. 
  10. ^ a b c d https://www.sos-childrensvillages.org/where-we-help/europe/germany
  11. ^ a b (www.dw.com), Deutsche Welle. "Child poverty still rising in Germany, official report shows | Germany | DW | 15.09.2017". DW.COM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-15.