Kerusuhan sipil Prancis 2005

Kerusuhan sipil Prancis 2005 adalah kerusuhan yang awalnya terjadi di daerah-daerah dekat kota Paris yang dimulai pada 27 Oktober 2005 dengan bentrokan kekerasan terjadi antara ratusan imigran muda dan Polisi Prancis. Mereka dipicu oleh kematian dua remaja asal Afrika Utara di Clichy-sous-Bois, sebuah commune di Prancis yang miskin di timur banlieue (suburb) Paris, dan kemudian menyebar ke bagian lain dari Seine-Saint-Denis. Kerusuhan sipil ini kemudian dengan cepat menyebar ke daerah-daerah lain di Prancis.

Wilayah yang terkena kerusuhan hingga 8 November.

Kekerasan tambahan sekarang menyebar ke daerah Prancis lainnya (Seine-et-Marne, Val-d'Oise, Lille, Rouen, Dijon, dan Marseille).

Pada 3 November, 500 mobil dibakar dan serangan pembakaran terjadi di Aulnay-sous-Bois, Neuilly-sur-Marne, Le Blanc Mesnil, and Yvelines. Kemudian pada 8 November, Presiden Prancis, Jacques Chirac mengumumkan berlakunya keadaan darurat di lebih dari 30 kota di Prancis setelah kerusuhan sipil terus berlanjut di berbagai kota dan memasuki hari ke-12.

Penyebab langsung

sunting
 
Wilayah yang terkena kerusuhan hingga 4 November.

Kerusuhan ini terpicu ketika dua remaja yang tinggal di Clichy-sous-Bois, Ziad Benna (17) dan Banou Traoré (15), tewas karena shock listrik setelah mereka bersentuan dengan sebuah transformer. Kedua remaja tersebut mencoba lari dari dua petugas polisi ketika mereka memanjat substasiun listrik dan secara tidak sengaja melistrik mati mereka.

Remaja ketiga, lelaki berumur 21 tahun, juga terluka namun selamat. Kerusuhan kemudian pecah setelah dilaporkan bahwa remaja yang meninggal berasal dari etnik minoritas di distrik berpenghasilan rendah.

Kematian ini telah menyebabkan ledakan dari ketegangan yang telah ada. Para pemrotes berbicara kepada Associated Press bahwa kerusuhan ini merupakan sebuah ungkapan frutrasi dengan pengangguran dan pelecehan polisi di wilayah tersebut.

Tanggapan politik dan polisi

sunting

Pada 5 November beberapa pejabat pemerintah mengira ada "tangan tersembunyi" mengkoordinasi kerusuhan. Penuntut Paris Yves Bot berkata kepada radio Europe 1 bahwa "Hal ini memberikan gambaran adanya pengaturan."

Reaksi dunia

sunting

Presiden Senegal, Abdoulaye Wade, pada saat kunjungan ke Paris, menyatakan bahwa Prancis harus "mengubah 'ghetto'-ghetto, dan mengintegrasikan seluruh penduduk keturunan Afrika yang meminta untuk berintegrasi."

Pemimpin Libya, Muammar al-Qaddafi bicara dengan Presiden Prancis Jacques Chirac menggunakan telepon dan menawarkan bantuan terhadap situasi tersebut.

Perbandingan sejarah

sunting

Pranala luar

sunting