Kerajaan Kuantan adalah kerajaan Islam yang berada di Rantau Kuantan, sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Kerajaan ini didirikan setelah Perang Padri pada abad ke-19 oleh bangsawan Pagaruyung dan berakhir setelah masuknya pasukan Hindia Belanda pada 1905. Raja-rajanya menyandang gelar Yang Dipertuan di Baserah.

Kerajaan Kuantan

کراجأن کونتن
1833–1905
Ibu kotaBaserah
Bahasa resmiMelayu Tinggi, Minangkabau
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
Sejarah 
• Didirikan
1833
• Dibubarkan
21 Oktober 1905
Didahului oleh
Digantikan oleh
Pagaruyung
Distrik Kuantan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Sejarah

sunting

Masa Pagaruyung

sunting

Rantau Kuantan dahulu adalah salah satu taklukan Pagaruyung. Untuk mengatur wilayah ini, Yang Dipertuan Pagaruyung mengangkat lima urang godang (pembesar), kemudian dikenal sebagai Datuak Nan Balimo. Lima pembesar ini menjadi penghubung antara rakyat Kuantan dengan pihak pusat di Pagaruyung.[1] Tiap tiga tahun, Yang Dipertuan Pagaruyung berkunjung ke Rantau Kuantan untuk menarik pajak.[2]

Lima urang godang tersebut antara lain:[3]

  • Datuak Paduko Rajo, berkedudukan di Lubuk Ambacang
  • Datuak Habib, berkedudukan di Lubuk Jambi
  • Datuak Mudo Bisai, berkedudukan di Taluk
  • Datuak Dano Sikaro, berkedudukan di Inuman
  • Datuak Dano Puto, berkedudukan di Cerenti

Kekuasaan Pagaruyung di Batang Kuantan terhenti di Cerenti. Terbatasnya kekuasaan ini karena ninik mamak di Tigo Lorong lebih memilih tunduk kepada raja Indragiri daripada raja Minangkabau.[4]

Pasca-Perang Padri

sunting

Selama Perang Padri melanda darek, Kuantan tak tersentuh perang tersebut. Hal ini menjadikan Kuantan sebagai tempat pengungsian bagi banyak bangsawan Pagaruyung, salah satunya adalah Yang Dipertuan Sembahyang yang sebelumnya menjadi Raja Adat di Buo. Melalui persetujuan Datuak Nan Balimo, Yang Dipertuan Sembahyang didaulat menjadi raja Kuantan dengan gelar Yang Dipertuan di Baserah.[5]

Pada 1876, Yang Dipertuan di Baserah dijabat oleh Raja Abdullah gelar Yamtuan Putih. Penobatan Raja Abdullah mendapat pertentangan dari ninik mamak di Kuantan bagian barat. Raja Abdullah wafat pada 1901 dan digantikan oleh adiknya, Raja Hasan. Masa Raja Hasan ditandai dengan perselisihan dengan kerabat lainnya, Raja Begap gelar Ungku Sutan, yang menguasai Cerenti dan Inuman. Peristiwa ini semakin melemahkan pengaruh Yang Dipertuan di Baserah atas seluruh Rantau Kuantan.[6]

Pendudukan Kuantan oleh Belanda

sunting
 
Istana Koto Rajo, kediaman terakhir Ungku Sutan

Pada 1904 ketika Hindia Belanda sedang menumpas pergerakan Sultan Thaha di Jambi, mereka menemukan adanya aliran senjata dan buruh yang masuk dari Kuantan. Oleh sebab itu pada tahun berikutnya, Pemerintah Hindia Belanda melakukan serangan ke Kuantan dari arah Indragiri dan Pantai Barat Sumatra.[5]

Dari arah Indragiri, tentara Belanda tak menghadapi perlawanan berarti. Raja Hasan dan Ungku Sutan langsung menyerahkan diri setelah Belanda berhasil masuk ke kediaman mereka. Perlawanan terkeras terjadi dari arah Sumatra Barat.[5] Para pejuang dari Lubuk Jambi, Kari, Jake, dan Taluk melawan pasukan Belanda di Manggis dan Tanjung Bonai. Perang ini dikenal sebagai Perang Manggis dan berakhir dengan jatuhnya Taluk Kuantan pada 11 Oktober 1905.[7][8]

Setelah berhasil menduduki seluruh Kuantan, Pemerintah mengumpulkan Yang Dipertuan Baserah dan para urang godang untuk menandatangani korte verklaring (plakat pendek) pada 21 Oktober 1905.[5] Dalam plakat tersebut, Kuantan dibagi menjadi lima zelfbestuur (enam setelah ditambah Hulu Teso pecahan Kampar Kiri) dan Raja Hasan bersama Ungku Sutan hanya berkuasa di IV Koto di Hilir.[7] Perjanjian ini menandai berakhirnya Kerajaan Kuantan secara de jure dan terbentuknya Distrik Kuantan di bawah Keresidenan Riau.[9]

Daftar raja

sunting

Berikut adalah daftar Yang Dipertuan di Baserah menurut catatan Kementerian Urusan Tanah Jajahan Belanda pada 1910.[2]

  1. Yang Dipertuan Sembahyang
  2. Yang Dipertuan Panjang Lutut
  3. Yang Dipertuan Tunggal
  4. Yang Dipertuan Putih
  5. Yang Dipertuan Sati (....-1876)
  6. Yang Dipertuan Abdullah (1876-1901)
  7. Raja Hasan (1901-1905)

Catatan kaki

sunting

Rujukan

  1. ^ Departement van Koloniën 1910, hlm. 133.
  2. ^ a b Departement van Koloniën 1910, hlm. 130.
  3. ^ Suwardi 1985, hlm. 17.
  4. ^ Rahman, Elmustian (6 Desember 2021). "Sejarah Masyarakat Hukum Adat Tiga Lorong". Tiga Lorong. Diakses tanggal 8 Maret 2024. 
  5. ^ a b c d Stibbe 1918, hlm. 498.
  6. ^ Departement van Koloniën 1910, hlm. 131.
  7. ^ a b Departement van Koloniën 1910, hlm. 132.
  8. ^ Depdikbud RI 1978, hlm. 143.
  9. ^ Regeeringsalmanak 1907, hlm. 288.

Daftar pustaka

  • Departement van Koloniën (1910). "Mededeelingen Betreffende de Kwantan-Districten". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 63 (1/2): 123–137. 
  • Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1978). Sejarah Daerah Riau. Jakarta. 
  • Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1907 (dalam bahasa Belanda). Batavia: Landsdrukkerij. 1907. 
  • Stibbe, D.G. (1918). Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië (H-M) (dalam bahasa Belanda). Leiden: E.J. Brill. 
  • Suwardi M.S. (1985). Pacu Jalur dan Upacara Pelengkapnya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.