Kawih adalah bentuk seni suara yang berasal dari tradisi Sunda. Dalam perkembangannya, kawih mencakup ke dalam berbagai jenis genre seni vokal.[1] Kawih merupakan tradisi yang diturunkan dari mulut ke mulut (oral) sehingga kebanyakan nama penciptanya tidak diketahui.

Kawih yang diiringi kacapi dan suling.

Sejarah

sunting

Kawih telah diketahui keberadaannya di dalam budaya Sunda jauh sebelum kehadiran Tembang Sunda. Sejarah Kawih berasal dari seni bercerita (carita pantun) tentang mitos dan legenda suku Sunda misalnya cerita asal mula padi (Kisah Sulanjana) dan nenek moyang (Kisah Mundinglaya di Kusumah).[2] Carita pantun itu ditampilkan dalam perayaan-perayaan seperti pesta sunatan, pernikahan, panen raya atau ritual penyucian. Carita buhun yang disampaikan telah tertulis dalam dokumen berbahasa Sunda kuno berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang ditulis tahun 1518. Carita pantun selalu diiringi dengan petikan alat musik utama berupa kacapi. Kombinasi pantun dan kacapi ini diperkirakan telah dilakukan sejak zaman kuno.[2] Pada tahun 1840, Bupati Cianjur yang bernama Dalem Pancaniti memerintahkan keempat orang penulis puisi untuk menciptakan lagu-lagu berdasarkan episode carita pantun.[2]

Ritual keagamaan

sunting

Kawih dianggap sebagai kesenian yang berhubungan erat dengan ritual keagamaan. Sama seperti carita pantun, Kawih juga sering digunakan dalam ritual penyucian (ngaruat).[2] Lagu tertentu dianggap mengandung nilai magis yang dimainkan menyembuhkan orang yang dimasuki roh (kasurupan).

Referensi

sunting

Daftar pustaka

sunting
  • Williams, Sean (1990). The Urbanization of Tembang Sunda: An Aristocratic Musical Genre of West Java, Indonesia (dalam bahasa Inggris). University of Washington.