Jalan yang lurus adalah sebuah konsep dalam syariat Islam. Konsep ini diartikan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an sebagai tindakan penyembahan kepada Allah semata. Pedoman untuk mencapai jalan yang lurus ditetapkan kepada beberapa hal, yaitu ajaran Islam dalam Al-Qur'an dan Sunnah dan contoh dari para Sahabat Nabi khususnya Khulafaur Rasyidin. Jalan yang lurus telah diterapkan oleh Nabi Muhammad pada masa kenabiannya dan berlanjut hingga ke masa Kekhalifahan Rasyidin.

Lafaz dan dalil sunting

Jalan yang lurus di dalam Al-Qur'an dilafazkan sebagai shiratal mustaqim. Lafaz ini juga dapat diartikan sebagai jalan yang terang dan jelas.[1] Allah dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyatakan bahwa jalan yang lurus bentuknya dengan melaksanakan ibadah kepada-Nya. Dalam Surah Ali Imran ayat 51 dinyatakan bahwa menyembah Allah sebagai tuhan merupakan jalan yang lurus. Pernyataan yang sama persis dinyatakan kembali dalam Surah Az-Zukhruf ayat 64. Kemudian pada Surah Maryam ayat 36 pernyataan yang sama diulang dengan redaksi yang sedikit berbeda. Lalu pada Surah Yasin ayat 60-61, pernyataan menyembah Allah sebagai jalan yang lurus ditambahkan dengan larangan kepada manusia untuk tidak menyembah setan.[2]

Silang pendapat sunting

Para Sahabat Nabi dan kaum salaf memiliki beberapa pendapat mengenai pengertian dari jalan yang lurus. Ada yang berpendapat bahwa jalan yang dimaksud adalah Al-Qur'an sebagai kitabullah. Pendapat lain menyatakan bahwa jalan yang dimaksud adalah Islam. Sementara sebagian pendapat lainnya menyatakan bahwa jalan yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa jalan yang dimaksud adalah tindakan para Khulafaur Rasyidin.[1]

Ibnu Taimiyah memberikan pendapatnya mengenai jalan yang lurus. Ia menggabungkan dan menyatukan pendapat-pendapat para Sahabat Nabi dan kaum salaf. Ibnu Taimiyah mengemukakan bahwa pendapat-pendapat tersebut saling mendukung satu sama lain dan saling menguatkan. Ia kemudian berpendapat bahwa jalan yang lurus adalah jalan menerapkan Islam dengan bimbingan dari Al-Qur'an yang penjelasannya diperoleh dari Sunnah dan dicontohkan oleh Sahabat Nabi khususnya para Khulafaur Rasyidin.[1]

Periode penerapan sunting

Masa Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin sunting

Penerapan jalan lurus yang pertama diperoleh oleh Nabi Muhammad selama masa kenabiannya dalam penyebaran Islam. Setelah itu, jalan lurus ini diteruskan kepada para penggantinya sebagai khalifah yaitu Khulafaur Rasyidin. Kekhalifahan Rasyidin dimulai sejak tahun 632 Masehi. Periodenya berlangsung selama 4 masa kepemimpinan khalifah yang semuanya merupakan Sahabat Nabi. Khalifah pertama adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang memimpin Kekhalifahan Rasyidin hingga tahun 634 Masehi. Kemudian dilanjutkan oleh Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua yang memimpin hingga tahun 644 Masehi. Setelah itu, Kekhalifahan Rasyidin dipimpin oleh Utsman bin 'Affan sebagai khalifah ketiga hingga tahun 656 Masehi. Kekhalifahan Rasyidin berakhir dalam kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat hingga tahun 661 Masehi.[3]

Referensi sunting

  1. ^ a b c Al-Qaradhawi, Yusuf (2019). Artawijaya, ed. Tafsir Juz 'Amma. Diterjemahkan oleh Nurdin, Ali. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 2. ISBN 978-979-592-827-0. 
  2. ^ Mansur, Syafi'in (Juni 2015). Dzawafi, Agus Ali, ed. Menyingkap 10 Perintah Allah kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an (PDF). Serang: Penerbit A-Empat. hlm. 172–173. ISBN 978-602-0846-16-3. 
  3. ^ Esposito, John L. (2004). Islam Warna-warni: Ragam Ekspresi Menuju "Jalan Lurus" (al-Shirât al-Mustaqîm) [Islam: The Straight Path]. Diterjemahkan oleh Maftuhin, Arif. Paramadina.