Jabal Rahmah terletak di Arafah, Makkah, Arab Saudi, adalah sebuah bukit yang memiliki signifikansi sejarah yang besar dalam agama Islam. Dalam bahasa Arab, Jabal Rahmah bermakna "Bukit Kasih". Menurut tradisi Islam, bukit ini dianggap sebagai tempat di mana Nabi Adam dan Hawa bersatu setelah diusir dari surga. Jabal Rahmah menjadi saksi tempat di mana keduanya memohon pengampunan dari Allah SWT dan dipertemukan kembali setelah mengalami pengasingan. Oleh karena itu, bukit ini memiliki makna simbolis sebagai lambang rekonsiliasi dan pengampunan.[1]

Jabal Rahmah

Sejarah

sunting

Jabal Rahmah memiliki keterkaitan dengan peristiwa bersejarah dalam Islam. Di bukit ini, Nabi Muhammad SAW memberikan pidato perpisahannya kepada umat Islam pada tahun 632 Masehi, ketika melaksanakan Haji Wada (Haji Perpisahan). Pidato tersebut, yang dikenal sebagai Khutbah Wada' atau Pidato Perpisahan, merupakan momen di mana Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan-pesan penting kepada para pengikutnya.[1]

 
Gerbang Masuk Jabal Rahmah

Jabal Rahmah juga menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh jamaah haji dan umrah sebagai bagian dari perjalanan ibadah mereka. Banyak orang datang ke bukit ini untuk berdoa, merenung, dan memohon pengampunan kepada Allah SWT. Sebagai tempat bersejarah dan sakral, Jabal Rahmah memegang peran penting dalam perjalanan spiritual umat Muslim. Bukit ini juga menjadi simbol dari kasih sayang dan pengampunan Allah SWT dalam tradisi Islam.[1]

Monumen penting

sunting

Pada setiap musim haji, terutama ketika umat Islam menjalani wukuf di Arafah, sebuah bukit kecil setinggi 70 meter menjadi penuh dengan para jamaah haji yang mengenakan pakaian ihram putih-putih. Mereka menyampaikan doa-doa panjang dengan penuh kekhusyukan. Banyak yang meyakini bahwa tempat ini merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa.[2]

 
Jabal Rahmah

Sebagian jamaah lainnya datang ke sini dengan motivasi penasaran atau untuk mengabadikan kenangan, baik melalui selfie atau dengan meminta orang lain untuk mengambil foto dan video. Bagi fotografer media, kerumunan manusia yang memenuhi bukit kecil ini selalu menjadi objek foto ikonik yang sangat layak diabadikan.[2]

Kisah pertemuan Adam dan Hawa sudah sangat akrab di telinga jamaah haji Indonesia. Di antara doa-doa yang dipesan oleh saudara dan kerabat yang belum bisa berangkat haji adalah urusan perjodohan. Di tempat ini, doa pesanan tersebut dipanjatkan. Jamaah haji Indonesia memanfaatkan waktu selama di Arafah untuk mengunjungi Jabal Rahmah. Kesempatan yang paling ideal untuk mengunjungi tempat ini adalah pada pagi atau petang ketika matahari tidak terlalu terik.[2]

Kondisi saat ini

sunting

Semakin mendekati area Jabal Rahmah, jumlah jamaah yang datang dari berbagai arah semakin padat. Bukit kecil ini dikelilingi oleh jalan lingkar yang memudahkan orang mengakses tenda haji mereka dari berbagai sisi. Sebuah pelataran luas di sekelilingnya disemprotkan air untuk menurunkan suhu udara yang panas. Di sini, segala macam variasi warna kulit, ras, postur tubuh, suku, dan kebangsaan disatukan dalam keimanan Islam. Pedagang menjajakan berbagai barang dagangan seperti baju, kopiah, tasbih, dan oleh-oleh jamaah haji, menciptakan keramaian di sekitar bukit. Mayoritas pedagang berasal dari benua Afrika, dengan warna kulit dan postur tubuh yang beragam.[3]

Tidak jauh dari bukit kecil tersebut terdapat Masjid Namirah. Di satu sisi, terdapat jalan berundak yang memudahkan pengunjung untuk mencapai puncak. Undakan tersebut terbagi dalam tiga level, memberikan tempat istirahat bagi mereka yang lelah. Namun, sebagian jamaah memilih untuk mengambil jalur yang lebih menantang dengan meloncati batu-batu berbagai ukuran dan bentuk.[3]

Di puncak bukit, terdapat sebuah tugu beton berwarna putih setinggi 8 meter dengan lebar 1.8 meter. Tempat duduk yang nyaman di sekitarnya dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berdoa dengan khusyuk. Sayangnya, bagian bawah tugu putih itu tampak hitam akibat coretan-coretan, termasuk tulisan Arab dan Latin. Nama-nama khas Indonesia juga terlihat tertoreh di tugu tersebut. Para askar berjaga di sekitar tempat itu untuk mencegah penulisan yang tidak semestinya, seperti nama-nama kekasih atau harapan akan datangnya jodoh, yang telah menjadi ikon dari bukit ini. Meskipun tidak dapat menulis di tugu, beberapa batu diberikan coretan bersama dengan simbol hati. Saat matahari semakin redup menjelang sore, siluet kemerahan muncul di sekeliling bukit hingga akhirnya tenggelam. Pendar-pendar lampu yang menerangi kawasan Arafah menjadi titik-titik cahaya saat hari beranjak gelap.[3]

Dari kejauhan, Zamzam Tower yang berjarak sekitar 25 kilometer terlihat samar-samar di antara awan. Momen ini diabadikan sebagai kenangan bahwa mereka telah sampai di sini. Namun, sayangnya, sampah dari botol-botol minuman berserakan di sekitar, menunjukkan kurangnya perhatian terhadap kebersihan di sepanjang jalur menuju lokasi tersebut. Para petugas kebersihan dengan kantong sampah besar berjaga di jalanan, tetapi kebersihan Jabal Rahmah sendiri terlihat terabaikan. Dengan pendekatan pengelolaan yang lebih baik dari pemerintah Arab Saudi, di mana pengunjung dapat mengekspresikan gairah cinta mereka tanpa batasan halal, haram, atau bid’ah, tempat ini dapat menjadi destinasi yang lebih menarik. Terdapat kompleksitas dalam hidup yang tidak selalu dapat diukur dengan kacamata hitam-putih atau konsep halal-haram.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Astuti, Zaky Al-Yamani, Lutfi Dwi Puji (2023-06-26). "Sejarah Jabal Rahmah di Arafah". www.viva.co.id. Diakses tanggal 2024-02-19. 
  2. ^ a b c "Jabal Rahmah, Penanda Cinta dan Kasih Sayang para Utusan Allah". NU Online. Diakses tanggal 2024-02-19. 
  3. ^ a b c d tim. "Jabal Rahmah, Bukit Kasih Sayang Tempat Adam dan Hawa Kembali Bertemu". gaya hidup. Diakses tanggal 2024-02-19.