Idiosinkrasi adalah efek obat yang menimbulkan reaksi abnormal yang berlainan dengan efek normalnya. Penyebab umum dari idiosinkrasi adalah penyakit genetik. Reaksi yang timbul bersifat  tidak spesifik dan tidak dapat dijelaskan oleh reaksi farmakologis. Idiosinkrasi dapat terjadi pada kasus alergi dan hipersensitivitas. Obat yang menyebabkan idiosinkrasi hingga mengancam nyawa harus dihentikan penggunaannya.

Penyebab

sunting

Idiosinkrasi merupakan kondisi reaksi obat yang bersifat abnormal secara kualitatif pada efek obatnya.[1] Penyebab umum dari idiosinkrasi adalah kelainan genetik pada pasien yang menerima obat. Salah satunya adalah defisiensi G6PD.[2]

Reaksi

sunting

Reaksi obat yang terjadi pada idiosinkrasi bersifat tidak spesifik. Karena itu, reaksi yang muncul tidak dapat dijelaskan oleh reaksi farmakologis.[3] Penyebab reaksi idiosinkrasi pada obat adalah metabolisme obat atau defisiensi enzim. Reaksi idiosinkrasi biasanya terjadi pada orang yang suseptibel secara terduga maupun tidak terduga.[4]

Idiosinkrasi termasuk efek obat karena alergi dengan spektrum efek toksik. Efek lain yang berlaku pada idiosinkrasi adalah efek hipersensitivitas dengan spektrum efek toksik.[5] Efek alergi pada idiosinkrasi terjadi karena reaksi antara antigen yang meliputi hapten dan protein, dengan antibodi di dalam tubuh. Sementara efek hipersensitivitas muncul karena reaksi hipersensitif dari tubuh terhadap toksikan.[6]

Kasus penyakit

sunting

Idiosinkrasi dapat terjadi pada penderita anemia hemolitik yang telah sembuh dari penyakit malaria dengan obat primakuin atau derivatnya. Contoh lainnya adalah timbulnya kecemasan dan kegelisahan pada pasien yang menggunakan obat neuroleptika. Kasus idiosinkrasi juga terjadi pada penggunaan obat analgetika dan morfin. Ada pula penggunaan obat yang dapat tetapi tidak sering menimbulkan idiosinkrasi. Misalnya penggunaan kloramfenikol yang menyebabkan anemia aplastik.[7]

Penanganan

sunting

Idiosinkrasi merupakan efek obat dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi. Obat yang menghasilkan idiosinkrasi tidak boleh lagi diberikan jika reaksi sebelumnya bersifat mengancam nyawa dari penderitanya.[8]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Anief, Moh. (2010). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 3. ISBN 978-602-386-724-0. 
  2. ^ Tjay dan Rahardja 2015, hlm. 37.
  3. ^ Mariyono dan Suryana 2008, hlm. 165.
  4. ^ Mariyono dan Suryana 2008, hlm. 166.
  5. ^ Kurniawidjaja, dkk. 2021, hlm. 71.
  6. ^ Kurniawidjaja, dkk. 2021, hlm. 110.
  7. ^ Tjay dan Rahardja 2015, hlm. 37-38.
  8. ^ Mariyono dan Suryana 2008, hlm. 170.

Daftar pustaka

sunting
  • Mariyono, H. H., dan Suryana, K. (2008). "Adverse Drug Reaction". Jurnal Penyakit Dalam. 9 (2).