Helianti Hilman (lahir 09 Maret 1971) di Jember adalah seseorang Social Enterprenuer yang menjadi pelopor pemberdayaan para petani di Javara Academy atau Sekolah Seniman Pangan dari 2008 hingga sekarang. Seorang yang memiliki latarbelakang pendidikan Sarjana Hukum Internasional lulusan Universitas Padjadjaran , Bandung dan Master Hukum Hak Kekayaan Intelektual King's College lulusan University of London.[1]

Helianti Hilman, 2019

Prestasi

sunting

Dia adalah wanita yang berprestasi dengan segudang prestasi secara Nasional maupun Internasional. Seperti EY Indonesian Social Enterpreneur of The Year (2013) – The Inspiring Women Honor Roll versi Forbes Indonesia (2014) – Schwab Social Enterpreneur of The Year (2015) – dan Top 10 Social Enterpreneurs di Indonesia versi Top Ten Asia (2016) .

Pengalaman

sunting

Di balik kesuksesannya dalam bidang Social Enterprenuer terdapat perjuangannya yang penuh rintangan. Seperti yang dilansir dari kompas 12 Agustus 2018 dikemukakan alasannya mendirikan Sekolah Seniman Pangan. Tiga kali hampir gulung tikar menjadikannya belajar dari pengalaman, Helianti Hilman sekarang bekolaborasi dengan 52.000 petani di pejuru Indonesia. Produknya di bawah bendera Javara telah diekspor ke 23 negara. Agar orang lain tidak mengalami kejatuhan seperti dirinya, Helianti membuka Javara Academy atau Sekolah Seniman Pangan.

Pesertanya adalah anak-anak petani yang belajar mengolah ide dan mewujudkannya menjadi produk yang dicari pasar. Bahan bakunya dari sawah, ladang, kebun, dan hutan yang mendorong mereka masuk ke pertanian.

PT Kampung Kearifan Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Javara yang telah dirintis sejak sembilan tahun silam, kini telah memiliki 900 jenis produk dengan 250 di antaranya telah memperoleh sertifikat organik berstandar internasional. Dari jumlah tersebut, tidak sampai 10 yang diproduksi sendiri oleh Javara, sisanya oleh komunitas petani berdasarkan berbagai skema kerja sama, seperti joint venture, investasi murni, sharing saham, dan pinjaman alat atau modal.

Toko Javara di Jalan Kemang Utara, Jakarta Selatan, seperti deretan ekosistem dengan segala kekayaannya yang menjelma menjadi produk siap pakai. Mulai dari hutan, lahan gambut, rawa, lahan kering, hingga kebun dan sawah ladang. Tepung kelapa, tepung sagu, biskuit kelapa, mi bayam, VCO, madu, biji chia, dan ratusan lainnya menghuni rak. Semuanya produk lokal.

Berdampingan dengan area toko tampak meja panjang berisi deretan menu makanan yang bahan bakunya diambilkan dari toko. Di sebelahnya juga terdapat meja panjang dengan deretan kursi. Di sinilah berlangsung peserta diajari pemetaan pasar, pengembangan produk, hingga menghitung biaya produksi, dan fotografi produk.

Menghasilkan entrepreneur tidak bisa semalam langsung jadi. Ada orang yang meliliki daya juang yang tinggi, sehingga ketika menjalani short course sudah bisa. Akan tetapi, ada juga mereka yang harus ditumbuhkan terlebih dahulu seperti perilaku, daya juang, dan mentalnya. Sehingga ia juga membuat program jangka panjang dua tahun yang bertempat di Bekasi. Delapan bulan di kebun, 6 bulan food processing, dan 6 bulan food service karena setiap petani di sekolah diwajibkan bisa memasak.

Hingga sekarang telah dihasilkan lulusan dari Kupang, Selayar, Flores, Jailolo, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Papua, dan lainnya. Pendidikan ini tidak berbayar, tetapi peserta harus bekerja untuk mengganti biaya pendidikan. Kerja di sini berarti menghasilkan produk dan kemudian mencicil biaya pendidikan lewat produk tersebut berdasarkan kesepakatan. Sebagai contoh mereka produksi 1.000 botol selai kacang, yang 500 botol dijual kepaddanya, yang 100 botol untuk mencicil biaya pendidikan, sisanya bebas mereka jual.

Bekal Sekolah

sunting

Peserta dituntun selama tiga bulan setelah pendidikan mampu memilih bahan baku yang akan diolah menjadi produk jadi dengan bekal dari sekolah. Mereka juga dilengkapi peralatan yang ringkas dengan kebutuhan listrik kecil untuk meringankan kerja. Dengan cara ini, Heli lebih cepat menghasilkan seniman-seniman pangan seperti dirinya atau farmpreneur alias petani pengusaha.

Heli adalah seorang wanita perempuan yang dulunya berprofesi sebagai penasihat hukum dan konsultan bidang pembangunan ekonomi perdesaan untuk berbagai lembaga internasional selalu mendorong petani mencari tanaman unik untuk diolah dan memberinya nilai tambah, terutama untuk petani yang tinggal di daerah terpencil. Petani akan membantu Heli menemukan bahan unik, sedangkan Heli akan meminjamkan kacamatanya yang memahami keinginan pasar dan membantu produk petani sampai ke pasar. Seperti garam tanaman, produk terbaru yang tengah diolahnya. Menghidupkan dan melestarikan biodiversitas kemudian menjadi misi Javara. Ketika mengawali Javara, Heli memulai dengan target domestik, tetapi ternyata pasar belum siap menerima. Pertumbuhan dua tahun pertama sangat lambat meski semua supermarket premium sudah dimasuki. Heli kemudian banting setir dengan mengekspor produknya ke Eropa. Momentumnya tepat sekali karena konsumen sedang mencari produk organik. Ditambah dengan produknya yang bisa dirunut asal-usulnya, lengkap dengan cerita tentang petani, ekologi, dan biodiversitas, membuat produk Javara diterima dengan baik.

Porsi ekspornya pada 2011 yang semula 20 persen meningkat menjadi 90 persen pada 2014. Sehingga kami mulai membangun kesadaran dan kebanggaan konsumsi produk organik lokal. Jadi sekarang porsi ekspor dan pasar lokal hampir sama. Sekarang terdapat 600 titik di seluruh Tanah Air yang menjual produk Javara dengan hanya satu toko yang dikelola sendiri, yakni di Kemang, dan menyusul di Bali yang telah dibuka bulan September . Heli juga tengah menjajaki membuka toko di Amerika Serikat dan Australia untuk melengkapi upaya diplomasi gastronomi Indonesia

Spiritualisme Pertanian

sunting

Pertemuannya dengan petani dari sejumlah daerah yang meminta nasihat hukum kepadanya karena dikriminalisasi oleh korporasi besar memberinya keberanian untuk memulai Javara. Pergaulannya dengan petani di kemudian hari sering kali berbuah pada pengetahuan spritualisme pertanian

Heli dan suami, Dian Patria, pernah 3,5 bulan keliling sejumlah daerah dan tinggal bersama para petani untuk mengetahui kehidupan mereka. Heli berbagi kisah yang membuatnya tersadar oleh apa yang telah diajarkan seorang petani dari Jawa Barat. Suatu kali, pagi-pagi buta selepas shalat Subuh, Heli diajak pergi ke sawah. Ia kemudian ditegur halus agar melepas sepatunya. Dengan alasan dari petani tersebut bahwa kita mau silaturahim ke bumi dan tanaman agar tidak ada jarak. Kemudian tambah dari petani jika mood-nya sedang tidak bagus, lebih baik tidak ke sawah nanti membuat susah padi saya.

Berbagai pengalaman menarik bersama petani, didukung kritikan dari sang suami dan ibundanya, mendorong Heli bertahan mengembangkan Javara. Setiap dua tahun sekali ia mengirim petani ke Italia untuk belajar bersama petani di sana. Heli menempatkan petani sebagai artis di bawah sorot lampu perhatian. Dengan dukungan pengetahuan dan teknologi yang tepat, dia percaya, petani Nusantara bisa hidup sejahtera.

Referensi

sunting
  1. ^ Rejeki, Sri (12 Agustus 2018). "Pencetak Seniman Pangan". Kompas.