Hartono Rekso Dharsono
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Hartono Rekso Dharsono dikenal dengan sapaan Pak Ton atau Bang Kalong (10 Juni 1925 – 5 Juni 1996) adalah seorang tokoh militer dan politik Indonesia.
Hartono Rekso Dharsono | |
---|---|
Sekretaris Jenderal ASEAN ke-1 | |
Masa jabatan 5 Juni 1976 – 18 Februari 1978 | |
Pendahulu Kantor dibuat | |
Pangdam Siliwangi | |
Masa jabatan 1966–1969 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Pekalongan, Jawa Tengah, Hindia Belanda (sekarang Indonesia) | 10 Juni 1925
Meninggal | 5 Juni 1996 Bandung, Jawa Barat, Indonesia | (umur 70)
Kebangsaan | Indonesia |
Alma mater | Institut Teknologi Bandung |
Profesi | Diplomat |
Karier militer | |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Masa dinas | 1945—1969 |
Pangkat | Letnan Jenderal TNI |
Satuan | Infanteri |
Sunting kotak info • L • B |
Riwayat Hidup
suntingLatar belakang dan pengabdian
suntingPak Ton dilahirkan sebagai anak kesembilan dari 12 bersaudara. Pak Ton yang pernah memperoleh pendidikan militer di Belanda ini, memulai kariernya di dunia militer di Divisi Siliwangi sebagai seorang komandan regu, pleton dan kemudian komandan batalyon pada masa perang kemerdekaan (1946-1949). Pada tahun 1947 Pak Ton memimpin Batalyon III Jonggol (Tji Baroesa) atau sering di sebut Batalyon Badak Putih, bersama Kapten Oking Djajaatmadja yang melakukan perlawanan di daerah Jonggol, Bogor hingga Bekasi. Pada 1948 ia menjadi Komandan Batalyon 322/Siluman merah yang pernah ditugaskan menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Ia juga pernah menjabat sebagai kepala staf brigade di Siliwangi, dan kemudian bertugas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) (1954-1956) dan sebagai Wakil Gubernur Akademi Militer Nasional (1956-1959). Ia juga mendapat kepercayaan untuk menjabat sebagai Staf Kodam Siliwangi hingga dua kali, yaitu pada 1960 dan 1964-1965.
Pada 1962-1964 ia mendapat tugas sebagai atase militer di London, Inggris. Selesai dengan tugasnya di London, H.R. Dharsono diangkat menjadi Asisten III Panglima Angkatan Darat (1965-1966) dan kemudian sebagai Pangdam ke-9 Kodam VI Siliwangi (kini Kodam III) (1966-1969).
Pada 1969, Pak Ton diangkat menjadi Duta Besar di Thailand. Tugas ini dijalaninya hingga 1972. Ia kemudian diangkat menjadi Duta Besar di Kamboja (1972-1975). Ia kemudian menjadi Ketua Delegasi RI pada International Commission for Control and Supervision (ICCS) dalam upaya mengakhiri Perang Vietnam (1973-1975)..
Pada 1976, ia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal ASEAN, tetapi jabatan ini tidak sempat dijalaninya hingga selesai. Pada 1978 ia dicopot dari jabatannya itu karena terlibat dalam kelompok Petisi 50, yaitu sekelompok tokoh politik, militer dan masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan Presiden Soeharto saat itu.
Setelah itu ia beralih ke swasta menjadi direktur utama PT. Propelat Bandung (1978-1980). Ia juga pernah menjadi Sekjen pada Forum Studi dan Komunikasi (Fosko) TNI Angkatan Darat.
Ditahan dan dipenjarakan
suntingPada 1984 terjadi pengeboman atas beberapa kantor Bank Central Asia (BCA) di Jakarta, yaitu BCA di Jl. Pecenongan, di kompleks pertokoan Glodok, dan di Jl. Gajah Mada. Lima orang ditangkap dan dipenjarakan sehubungan dengan peristiwa ini. Namun kemudian beberapa tokoh Petisi 50 pun ikut ditangkap, yaitu H.M. Sanusi dan A.M. Fatwa serta H.R. Dharsono.
Pada 8 November 1984 ia ditahan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta di LP Salemba. Ia diajukan ke pengadilan pada 19 Agustus 1985 dan dinyatakan bersalah melakukan delik politik dan tindak subversif, menghadiri rapat-rapat yang berkaitan dengan pengeboman tersebut. Pada 8 Januari 1986 pengadilan menjatuhkan hukuman tahanan selama 10 tahun kepadanya. Tuntutan ini lima tahun lebih ringat daripada tuntutan jaksa.
Pak Ton menyatakan naik banding atas hukuman 10 tahun yang dijatuhkan itu. Pengadilan Tinggi kemudian mengurangi masa hukumannya menjadi tujuh tahun. Masa hukuman ini dikukuhkan oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi. H.R. Dharsono dibebaskan setelah 5 tahun mendekam di penjara. Ia keluar dari LP Cipinang pada 16 September 1990 karena remisi yang diterimanya setiap tanggal 17 Agustus.
Menurut keluarganya, selepas dari tahanan, Pak Ton tidak mendendam kepada siapapun dan tidak pernah mengeluh tentang apa yang telah dialaminya. Itu semua dianggapnya sebagai risiko dari perjuangan yang telah diperhitungkannya.
Sakit dan akhir hayat
suntingSejak keluar dari LP Cipinang, Pak Ton menginap penyakit bronkitis. Ia kemudian menderita kanker. Setelah dua minggu dirawat di Rumah Sakit Advent Bandung, ia menghembuskan napasnya yang terakhir pada pagi hari, 5 Juni 1996. Jenazahnya dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum Sirna Raga, Bandung, dengan upacara kemiliteran. H.R. Dharsono kehilangan haknya untuk dikebumikan di Taman Makam Pahlawan karena ia pernah dipenjarakan selama lebih dari satu tahun.
Pemakamannya di tempat pemakaman umum ini sempat menimbulkan kekecewaan di kalangan teman-teman dekat Pak Ton. Ali Sadikin, misalnya, menyatakan bahwa status Pak Ton tidak jelas. Memang ia pernah dipenjarakan, tetapi tanda-tanda kehormatan dan pensiunnya tidak pernah dicabut. Meskipun demikian, keluarga Pak Ton tidak pernah mengeluh dan menyatakan telah siap menerima kenyataan ini.
Riwayat Karir
suntingMiliter
sunting- Komandan regu, komandan peleton di Divisi Siliwangi (1945 - 1947)
- Komandan Batalyon Badak Putih di Jonggol (1947 - 1948)
- Komandan Batalyon 322/Siluman merah yang pernah ditugaskan menumpas pemberontakan PKI di Madiun (1948-1949)
- Kepala Staf Brigade 23/Siliwangi yang ikut serta merencanakan operasi penumpasan RMS (1950 - 1953)
- Mendapat tugas belajar di Hogere Krijge School, Den haag, Belanda (1952)
- Perwira perbantukan pada Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) dan menjadi Asisten II Staf persiapan Akademi Militer Nasional (1953)
- Kepala Staf Akademi Militer Nasional (1954 - 1956)
- Wakil Gubernur Akademi Militer Nasional (1957 - 1958)
- Gubernur Akademi Militer Nasional (1958 - 1960)
- Kepala Staf Kodam III Siliwangi (1960 - 1962)
- Atase Militer RI di London (1962 - 1964)
- Perwira Pembina di Kodam III Siliwangi (1964 - 1965)
- Asisten III Panglima Angkatan Darat (1965 - 1966)
- Deputi/Asisten Panglima Kopkamtib (1966)
- Pangdam VI Siliwangi (1966 - 1969)
Pada 1969 ia mengakhiri karir di militer:
Sipil
sunting- Duta Besar RI untuk Muangthai (1969 - 1971)
- Duta Besar RI untuk Rakyat Khmer dan juga menjabat Ketua Delegasi RI pada International Commission for Control and Supervision (ICCS) dalam upaya untuk mengakhiri perang Vietnam (1972 - 1975)
- Sekjen ASEAN yang pertama (1976 - 1978)
- Beralih ke swasta menjadi direktur utama Propelat, lalu mengundurkan diri dan aktif pada Forum Studi & Komunikasi (FOSKO) TNI-AD (Setelah 1978).
Kehidupan Pribadi
suntingH.R. Dharsono meninggalkan seorang istri, Andrijana, enam orang anak dan 14 orang cucu.
Aneka rupa
sunting- Ketika menjabat sebagai Pangdam VI/Siliwangi, H.R. Dharsono sangat dekat dengan mahasiswa dan sering ikut siaran malam hari di radio mahasiswa Bandung, Radio Mara. Ia menyamar dengan sebutan Bang Kalong, karena datangnya selalu di malam hari. Dalam siarannya ini, Bang Kalong berbicara tentang masalah sosial dan menerima keluhan-keluhan masyarakat dari masyarakat tentang apa saja.
- Penyanyi kesayangan Pak Ton adalah Andy Williams dengan lagunya "The Impossible Dream". Pada hari ia dimakamkan, Radio Mara memutar lagu ini berulang-ulang.
- Pak Ton semasa menjadi Pangdam VI/Siliwangi pernah mengeluarkan Surat Perintah agar masyarakat Jawa Barat tidak dikunjungi atau mengunjungi Mantan Presiden Indonesia, Soekarno pada antara tahun 1968 - 1969 (Kemungkinan Diperintah oleh Soeharto)
Tanda Kehormatan
sunting- Kamboja :
- Grand Cross of the Royal Order of Sahametrei (27 Januari 1975)[1]
Pranala luar
sunting- Selamat Jalan Pak Ton Diarsipkan 2006-09-20 di Wayback Machine.
Jabatan militer | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Ibrahim Adjie |
Pangdam VI/Siliwangi 1966–1969 |
Diteruskan oleh: Witono Sarsono |
Jabatan diplomatik | ||
Didahului oleh: Achmad Yusuf |
Duta Besar Indonesia untuk Thailand 1969–1971 |
Diteruskan oleh: Soetarto Sigit |
Didahului oleh: Suharnoko Harbani |
Duta Besar Indonesia untuk Kamboja 1972–1975 |
Diteruskan oleh: M. Ishak Juarsa |
- ^ Indonesia. Embassy (Cambodia), Nazaruddin Nasution (2002). Indonesia-Cambodia Forging Ties Through Thick and Thin. Kamboja: Embassy of the Republic of Indonesia. hlm. 45. line feed character di
|title=
pada posisi 19 (bantuan)