Gunung Sunda

gunung di Indonesia

Gunung Sunda merupakan gunung berapi purba yang terletak di wilayah Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Gunung Sunda yang ada saat ini, bersama dengan Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang serta Gunung Bukit Tunggul, merupakan sisa dari Gunung Sunda Purba yang pernah meletus besar pada zaman prasejarah. Meletusnya Gunung Sunda juga sudah mengakibatkan terbentuknya Kaldera Sunda.[butuh rujukan]

Penamaan sunting

Menurut salah seorang sepuh atau orang tua yang berusia kurang lebih 85 tahun, yang berdomisili di Arjasari, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Gunung Sunda Purba dulu dikenal dengan nama Gunung Chuda yang dalam Bahasa Sansekerta berarti putih. Dinamai Gunung Chuda karena konon katanya puncak dari gunung selalu tertutup es atau salju, sehingga ada beberapa pengembara yang berasal dari India dapat melihat Gunung Chuda dengan jelas. Diperkirakan para pengembara melihat gunung tersebut dari dataran Sumatera. Karena rasa penasaran yang tinggi, para pengembara mendatangi gunung tersebut, hingga akhirnya sampai di kawasan Gunung Chuda. Akibat pelafalan penduduk lokal, kata chuda pun bergeser menjadi Sunda. Berhubungan dengan chuda memiliki arti putih, maka Sunda identik dengan warganya atau masyarakatnya yang memiliki kulit yang cenderung putih.

Sejarah letusan sunting

Gunung Sunda adalah gunung berapi yang terbentuk sebagai hasil dari penunjaman lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia. Berdasarkan analisis tefrakronologi, vulkanisme gunung gunung api Sunda-Tangkuban Parahu dikelompokan 4 vulkanisme, dari tua ke muda, yaitu dari Gunung Pra-Sunda, Sunda, Tangkuban Parahu Tua, Tangkuban Parahu Muda.[1] Gunung Sunda menjadi induk dari sejumlah gunung berapi di Jawa Barat. Gunung ini lahir dari letusan gunung berapi sebelumnya, Gunung Jayagiri atau Pra-Sunda sekitar 500.000 hingga 560.000 tahun yang lalu setelah mengalami masa dormansi selama 290.000 tahun yang membentuk kaldera Pra-Sunda.[1][2] Dari kaldera tersebut, 300.000 tahun kemudian Gunung Sunda lahir.[3]

Fase vulkanisme aktif 210.000 - 128.000 tahun yang lalu menghasilkan episode letusan yang mengeluarkan lava, disusul dengan episode 13 unit letusan yang dalam satu unit letusan bisa terjadi lebih dari satu kali letusan besar.

Kurang lebih 105.000 tahun yang lalu fase letusan-letusan yang meruntuhkan badan Gunung Sunda, hingga membentuk kaldera dimulai. Meliputi fase Plinian, Freatomagmatik, dan fase Ignimbrit.

Pada fase Ignimbrit tercatat lontaran volume materi yang dikeluarkan mencapai 66 km3 hingga menutupi kawasan hingga radius 200 km2. Sebagian material diterbangkan oleh angin ke seluruh dunia, sehingga total material yang dikeluarkan mencapai 110 km3. Material gununung berapi disemburkan hingga sejauh Citarum di selatan Rajamandala. Di beberapa tempat rata-rata ketebalan mencapai 40 meter, endapan aliran piroklastik Sunda memiliki ketebalan 4 meter - 180 meter. Banyak material yang dikeluarkan telah mengosongkan dapur magma, mengakibatkan sebagian besar dari tubuh Gunung Sunda runtuh, hingga membentuk kaldera seluas 6,5 x 7,5 km dan endapan ignimbrit Manglayang. Pada fase freatomagmatik yang melontarkan volume sebanyak 1,71 km3, dan ketiga adalah fase plinian yang melontarkan material gunung api sebanyak 1,96 km3.[3]

T. Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia, lebih jauh menyimpulkan bahwa letusan Gunung Sunda fase ketiga itulah yang telah menguruk Citarum Purba di utara Padalarang, hingga membentuk danau raksasa, Danau Bandung Purba.

Dari Kaldera Gunung Sunda itu kemudian lahir Gunung Tangkuban Parahu Tua yang diperkirakan meletus antara 90.000 - 10.000 tahun yang lalu sebanyak 30 unit letusan. 12 unit letusan terjadi antara 10.000 - 50 tahun yang lalu pada Gunung Tangkuban Parahu Muda.

Erupsi dari Tangkuban Parahu, bersamaan dengan terjadinya patahan Lembang sampai Gunung Manglayang yang memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi Bandung. Kejadian yang diperkirakan van Bemmelen berlangsung pada kisaran 11.000 tahun yang lalu.

Sisa-sisa sunting

Sisa gunung purba raksasa yang terbentuk 2 juta tahun yang lalu ini sekarang adalah punggungan bukit. Di sekitar Situ Lembang dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut sampingan dari Gunung Sunda Purba.

Sisa lain dari lereng Gunung Sunda Purba ini terdapat di sebelah utara gunung, khususnya sebelah timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Manglayang, yang oleh van Bemmelen disebut sebagai blok Pulasari.

Sisa lain dari Gunung Sunda Purba ini menurut Koesoemadinata dalam makalahnya “Asal-Usul dan Prasejarah Ki Sunda” adalah Bukit Putri yang berada di sebelah timur laut Lembang.[4]

Referensi sunting

  1. ^ a b Mamay Surmayadi; Prihadi Soemintadiredja; Diky Irawan; Arisbaya, Ilham (2011). "DINAMIKA VULKANISME GUNUNGAPI TANGKUBAN PARAHU". doi:10.13140/RG.2.1.3527.4088. 
  2. ^ Kartikasari, Winda (2021-09-06). "Berita Acara Geopark Sunda "Sejarah Evolusi Gunung Sunda" – MAGI". magi.iagi.or.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-31. Diakses tanggal 2022-07-30. 
  3. ^ a b "Danau Bandung bukan karena Tangkuban Parahu". www.ubb.ac.id. 2008-05-06. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-30. Diakses tanggal 2022-07-30. 
  4. ^ Samantho, Ahmad Yanuana (2016-08-02). "Menelusuri Jejak Gunung Sunda, Gunung Purba di Tanah Pasundan". Bayt al-Hikmah Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-23. Diakses tanggal 2019-11-02.