Garis Sempadan adalah garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, dan pipa gas, tergantung jenis garis sempadan yang dicantumkan. Di bagian luar dari garis ini, pemilik tanah tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan.[1]

Jenis garis sempadan

sunting

Garis sempadan diciptakan untuk berbagai alasan sesuai dengan jenisnya, namun umumnya untuk melindungi penghuni bangunan itu sendiri.

Garis Sempadan Jalan

sunting

Garis sempadan jalan (GSJ) merupakan garis batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Biasanya di muka GSJ akan digunakan sebagai jalur untuk instalasi pipa air, kabel listrik bawah tanah, pipa gas, serta saluran drainase. Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan, kecuali jika GSJ berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB). Daerah yang dicakup oleh garis sempadan jalan dari sisi kiri ke sisi kanan disebut Daerah Milik Jalan (DMJ) yang diterakan pada patok leger jalan yang dipasang pada jarak-jarak tertentu di sepanjang jalan.

Garis Sempadan Bangunan

sunting

Garis Sempadan Bangunan berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya.[1] GSB yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan dikenal sebagai Garis Sempadan Muka Bangunan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor, atau riol, sampai batas terluar muka bangunan. Garis sempadan bangunan menjamin adanya ruang terbuka hijau privat dalam bentuk halaman rumah, menambah keamanan, serta mengurangi pengaruh bising dari kendaraan di jalan raya terhadap penghuninya.[2] Dalam bidang tata ruang, Garis Sempadan Bangunan diatur dalam peraturan zonasi Rencana Detail Tata Ruang dan dengan bantuan Izin Mendirikan Bangunan.[3]

Garis Sempadan Samping Bangunan

sunting

Garis yang dikenal juga dengan Jarak Bebas Samping ini membatasi bagian samping dinding bangunan dengan bagian samping pekarangan. Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus memiliki jarak bebas terhadap batas pekarangan yang terletak di samping . Pada bangunan turutan/anak/tambahan boleh dibangun rapat dengan batas pekarangan samping di mana dinding terdepan berada pada jarak minimal 2 kali jarak antara GSB dan GSJ, sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Garis sempadan samping menjamin sirkulasi udara dan sinar matahari yang baik bagi penghuni rumah, serta menjaga kerapatan bangunan.[2]

Garis Sempadan Belakang Bangunan

sunting

Merupakan garis sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap garis batas belakang kaveling, dihitung dari garis batas kaveling terhadap garis terluar belakang bangunan yg berfungsi sebagai ruang untuk pertimbangan faktor keselamatan antar bangunan [1]

Garis Sempadan Sungai

sunting

Merupakan garis batas luar pengamanan sungai yang membatasi adanya pendirian bangunan di tepi sungai dan ditetapkan sebagai perlindungan sungai. Jaraknya bisa berbeda di tiap sungai, tergantung kedalaman sungai, keberadaan tanggul, dan posisi sungai.[4] Garis sempadan sungai sering tertukar dengan bantaran sungai. Jika bantaran sungai hanya memperlihatkan daerah bantaran sungai saat banjir (flood plain), maka sempadan sungai memperlihatkan daerah bantaran sungai ditambah dengan daerah longsoran tebing sungai dan daerah erosi sungai yang mungkin terjadi. Garis ini diciptakan untuk menjamin kelestarian dan fungsi sungai, serta menjaga masyarakat dari bahaya bencana di sekitar sungai, seperti banjir dan longsor. Dalam Perencanaan tata ruang, garis sempadan sungai diatur dalam Kawasan Perlindungan Setempat serta termasuk dalam ketentuan khusus tambahan.

Garis Sempadan Pantai

sunting

Garis sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Garis batas ini adalah bagian dari usaha pengamanan pantai yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari bahaya gelombang pasang tinggi (rob), abrasi, menjamin adanya fasilitas sosial dan umum di sekitar pantai, menjaga pantai dari pencemaran, serta pendangkalan muara sungai.[5]

Pelanggaran garis sempadan

sunting

Sebelum mendirikan bangunan dan mengajukan permohonan IMB, pemilik lahan harus mengetahui berbagai garis sempadan yang terdapat di lahan yang dimiliki. Namun pada umumnya, pemilik lahan mengabaikan dengan alasan tidak menyadari atau melupakan keberadaan garis batas tersebut setelah beberapa waktu, dan ingin melakukan modifikasi terhadap bangunan. Hal ini seharusnya bisa dihindari karena setiap kali melakukan perubahan terhadap bangunan, IMB harus diurus ulang, sehingga kembali mendapat pemberitahuan mengenai garis sempadan yang berlaku.[6] Pelanggaran juga sering dilakukan oleh pemilik bangunan liar yang tentunya tidak memiliki IMB dan tidak mengakses informasi mengenai garis sempadan ini.[7] Dinas yang berwenang akan memberikan surat peringatan terhadap pelanggaran ini dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki sebelum peringatan terakhir datang, yang kemudian diikuti dengan tindakan pembongkaran paksa.

Contoh pelanggaran

sunting
 
rapatnya bangunan yang didirikan masyarakat di sekitar Ciliwung, hingga ke bibir sungai

Salah satu contoh pelanggaran yang mudah diamati adalah garis sempadan sungai di sekitar Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Kemiskinan dan sulitnya mendapat lahan untuk permukiman di Jakarta, Depok, dan Bogor membuat masyarakat mendirikan bangunan menempel ke bibir sungai bahkan untuk di Jakarta bisa hingga di atas sungai. Pelanggaran ini menyebabkan sulitnya kontrol dan pengerukan terhadap Sungai Ciliwung, serta memperburuk dampak banjir yang selalu terjadi saat musim hujan datang. Pelanggaran terhadap sempadan sungai dan pantai juga sering ditemui di daerah yang menjadi kawasan wisata, karena memiliki nilai komersial yang tinggi. Pemandangan tepi sungai yang menarik membuat pemilik bangunan membuat bangunan hingga melanggar garis sempadan sungai. Hal ini misalnya pernah dilaporkan terjadi di daerah Bali.[8]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Kamus penataan ruang, diakses dari situs Kementrian Pekerjaan umum[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b "Garis-garis sempadan pada bangunan, diakses dari Vano Architect". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-07. Diakses tanggal 2013-01-03. 
  3. ^ "UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang [JDIH BPK RI]". peraturan.bpk.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-27. Diakses tanggal 2022-05-31. 
  4. ^ "Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011 tentang Sungai, diakses dari situs PSDA Jabar" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-06-17. Diakses tanggal 2013-01-03. 
  5. ^ "Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 09 Tahun 2010, diakses dari situs Kementerian Pekerjaan Umum" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-05-16. Diakses tanggal 2013-01-03. 
  6. ^ "IMB saat renovasi, perlukah?, diakses dari situs berita Kompas". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-06. Diakses tanggal 2013-01-03. 
  7. ^ "Wali kota instruksikan bongkar, diakses dari situs berita Bengkulu Ekspress". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-06. Diakses tanggal 2013-01-03. 
  8. ^ "Dosa Pariwisata Bali, diakses dari situs Bali Post". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-06. Diakses tanggal 2013-01-03.