Gandarwa

Gandarwa (Dewanagari: गन्धर्व; ,IASTgandharva, गन्धर्व) adalah golongan makhluk gaib (supernatural) berwujud seperti manusia berjenis kelamin pria yang tinggal di kahyangan atau surga dalam kepercayaan agama Hindu dan Buddha. Dalam kepercayaan tersebut, ada juga makhluk gaib yang disebut dengan nama Bidadara, fungsinya sebagai pembawa pesan dari dewa, sedangkan Gandarwa lebih merujuk kepada tugasnya sebagai pemusik surgawi. Tugas dan fungsi mereka adalah menjadi penyampai pesan para dewa kepada manusia, sebagai pemusik surgawi dan penjaga swargaloka, sebagaimana para malaikat dalam agama Islam, Kristen, dan Yahudi.

Ukiran gandarwa sedang memainkan alat musik saung di Wat Bupparam, Chiang Mai, Thailand.

Kepercayaan HinduSunting

Dalam IAST, istilah gandarwa ditulis Gandharva (dari bahasa Sanskerta); suami dari para apsara atau apsari. Mereka luar biasa piawai dalam bermain musik. Mereka menjaga Soma dan membuat lagu-lagu indah untuk para dewa. Gandharva berperan sebagai pengantar pesan dari dewa-dewi kepada manusia. Beberapa gandarwa individual memainkan peranan signifikan dalam mitologi Hindu, di antaranya: Wiswabasu (ayah Pramadwara), Citranggada (yang bertarung dengan Raja Citranggada, putra Santanu dan Satyawati dalam Mahabharata), Citrasena (yang diserang oleh Korawa dan Pandawa dalam Ghosha-yatra), Drumila (ayah biologis Kangsa), dan Candawega (raja gandarwa yang menyerang kota Purañjana).[1]

Kepercayaan BuddhisSunting

 
Patung Dhritarashtra, salah satu Catur Maharaja Kayika yang berperan sebagai "Raja Para Gandarwa" dalam kepercayaan Buddhis.

Dikenal dalam agama Buddha juga sebagai Gandhaba (dari bahasa Pali yang dipakai dalam pustaka Buddhis), mereka adalah dewa dengan pangkat paling rendah. Makhluk-makhluk dapat dilahirkan kembali menjadi gandharva jika mereka melakukan amalan-amalan baik yang paling dasar. Akan memalukan sekali bagi seorang rahib jika ia dilahirkan kembali menjadi makhluk yang lebih rendah dari gandarwa.[2]

PemunculanSunting

Sering muncul di cerita-cerita Hindu dan Buddha. Seperti Kalantaka dan Kalañjaya yang merupakan jelmaan bidadara yang dikutuk karena tidak menghormati Dewa sehingga harus terlahir sebagai raksasa berwajah buruk. Mereka juga kerapkali menjadi hiasan di candi-candi Hindu dan Buddha.

Di dalam cerita rakyat Indonesia, seperti cerita Lutung Kasarung dari daerah Sunda, menceritakan dewa yang karena berbuat kesalahan dikutuk menjadi turun ke bumi sebagai makhluk buruk rupa. Buana Padang (kahyangan, dunia yang berada di tengah-tengah antara dunia para dewa dan dunia manusia) dikuasai oleh Sunan Ambu, anak dewata yang sulung, yang merupakan titisan Sang Hyang Tunggal. Di dunia ini tinggal para pohaci (bidadari) dan bujangga (bidadara). Sunan Ambu dibantu oleh empat orang bujangga yakni Bujangga Tua, Bujangga Sakti, Bujangga Seda dan Bujangga Tapa. Tugas mereka melaksanakan segala perintah dari Sunan Ambu untuk mengerjakan apapun juga di Buana Pancatengah (dunia manusia).

Penggunaan LainSunting

Orang India memberikan julukan gandharva kepada orang-orang yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam musik klasik India.

Lihat pulaSunting

ReferensiSunting

  1. ^ Bhagavata Purana translation of Motilal Bansaridadss Book 2 Skandha IV Chapter 27
  2. ^ Thanissaro Bhikkhu (30 November 2013). "The Greater Craving-Destruction Discourse (MN 38)". Access to Insight (BCBS Edition). Diakses tanggal 14 Oktober 2017.