Fumie

(Dialihkan dari Fumi-e)

Fumie (Jepang: 踏み絵, fumi 'menginjak' + e 'gambar') adalah citra Yesus atau Maria yang, oleh para petinggi keagamaan pada masa pemerintahan Shogun Tokugawa di Jepang, diharuskan untuk diinjak oleh orang-orang yang dicurigai sebagai penganut agama Kristen sebagai bukti bahwa mereka bukanlah anggota dari agama terlarang itu. Fumie mulai digunakan sejak penindasan umat Kristiani di Nagasaki pada 1629. Fumie secara resmi tidak lagi dipergunakan di pelabuhan-pelabuhan yang terbuka bagi orang asing pada 13 April 1856, tetapi masih dipergunakan di beberapa tempat sampai agama Kristen secara resmi dilindungi oleh negara pada Periode Meiji.

Gambar Kristus yang digunakan untuk mengungkap para penganut Katolik dan simpatisannya
Gambar Sang Perawan Maria yang digunakan untuk mengungkap para penganut Katolik dan simpatisannya

Pemerintah Jepang menggunakan fumie untuk mengungkap para penganut Katolik dan simpatisannya. Fumie adalah gambar-gambar Perawan Maria dan Kristus. Para aparat pemerintah memaksa setiap orang untuk menginjak-injak gambar-gambar itu. Orang-orang yang enggan menginjak gambar-gambar ini dinyatakan sebagai orang-orang Katolik dan dikirim ke Nagasaki. Kebijakan pemerintahan Edo adalah membuat orang-orang ini berpaling dari iman mereka, yaitu agama Katolik. Apabila orang-orang Katolik ini menolak murtad dari agamanya, mereka akan disiksa. Namun karena banyak dari mereka yang menolak untuk murtad, maka mereka dibunuh oleh pemerintah. Eksekusi ini kadang-kadang berlangsung di Gunung Unzen di Nagasaki, beberapa dari orang-orang tersebut dibuang ke dalam kawah gunung api itu.

Fumie biasanya dipahat dari batu, namun beberapa di antaranya dibuat dari lukisan dan cetakan kayu. Banyak, kalau bukan semua, fumie dibuat dengan cermat, dan menunjukkan standar seni yang tinggi pada periode Edo. Sangat sedikit fumie yang masih ada sampai saat ini karena kebanyakan telah dibuang atau diubah menjadi benda lain.

Banyak teolog mencoba mengkaji peran fumie bagi umat Kristiani Jepang; beberapa di antara mereka melihat penginjakan fumie sebagai tanda cinta kasih dan pengampunan Yesus Kristus.[1]

Pada bagian III dari Kisah Perjalanan Gulliver, Gulliver sempat singgah sebentar di Jepang, namun berhasil luput dari uji fumie.

Referensi

sunting
  1. ^ misalnya Masao Takenaka: When the Bamboo Bends, Christ and Culture in Japan WCC 2002 hal. 50-51

Lihat pula

sunting