Pemberontakan Morotai

insiden pada bulan April 1945 di pulau Morotai, Hindia Belanda
(Dialihkan dari Dahagi Morotai)

"Pemberontakan Morotai" adalah sebuah insiden bulan April 1945 yang melibatkan anggota Australian First Tactical Air Force yang berpangkalan di Pulau Morotai, Hindia Belanda. Delapan pilot senior, termasuk penerbang ulung Australia, Kapten Grup Clive Caldwell, menyatakan pengunduran diri mereka untuk memprotes suatu hal yang mereka anggap sebagai penurunan pangkat terhadap skadron tempur Royal Australian Air Force (RAAF) yang dipindahtugaskan ke misi-misi serangan darat tak penting dari segi strategi melawan pasukan Jepang yang sudah dilewati oleh kampanye "lompat pulau" Sekutu. Penyelidikan pemerintah menyatakan bahwa para "pemberontak", dan tiga perwira berpangkat tinggi di First Tactical Air Force Headquarters, termasuk sang komandan, Komodor Udara Harry Cobby, penerbang ulung Australian Flying Corps semasa Perang Dunia I, dipecat dari jabatannya.

Half-length informal portrait of two men in short-sleeved tropical military uniforms with pilot's wings, standing in front of a hut and looking into the sky
Komodor Udara Cobby (kiri) dan Kapten Grup Caldwell (kanan) di Morotai pada Januari 1945

George Odgers meringkas penyebab insiden dalam sejarah resmi RAAF pada Perang Dunia II ini sebagai "keyakinan sekelompok pemimpin muda bahwa mereka sedang terlibat dalam pertempuran yang tidak dapat dibenarkan secara militer—keyakinan yang juga diaminkan oleh banyak tentara dan pemimpin politik Australia." Odgers berpendapat bahwa penyelidikan yang diadakan sesudahnya "membuktikan bahwa hampir semua orang yang terlibat bertindak dengan motif tertinggi, dan yakin bahwa dalam krisis tersebut ia mengambil keputusan dengan bijak".[1]

Latar belakang

 
Kapten Grup Arthur (foto tahun 1941) membuat buku besar kerugian vs. keuntungan No. 1 TAF pada Desember 1944

First Tactical Air Force (No. 1 TAF) di bawah pimpinan Komodor Udara Harry Cobby merupakan formasi tempur garis depan utama RAAF pada tahun 1944 hingga 1945. Pasukan ini berada di dalam lingkup kendali operasional Letnan Jenderal George Kenney dari Pasukan Udara Angkatan Darat Amerika Serikat (USAAF), komandan angkatan udara Sekutu di Wilayah Pasifik Barat Daya di bawah kepemimpinan Jenderal Douglas MacArthur. Awalnya No. 1 TAF terdiri dari satu pesawat Bristol Beaufighter dan dua P-40 Kittyhawk, kemudian dibantu oleh No. 80 Wing yang dipimpin Kapten Grup Clive Caldwell pada tahun 1945. Pasukan tersebut terdiri dari tiga skadron Supermarine Spitfire yang pilot-pilotnya merupakan veteran Kampanye Afrika Utara dan pertahanan Australia Utara terhadap serangan udara Jepang.[2][3]

Pada awal 1945, kekuatan udara Jepang di Pasifik Barat Daya sudah terpuruk. Angkatan Darat Amerika Serikat berfokus menyelesaikan pencaplokan kembali Filipina sebagai batu loncatan untuk penyerbuan ke Jepang. Waktu itu, No. 1 TAF ditugaskan menjadi garnisun dan menyerang pangkalan-pangkalan Jepang di pulau-pulau yang dilewati pasukan MacArthur.[4] Kepala Staf Udara, Wakil Marsekal Udara George Jones, kemudian mengatakan bahwa RAAF, seperti dikutip dari sejarawan Angkatan Udara Alan Stephens, "disingkirkan dari kemenangan akhir atas Jepang oleh MacArthur yang menginginkan kejayaan untuk dirinya sendiri".[5] Penerbang Korps Marinir AS dari komando Air North Solomons juga percaya bahwa markas MacArthur lebih memilih USAAF untuk menangani pertempuran.[6]

Situasi secara keseluruhan menimbulkan ketidakpuasan dan semangat yang rendah di kalangan personel No. 1 TAF yang berpangkalan di Morotai, terutama para pilot Spitfire yang jarang berkesempatan melakukan pertempuran udara yang dikuasainya dan dilengkapi pesawat yang tidak cocok untuk misi serangan darat.[7] Kapten Grup Wilf Arthur, mantan Perwira Komandan No. 81 Wing dan saat ini memimpin No. 78 Wing, khawatir pengeluaran satuan tempurnya dalam hal personel, mesin, dan peralatan tidak sesuai dengan kerusakan yang mereka hasilkan di target-target musuh atau tingkat kepentingan target tersebut. Pada Desember 1944, ia meminta staf intelijennya membuat buku besar untuk menjumlahkan kerugian dan keuntungannya. Arthur memamparkan buku besar tersebut kepada Komodor Udara Cobby yang meninjaunya dan mengirimkannya kepada staf markas, namun tidak ditanggapi lebih lanjut.[8][9][10]

Pendahuluan

 
Caldwell (keempat dari kiri) berbicara dengan pilot Spitfire No. 452 Squadron di Morotai pada Januari 1945

Pada bulan Maret 1945, karena frustrasi akibat lambatnya respon dari Cobby dan stafnya dan yakin bahwa operasi militer yang mereka jalankan semakin sia-sia, Arthur mulai membicarakan permasalahannya dengan pilot senior No. 1 TAF lainnya. Ia awalnya berbicara dengan Komandan Sayap Kenneth Ranger, perwira staf senior yang pernah berdinas di No. 9 Operational Group dan membuat tuduhan seputar kepemimpinan komandannya, Komodor Udara Joe Hewitt, yang pada akhirnya dipecat. Arthur melihat Ranger sebagai sosok yang memiliki "nyali moral" dan mau mengambil "tindakan terhadap operasi apapun yang melibatkan kami".[3] Selanjutnya, ia meminta dukungan Caldwell, padahal waktu itu Caldwell dituduh Cobby melakukan penyelundupan minuman keras sehingga memunculkan risiko bahwa keterlibatannya dalam protes terhadap operasi militer dapat dianggap sebagai usaha mengalihkan perhatian dari tuduhan tersebut. Arthur percaya bahwa Caldwell "mau melakukan apa pun semampunya untuk membenarkan opininya [yang] lebih berharga daripada opini orang lain di sekitarnya".[3]

Melalui Caldwell, perwira-perwira lainnya ikut bergabung dalam protes ini, termasuk dua penerbang ulung lain, Komandan Sayap Bobby Gibbes dan Ketua Skadron John Waddy, serta Ketua Skadron Bert Grace, Ketua Skadron Douglas Vanderfield, dan terakhir Ketua Skadron Stuart Harpham.[11] Dalam serangkaian rapat pada awal April 1945, Caldwell mengatakan bahwa kedelapan orang tersebut mundur secara massal dan anggota lainnya setuju.[10] Arthur kelak menyatakan bahwa, "Saya ingin meramaikan [protes ini] sebisa saya dengan tujuan menyelesaikan masalah ... Kami pun sama-sama menyadari bahwa membiarkan diri kami dituduh memberontak justru mengurangi dampak dari tindakan yang kami lakukan, dan karena itulah kami menyelesaikan masalah dengan cara mengundurkan diri, bukan bersekongkol menjatuhkan perwira yang lebih senior."[3]

Faktor yang umum didasarkan pada kenyataan bahwa kami memang mengenal satu sama lain dengan sangat baik; kami sama-sama percaya dan punya pengalaman yang cukup, yang kami rasa telah ditunjukkan dengan baik, bahwa RAAF mengambil tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.

Kapten Grup Clive Caldwell[3]

Arthur juga berusaha mendapat dukungan Cobby dalam protes ini. Komandan No. 1 TAF merupakan penerbang ulung Australian Flying Corps pada Perang Dunia I, sedangkan Caldwell merupakan penerbang ulung RAAF pada Perang Dunia II.[4] Arthur berpendapat bahwa meski Cobby setengah disalahkan atas penurunan semangat ini, "kami merasa nilainya terhadap tindakan kami, karena namanya dikenal masyarakat bersama Kapten Grup Caldwell, akan memberi kami dukungan masyarakat yang cukup besar ... dia adalah primadona di kancah perang, dan ... bersama primadona perang berikutnya, kami dapat mengemukakan alasan yang masuk akal dan menarik banyak perhatian melalui surat kabar." Cobby menolak bergabung dan kemudian mengklaim tidak menyadari dalamnya perasaan para pilot tersebut.[3]

"Pemberontakan"

Saya akan meninggalkan surat ini di meja dan jika Anda mengambilnya, semua rekaman dan semua catatan tentang skandal ini akan dihapus dari catatan dan berkas Angkatan Udara dan kasus ini tidak akan terdengar lagi.

Wakil Marsekal Udara Bill Bostock, dikutip oleh Ketua Skadron John Waddy[3]

Pada tanggal 20 April 1945, kedelapan pilot tadi mengirimkan surat kepada Cobby dengan judul "APPLICATION FOR RESIGNATION OF COMMISSION". Surat tersebut berisi, "Dengan ini saya menyampaikan surat izin pengunduran diri dari tugas saya sebagai perwira di Angkatan Udara Kerajaan Australia secepatnya." Cobby tampak terpojok dan tidak mau menerima pengunduran diri tersebut. Ia berbicara dengan tujuh pilot secara pribadi, kecuali Caldwell karena sudah terkena tuduhan bersalah.[12] Karena mereka menolak mencabut suratnya atau menjelaskan alasan tindakan mereka, Cobby menghubungi atasan sementaranya, Wakil Marsekal Udara Bill Bostock, kepala RAAF Command, komando operasional utama Angkatan Udara. Bostock tiba di Morotai keesokan harinya dan mewawancarai para pilot. Ia meminta mereka merobek surat tersebut, tetapi gagal.[7] Metodenya kemudian ditafsirkan sebagai upaya untuk "mengalihkan situasi ini atau setidaknya menutup-nutupinya".[3] Satu-satunya persetujuan pihak pilot dengan permohonan Bostock adalah mengganti kata "secepatnya" dengan "setelah berakhirnya operasi saat ini" dan mengirim ulang surat pengunduran diri mereka.[13]

 
Wakil Marsekal Udara Jones (kiri) dan Letnan Jenderal Kenney (kanan), Juli 1945

Setelah wawancara tersebut, Bostock memanggil Wakil Marsekal Udara Jones untuk memberitahu bahwa semangat personel No. 1 TAF berada pada "tingkat yang terlalu rendah" dan menyarankan agar Jones memecat Cobby dan menggantinya dengan Komodor Udara Frederick Scherger.[7][14] Jones menganggap aksi pilot tersebut "konyol", karena seorang perwira tidak dapat mengundurkan diri secara sah pada masa perang. Jones pun berangkat ke Morotai dari markasnya di Melbourne untuk menyelidiki persoalan ini secara pribadi. Ia juga mewawancarai para pilot dan menyatakan, "Saya yakin mereka semua tulus dalam mengeluarkan pernyataan dan melakukan apa yang mereka rencanakan ... Ya, kepercayaan yang dipegang teguh tak penting betapa buruknya yang mungkin didorong oleh rasa pengabdian bangsa yang agak berlebihan."[7]

Letnan Jenderal Kenney juga terlibat dalam skandal ini setelah diberitahu Bostock. Ia memaksa agar dapat berbicara langsung dengan para pilot mengenai protes Jones bahwa ini adalah masalah disiplin internal RAAF. Dalam kunjungan ke Morotai dari markasnya di Manila, Kenney mencoba membujuk para perwira untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka, tetapi ditolak.[10] Ia sepakat dengan Bostock bahwa Cobby harus digantikan oleh Scherger, dan menyatakan bahwa jika para pilot diadili di pengadilan militer, ia akan hadir untuk membela mereka.[4] Komandan I Corps Angkatan Darat Australia, Letnan Jenderal Leslie Morshead, yang sedang berada di Morotai untuk mempersiapkan kampanye Borneo, ikut mendukung pemecatan Cobby. Morshea dan perwira AD senior lainnya khawatir permasalahan ini dapat mengganggu persiapan pendaratan pasukan Australia di Borneo. Mereka lantas meminta pendapat Kenney.[15] Jones menyatakan untuk memecat tidak hanya Cobby, tetapi juga para perwira stafnya, Kapten Grup Gibson dan Simms. Scherger diangkat menjadi Air Officer Commanding No. 1 TAF pada tanggal 10 Mei.[10][16][17]

Pengaruh

 
Hakim John Vincent Barry

Ujung-ujungnya, tidak ada sidang militer yang diadakan untuk mengadili segala tindakan yang terkait dengan "pemberontakan" ini, dan kebanyakan pilot yang terlibat masih terus berdinas sampai perang berakhir. Penyelidikan RAAF membuktikan keabsahan pemecatan Cobby Gibson, dan Simms oleh Jones.[4] Atas permintaan Jones, pemerintah Australia juga melakukan penyelidikan terhadap rentetan peristiwa di Morotai yang dipimpin oleh Hakim John Vincent Barry. Sejak 16 Mei 1945, penyelidikan tersebut berfokus pada pengunduran diri dan laporan penyelundupan alkohol ilegal antara personel RAAF dan personel AS di pulau itu.[10][18] Walaupun acuan Barry hanya mencakup No. 1 TAF, penyelidik juga mendengar adanya bukti kecacatan pada komando tinggi Angkatan Udara yang bisa jadi berkontribusi pada masalah struktur dan semangat personel di Morotai, terutama permusuhan antara Jones dan Bostock yang sengit dan lama atas pemisahan kendali operasional dan administratif RAAF di Pasifik.[3]

Laporan penyelidikan lengkap dirilis bulan Oktober setelah ringkasan temuannya dirilis pada tanggal 14 September 1945.[8][18] Hakim Barry tidak mempermasalahkan "buku besar" Arthur dan sikap para pilot tersebut. Barry menemukan bahwa mereka memang tulus ingin mengundurkan diri.[7][10] Tidak ada aksi lebih lanjut yang diambil terhadap mereka atas "pemberontakan" itu sendiri, tetapi Caldwell dan Gibbes diadili di pengadilan militer atas keterlibatannya dalam penyelundupan alkohol, dan pangkat mereka diturunkan menjadi letnan penerbang.[4][19] Barry menemukan bahwa Cobby telah "gagal mempertahankan kendalinya atas komandonya",[17] sedangkan Cobby mempertahankan kepemimpinannya di No. 1 TAF. Cobby berpendapat bahwa meski ada "sedikit ketidakpuasan", ini adalah "tanda ketidakpuasan yang sehat di kalangan perwira tertentu yang ingin lebih banyak beraksi dalam perang daripada yang mereka lakukan sekarang. Sayangnya, 1st T.A.F. tidak berkuasa untuk memberi mereka kerjaan yang lebih penting atau menarik ..."[20] Insiden ini tidak mengubah peran RAAF pada hari-hari terakhir perang di Pasifik dan mungkin telah mengganggu persiapan No. 1 TAF menjelang Pertempuran Tarakan.[16] Akan tetapi, insiden ini berhasil memperbaiki situasi di Morotai dengan bertambahnya semangat pasukan berkat upaya Komodor Udara Scherger.[7] Para "pemberontak" menganggap mereka telah mencapai sebagian besar tujuannya dengan mengubah komando No. 1 TAF dan memicu penyelidikan pemerintah.[3]

Kami memang berusaha mengubah keseluruhan komando atasan. Saya menyesali satu atau dua orang di antaranya. Harry Cobby adalah sosok yang menakjubkan, dan ia naik pangkat. Ada juga orang-orang yang tidak saya permasalahkan. Tetapi kami berhasil mengubah komando, dan itulah yang kami kejar.

Komandan Sayap Bobby Gibbes[3]

Berita tentang pengunduran diri, penyelundupan alkohol, dan sidang militer Caldwell diliput besar-besaran di Australia. Pasca dirilisnya temuan Barry, The Daily Telegraph di Sydney berkomentar bahwa "RAAF seharusnya membuat persetujuan yang benar-benar baru. Drama ini berjalan dengan buruk dan kesalahannya banyak sekali".[18] Berkas yang sama menyebut sidang militer Caldwell sebagai "perburuan penyihir".[21] Meski banyak diliput, aksi ini baru dikenal dengan nama "Morotai Mutiny" beberapa tahun kemudian. Frasa ini sudah ada sejak hari-hari pertama insiden tersebut. Kapten Grup Arthur pernah menuliskannya di atas sebuah aide-mémoire. Ia kemudian mengatakan bahwa, "aliterasi tersebut tampak lebih menarik bagiku".[3] Sesaat setelah menulisnya, ia mencoret kata "Morotai" dan menambahkan tanda tanya setelah "Mutiny". Istilah ini belum mendapat perhatian publik pada waktu itu, tetapi kata-kata asli Arthur disebut sebagai sumber nama insiden ini.[8]

Catatan kaki

  1. ^ Odgers, Air War Against Japan, p. 450. Diarsipkan 2015-04-18 di Wayback Machine.
  2. ^ Odgers, Air War Against Japan, pp. 297–299.
  3. ^ a b c d e f g h i j k l Alexander, "Cleaning the Augean stables".
  4. ^ a b c d e Stephens, The Royal Australian Air Force, pp. 123–124.
  5. ^ Stephens, The Royal Australian Air Force, p. 109.
  6. ^ Garand; Strobridge, History of U.S. Marine Corps, p. 389.
  7. ^ a b c d e f Helson, Ten Years at the Top, pp. 207–215.
  8. ^ a b c Alexander, Clive Caldwell, pp. 185–203.
  9. ^ Odgers, Air War Against Japan, pp. 386–390. Diarsipkan 2012-09-23 di Wayback Machine.
  10. ^ a b c d e f Odgers, Air War Against Japan, pp. 443–450. Diarsipkan 2015-04-18 di Wayback Machine.
  11. ^ Odgers, The Royal Australian Air Force, p. 125. Caldwell's official tally for the war was 28½ kills, Waddy's 15½, Gibbes' 10¼, and Arthur's 10.
  12. ^ Alexander, "Cleaning the Augean stables". Bostock and Jones would also omit Caldwell from their interviews with the pilots on Morotai.
  13. ^ Odgers, Air War Against Japan, p. 445. Diarsipkan 2015-04-18 di Wayback Machine.
  14. ^ Odgers, The Royal Australian Air Force, pp. 122–123.
  15. ^ Coombes, Morshead: Hero of Tobruk and El Alamein, p. 196.
  16. ^ a b Odgers, Air War Against Japan, pp. 456–459.
  17. ^ a b Isaacs, Cobby, Arthur Henry, pp. 41–42.
  18. ^ a b c Watson, Killer Caldwell, pp. 228–239.
  19. ^ Carman, Gerry (14 April 2007). "Air ace was born to fly: Bobby Gibbes 1916–2007". The Sydney Morning Herald: p. 34. 
  20. ^ Odgers, Air War Against Japan, pp. 449. Diarsipkan 2015-04-18 di Wayback Machine.
  21. ^ Alexander, Clive Caldwell, pp. 211–215.

Referensi