Dahagi

permufakatan jahat oleh sekelompok orang untuk secara terang-terangan melawan, mengganti, atau menumbangkan kepemimpinan yang sah

Dahagi, daga, atau perlawanan nyata bersama (bahasa Belanda: Muiterij) adalah permufakatan jahat di antara sekelompok orang (biasanya aparat militer, awak kapal, atau anggota bajak laut) untuk melawan, merombak, atau meruntuhkan organisasi yang menaungi mereka. Istilah ini lazim dipakai untuk menyebut pemberontakan aparat militer terhadap atasan, tetapi kadang-kadang digunakan pula sebagai sebutan untuk segala macam pemberontakan melawan atasan. Istilah dahagi tidak selamanya harus dikaitkan dengan dunia militer, tetapi dapat pula digunakan untuk menyifatkan pergeseran kekuasaan di bidang politik, ekonomi, maupun struktur kekuasaan.

Dahagi di atas HMS Bounty, salah satu peristiwa dahagi di laut yang sangat terkenal

Pada abad penjelajahan bangsa Eropa, dahagi dimaknai secara sempit sebagai pemberontakan terang-terangan terhadap nakhoda. Contoh-contoh dahagi dengan makna sempit tersebut adalah dahagi pada pelayaran keliling dunia Fernão de Magalhães yang mengakibatkan salah seorang pelakunya tewas, seorang lagi dieksekusi mati, dan selebihnya ditelantarkan di sebuah pulau terpencil; dahagi di atas kapal Discovery yang mengakibatkan nakhoda Henry Hudson dihanyutkan bersama sejumlah awak dengan sebuah perahu; dan teristimewa dahagi di atas HMS Bounty.

Sanksi

sunting

Terpidana kasus dahagi seringkali dikenai sanksi hukuman mati.

Kerajaan Inggris Raya

sunting

Sampai dengan tahun 1689, tindak pidana dahagi di Kerajaan Inggris diatur di dalam Pasal-Pasal Perang (bahasa Inggris: Articles of War) yang diundangkan raja dan hanya berlaku selama masa perang. Pada tahun 1689, Parlemen Inggris Raya meloloskan Undang-Undang Dahagi (bahasa Inggris: Mutiny Act) yang pertama. Undang-undang ini mempercayakan tanggung jawab penegakan disiplin di lingkungan militer kepada Parlemen. Undang-Undang Dahagi diubah pada tahun 1803, dan Pasal-Pasal Perang yang memuat rumusan sifat dan sanksi terhadap tindak pidana dahagi diganti dengan Undang-Undang Disiplin dan Regulasi Angkatan Darat (bahasa Inggris: Army Discipline and Regulation Act) tahun 1879. Undang-undang ini kemudian hari diganti lagi dengan Undang-Undang Angkatan Darat (bahasa Inggris: Army Act) tahun 1881.

Definisi dahagi menurut Undang-Undang Angkatan Darat tahun 1955 yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:[1]

Dahagi adalah persekutuan dua orang atau lebih yang merupakan subyek hukum ikatan dinas militer, atau persekutuan orang-orang yang sekurang-kurangnya dua di antaranya merupakan subyek hukum ikatan dinas militer untuk:

(a) Menggulingkan atau melawan kewenangan yang sah di dalam angkatan bersenjata Sri Baginda, atau di dalam setiap angkatan bersenjata yang bekerja sama dengannya, atau di dalam setiap bagian dari angkatan-angkatan bersenjata tersebut,
(b) Membangkang kewenangan yang dimaksud sedemikian rupa sehingga menjadikan pembangkangan tersebut bersifat subversif terhadap disiplin, atau dengan maksud mangkir dari setiap kewajiban atau tugas melawan, atau yang berkaitan dengan operasi-operasi melawan musuh, atau
(c) Menghambat penunaian setiap kewajiban atau tugas di dalam angkatan bersenjata Sri Baginda, atau di dalam setiap angkatan bersenjata yang bekerja sama dengannya, atau di dalam setiap bagian dari angkatan-angkatan bersenjata tersebut.

Definisi yang sama juga berlaku di lingkungan Angkatan Laut dan Angkatan Udara Inggris.

Pada masa lampau, angkatan bersenjata Kerajaan Inggris hanya dibentuk jika negara hendak berperang, sehingga hukum militer pun hanya diberlakukan selama masa perang. Angkatan bersenjata dibentuk untuk kepentingan tertentu dan dibubarkan begitu pertikaian berakhir. Dengan hak prerogatifnya, Raja menetapkan undang-undang yang disebut Pasal-Pasal Perang untuk kepentingan penyelenggaraan negara maupun kepentingan penegakan disiplin angkatan bersenjata yang dibentuk dan dikerahkan untuk berdarma bakti bagi negara. Selain hukuman atas tindakan desersi, yang ditetapkan sebagai salah satu bentuk kejahatan di dalam anggaran dasar negara pada masa pemerintahan Raja Henry VI. Ketetapan-ketetapan atau Pasal-Pasal Perang ini terus menjadi satu-satunya dasar kewenangan penegakan disiplin sampai dengan pengesahan Undang-Undang Dahagi yang pertama pada tahun 1689. Undang-Undang ini menempatkan angkatan bersenjata Kerajaaan Inggris di bawah kendali langsung parlemen. Bahkan angkatan bersenjata bentukan parlemen pada masa pemerintahan Raja Charles I dan Oliver Cromwell diatur bukan dengan undang-undang yang disusun badan legislatif melainkan dengan Pasal-Pasal Perang, serupa dengan yang dikeluarkan raja dan disahkan lewat ketetapan Tuan-Tuan Besar dan Wakil-Wakil Rakyat Jelata selaku pelaksana hak prerogatif raja untuk kepentingan tersebut. Meskipun demikian, kewenangan menetapkan undang-undang dengan hak prerogatif ini dianggap hanya cocok diberlakukan pada saat negara benar-benar sedang berperang, dan usaha-usaha untuk memberlakukannya pada masa damai tidak berdampak apa-apa. Lantaran keterbatasan inilah Pasal-Pasal Perang terus bertahan lebih dari seabad lamanya sesudah pengesahan Undang-Undang Dahagi yang pertama.

Dari tahun 1689 sampai 1803, Undang-Undang Dahagi adakalanya terancam kedaluarsa. Suatu kewenangan statuter diberikan kepada raja untuk membuat Pasal-Pasal Perang yang akan diberlakukan di daerah-daerah jajahan dan tempat-tempat lain di seberang lautan sebagaimana Pasal-Pasal Perang yang diundangkan dengan hak prerogatif untuk diberlakukan pada masa perang.

Pada tahun 1715, sebagai konsekuensi dari pemberontakan, kewenangan ini diciptakan dengan mengacu kepada angkatan bersenjata di Kerajaan Inggris, tetapi terpisah dari dan sama sekali tidak mempengaruhi asas yang dipegang teguh sampai dengan saat itu bahwasanya raja dengan hak prerogatif belaka dapat mengeluarkan undang-undang untuk mengatur angkatan bersenjata di negara-negara asing pada masa perang.

Undang-Undang Dahagi tahun 1803 berdampak besar terhadap perubahan undang-undang dasar, karena kewenangan raja untuk mengundangkan Pasal-Pasal Perang sepenuhnya menjadi statuter, dan hak prerogatif raja dilebur ke dalam undang-undang yang disusun parlemen. Undang-Undang Dahagi tahun 1873 disahkan dengan cara semacam ini.

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting

Bacaan lebih lanjut

sunting