Clara Ng

penulis asal Indonesia

Clara Ng (bernama lengkap Clara Regina Juana, lahir 28 Juli 1973, nama terakhir diucapkan [ŋ̍]) adalah penulis Indonesia yang dikenal sebagai penulis fiksi dewasa dan buku anak.[2]

Clara Ng
LahirClara Regina Juana
28 Juli 1973 (umur 50)
Jakarta, Indonesia
PekerjaanPenulis
BahasaIndonesia
KewarganegaraanIndonesia
AlmamaterOhio State University
Periode2002–sekarang
GenreNovel, cerita pendek, buku anak
PenghargaanTiga Penghargaan Adhikarya
PasanganNicholas Ng (2000–sekarang)
Anak2

Selama masa kecilnya di Jakarta, Ng gemar membaca dan menikmati bacaan lebih berat ketimbang teman seusianya. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, Ng pergi ke Amerika Serikat untuk belajar di Universitas Negeri Ohio. Setelah kelulusannya pada 1997, ia bekerja di AS selama setahun sebelum kembali ke Indonesia untuk bekerja pada perusahaan pelayaran. Ia menikah dan dua kali keguguran sewaktu bekerja di sana dan setelah tiga tahun, Ng berhenti dan memilih karier sebagai penulis profesional. Novel pertamanya, Tujuh Musim Setahun (2002) gagal di pasaran, tetapi triologinya setelah itu, Indiana Chronicle sukses. Sejak itu, ia telah meluncurkan beberapa novel serta sejumlah cerita pendek (termasuk satu antologi), 21 buku anak, dan beberapa koleksi cerita dongeng.

Ng menulis pada waktu luangnya saat berada di rumah. Topik-topiknya berbeda bergantung pada genre yang ia tulis; karyanya yang berorientasi dewasa sering berhubungan dengan kelompok minoritas, sementara buku anaknya ditujukan untuk mengajarkan empati. Tiga buku anak yang ditulisnya memenangkan Penghargaan Adhikarya dari Ikatan Penerbit Indonesia, dan kelompok LGBT Indonesia memuji novelnya Gerhana Kembar (2007) karena terhindar dari stereotip mereka. Namun, beberapa guru memprotes tidak adanya pesan moral yang jelas dalam buku anaknya.

[3]

Biografi sunting

Kehidupan awal sunting

Ng lahir di Jakarta pada 28 Juli 1973 dengan nama Clara Regina Juana dan menetap di Kemayoran. Ia mulai membaca sejak usia kecil, bahkan laporan menyebutkan ia telah membaca terjemahan The Adventures of Tintin sewaktu TK.[1] Ia menyenangi cerita dongeng Hans Christian Andersen Putri Salju, yang kelak memengaruhi tulisannya.[4] Sejak usia sebelas tahun, ia telah membaca cerita bertopik dewasa karya Mira W.[1] Ng bersekolah di SD Budi Mulia sejak 1979 sampai 1986, berlanjut ke SMP Van Lith sampai 1989; Ng mempelajari sendiri bagaimana menulis kreatif dan menulis karya tulis di sekolah menengah. Ia menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMA Bunda Hati Kudus, tampat pada 1992. Sewaktu di SMA, ia mulai tertarik dengan isu-isu sosial seperti diskriminasi terhadap keturunan Tionghoa, LGBT, dan perempuan.[1]

Setelah SMA, Ng pergi ke Amerika Serikat untuk kuliah di Universitas Dominican Ohio di Columbus, Ohio, tetapi ia dipindahkan ke Universitas Negeri Ohio;[5] ia tamat dengan meraih gelar sarjana dalam bidang komunikasi interpersonal pada 1997.[1] Sewaktu di AS, ia membaca sejumlah buku anak; hal ini kelak berpengaruh terhadap tulisan-tulisannya[4] Setelah lulus, ia melewatkan setahun bekerja di AS sebelum kembali ke Indonesia pada 1998.[1] Sekembalinya ke Indonesia, ia sempat bekerja sebagai manajer sumber daya manusia di perusahaan pelayaran Hanjin selama tiga tahun, memutuskan berhenti setelah dua kali kehilangan calon bayinya, pertama sewaktu mengandung tujuh bulan dan kedua sewaktu mengandung tujuh minggu[1][5][6] Setelah banyak menghabiskan waktu di rumah, ia mulai menulis.[1]

Karier kepenulisan sunting

Ng merintis debutnya sebagai novelis melalui Tujuh Musim Setahun pada 2002,[7] yang terjual rendah.[1] Ia baru memperoleh pengakuan dari triologi Indiana Chronicle-nya, yang terdiri atas Blues (2004), Lipstick (2005), dan Bridesmaid (2005). Karya tersebut diklasifikasikan sebagai sastra populer.[7] Majalah Tempo mencatat bahwa triologi Ng mengawali genre metropop dalam sastra Indonesia. Di antara perilisan Lipstik dan Bridesmaid pada 2005, Ng merilis novelnya yang lain, The (Un)Reality Show.[1]

Pada 2006, cerita pendek Ng Rahasia Bulan dimasukkan dalam kumpulan cerita pendek bertema lesbian dan gay berjudul yang sama. Antologi tersebut memuat cerpen-cerpen Alberthiene Endah, Djenar Maesa Ayu, dan Indra Herlambang.[8] Pada tahun yang sama, ia mempublikasikan dua novelnya: Dimsum Terakhir dan Utukki: Sayap Para Dewa.[1] Pada tahun berikutnya, Ng mempublikasikan dua novel lainnya, Tiga Venus dan Gerhana Kembar.[1] Novel terakhir, yang awalnya diturunkan dalam cerita bersambung di surat kabar Kompas dan kemudian diangkat oleh Gramedia, bercerita tentang lesbian. Judulnya diangkat oleh Ng sebagai simbol homoseksualitas, berdasarkan representasi Matahari sebagai pria dan Bulan sebagai wanita.[7] Ng merilis kumpulan cerita pendek, Malaikat Jatuh pada 2008. Antologi ini menyinggung terutama tentang kematian. Malaikat Jatuh disusul oleh novelnya pada 2009, Tea For Two yang dipublikasikan pertama kali sebagai cerita bersambung di Kompas.[9]

Cerita pendek Ng "Barbie" diangkat sebagai film oleh aktor sekaligus presenter Raffi Ahmad pada 2010, dengan Yuni Shara sebagai pemeran utama. "Barbie" menceritakan tentang penyanyi klub malam dan kekasihnya, seorang penjaga keamanan klub. Film ini tayang perdana pada festival film LA Lights Indie.[10] Pada tahun yang sama, Ng merilis dua buku lain, Dongeng Tujuh Menit dan Jampi-jampi Varaiya.[5][4] Di antara cerpennya yang lain, "Mata Indah", dimasukkan dalam antologi cerpen bertema lesbian Un Soir du Paris; penulis lain yang dimuat karyanya adalah Seno Gumira Ajidarma, Ucu Agustin, dan Agus Noor.[11]

Pada 2010, Ng, Noor, dan Eka Kurniawan mendirikan komunitas Fiksimini di Facebook, berikutnya dibuka di Twitter, dalam rangka mengupas karya mereka masing-masing. Sampai tahun 2011, komunitas ini memiliki sekitar 70.000 pengikut, di antaranya adalah penulis baik profesional maupun potensial, untuk menulis ide mereka dalam batasan 140 karakter di Twitter yang dapat merangsang pembaca berpikir.[12] Pada 1 Juli 2011, Ng mempublikasikan Ramuan Drama Cinta, diikuti Dongeng Sekolah Tebing pada November, kumpulan 53 cerita tentang anak-anak yang bersekolah di sebuah tebing.[5]

Selain menulis novel dan cerita pendek, Ng menulis buku anak,[7] genre sastra yang ia ambil karena kegelisahannya terhadap anak-anak Indonesia yang tak mendapat bacaan berlimpah.[13] Sampai 2008, Ng telah menulis 21 buku anak dalam tiga seri: Berbagi Cerita Berbagi Cinta (dimulai sejak 2006 meliputi tujuh buku), Sejuta Warna Pelangi (dimulai sejak 2007 meliputi sembilan buku), dan Bagai Bumi Berhenti Berputar (dimulai sejak 2008 meliputi lima buku).[1][7]

Penerimaan sunting

Ng lewat karya-karyanya telah menerima beberapa penghargaan. Pada 2006, Rambut Pascal memenangkan Penghargaan Adhikarya untuk Buku Anak Terbaik dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Berikutnya, dua tahun berturut-turut, ia meraih penghargaan yang sama dari karyanya Sejuta Warna Pelangi dan Jangan Bilang Siapa-Siapa.[7][14][15]

A. Junaidi dalam The Jakarta Post menyebut bahwa Gerhana Kembar disambut baik oleh komunitas LGBT Indonesia karena ia tidak mengaitkan homoseksualitas sebagai isu negatif seperti penggunaan obat-obatan.[7]

Ng menulis bahwa cerita anak-anaknya secara umum diterima baik. Namun, beberapa guru menyayangkan tidak adanya pesan moral yang jelas; Ng beranggapan bahwa setiap anak dan orang dewasa dapat berpendapat masing-masing terhadap karyanya.[1]

Gaya penulisan sunting

Karakter utama yang diangkat Ng umumnya adalah perempuan. Karakter ini kebanyakan tidak memiliki pekerjaan; beberapa pekerjaan yang ditangani oleh karakter-karakternya termasuk pekerja kantoran, karyawan penitipan hewan, dan pemilik toko reparasi otomotif.[7] Cerita anak-anaknya ditulis sederhana, bergambar, dan berkaitan dengan perasaan anak-anak;[7] hal demikian dimaksudkan untuk membuat anak-anak lebih empati.[1] Nama-nama karakter[4] dipilih agar mudah diingat.

Kehidupan pribadi sunting

Ng menikah dengan Nicholas Ng, seorang warga negara Malaysia. Mereka bertemu sewaktu bekerja di perusahan pelayaran dan menikah pada 2000.[1] Mereka saat ini memiliki dua orang anak.[4] Ng tinggal di Tanjung Duren, Jakarta Barat.[6] Menurut laporan Kompas, Ng tinggal sebagai ibu rumah tangga dan menulis dalam ruangan kantor di rumahnya. Ia menulis setiap waktu luang, biasanya pada pagi hari, karena pada sore hari ia harus mengurus anak-anaknya.[16]

Referensi sunting

Catatan kaki
Bibliografi

Pranala luar sunting