Cakra Mineral

perusahaan asal Indonesia


PT Cakra Mineral Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di perusahaan-perusahaan pertambangan bijih besi dan zircon. Berkantor pusat di Jl. Cideng Timur Raya, Petojo Utara, Jakarta Pusat,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya. Sejak 28 Agustus 2020, perdagangan sahamnya sudah di-delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) akibat telah mengalami suspensi perdagangan selama dua tahun.[2]

PT Cakra Mineral Tbk
Publik
IndustriPertambangan
Didirikan1990
Kantor
pusat
Jakarta, Indonesia
ProdukBijih besi, zirkon
Situs webckra.co.id

Manajemen sunting

  • Komisaris Utama: Alwijaya AW
  • Komisaris Independen: Avi Yasa Dwipayana
  • Direktur Utama: Boelio Muliadi
  • Direktur: Dexter Sjarif Putra
  • Direktur Independen: Johanes Siegfried[3]

Kepemilikan sunting

  • Redstone Resources Pte. Ltd.: 74,04%
  • Inderventures Capital Pte. Ltd: 18,41%
  • Publik: 7,49%[3]

Anak usaha sunting

  • PT Persada Indo Tambang
  • Twin Pine Management Ltd.[3]

Sejarah sunting

Perusahaan properti sunting

Perusahaan ini didirikan pada 19 September 1990 dengan nama PT Ciptojaya Kontrindoreksa dan mulai beroperasi pada tahun 1996.[1] Ciptojaya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak terutama di bidang properti dan konstruksi, dimiliki oleh Richard Rachmadi Wiriahardja dan keluarganya yang juga memiliki PT Ristia Bintang Mahkotasejati dan PT Bintang Mitra Semestaraya (keduanya kemudian juga menjadi perusahaan publik) setelah proses akuisisi pada April 1997. Proyek perumahan pertama yang dibangunnya adalah "Citra Kebunmas" yang menawarkan rumah kebun dan dibangun di Klari, Karawang, Jawa Barat di tanah seluas 150 ha, dan telah terjual 1.206 unit hingga pertengahan 1997.[4] Dalam perkembangannya, Ciptojaya kemudian lebih memfokuskan usahanya dengan menjual rumah berharga murah yang pada 2004 tercatat mendapat respon yang cukup baik dari pasar.[5]

Sejak 19 Mei 1999, PT Ciptojaya Kontrindoreksa telah menjadi perusahaan publik dengan melepas sejumlah sahamnya di Bursa Efek Jakarta dengan harga penawaran Rp 250/lembar saham.[6] Dibandingkan beberapa perusahaan properti lain yang harus tersungkur akibat krisis ekonomi di akhir 1990-an, kondisi Ciptojaya masih cukup baik saat itu, sehingga sahamnya masih diperdagangkan dengan cukup aktif.[7] Kepemilikan sahamnya kemudian dikuasai oleh PT Bintang Mitra Semestaraya dan Aussie Properties Limited,[8] dan kemudian beralih ke PT Ristia Bintang Mahkotasejati, yang juga perusahaan afiliasi.[9]

Perusahaan perkebunan sunting

Pada 31 Oktober 2007, PT Ciptojaya Kontrindoreksa Tbk kemudian mengganti namanya menjadi PT Citra Kebun Raya Agri Tbk.[1] Tidak lama setelah perubahan nama itu, PT Citra Kebun Raya Agri mengadakan rights issue[6] yang kemudian mengalihkan kepemilikannya kepada PT Kurnia Cemerlang dan mendilusi kepemilikan PT Ristia menjadi hanya 5%.[9] Pemilik baru ini kemudian mengubah bisnis Citra Kebun Raya Agri menjadi perkebunan dan pengolahan hasil pangan, terutama singkong dan kelapa sawit dengan alasan lebih menjanjikan. Kemudian, diadakan rights issue kedua yang mengalihkan kepemilikan mayoritas PT Kurnia ke Citra Group Pte. Ltd. pada 14 Juli 2008 dan menghilangkan seluruh saham pemilik lama di perusahaan ini.[6][10] Proses ini juga disertai dengan backdoor listing PT Horizon Agro Industri yang memiliki 5 anak usaha di bidang perkebunan, dimana mereka diakuisisi dan dijadikan anak usaha PT Citra Kebun Raya Agri Tbk dalam transaksi sebesar Rp 1,1 triliun.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Citra Kebun Raya Agri pada 26 Desember 2008, disepakati bahwa CKRA akan meluaskan lahannya menjadi 142.000 ha dari 80.000 ha, dengan 57.000 ha untuk singkong dan sisanya kelapa sawit. Citra Kebun Raya Agri juga berencana membangun sejumlah pabrik pengolahan singkong di Bengkulu dan Lampung dengan investasi Rp 80 miliar yang diperkirakan akan selesai pada 2009. Semua ini dilakukan demi mengantisipasi produksi singkong yang diperkirakan mencapai 1,71-2,28 juta ton/tahun.[11] RUPS itu juga merombak susunan direksi dan komisaris di perusahaan ini. Pasca-akuisisi, aset perusahaan telah meningkat dari Rp 56 miliar menjadi Rp 1,4 triliun.[12]

Akan tetapi, kemudian kedua pabrik senilai US$ 4 juta itu diundur kembali penyelesaiannya pada tahun 2010 dan perusahaan kini lebih memfokuskan usahanya pada kebun singkong saja yang mencapai 85 ribu ha.[13] Di tahun tersebut juga, Citra Kebun Raya Agri telah mencoba meluaskan perkebunan singkongnya dan bekerjasama dengan Itochu demi menjual hasil produksinya berupa pati singkong.[14] Akan tetapi, hingga 2011, bisnis singkong dan kelapa sawit itu tidak kunjung menuai hasil yang signifikan, seperti pabrik yang tidak kunjung beroperasi walaupun sudah dijanjikan pabriknya akan beroperasi pada April 2011 dan diperkirakan akan mendatangkan keuntungan US$ 11,25 juta.[15] Malahan, pada tahun 2011, seluruh saham perkebunannya di PT Horizon Agro Industry dijual ke PT Rajawali Agro Andalan Nusantara pada Desember 2011 sebesar Rp 750 miliar, karena dianggap tidak menguntungkan.[16][17] Akibat aksi korporasi tersebut, pada pertengahan 2010 perusahaan merugi sebesar Rp 810 juta dari sebelumnya untung Rp 2,66 miliar, dan pada 2010-2012 tercatat tidak membukukan penjualan sama sekali, karena seluruh asetnya tidak kunjung berproduksi dan kemudian dijual. Bursa Efek Indonesia (BEI) kemudian juga mendenda perusahaan ini dengan denda Rp 25 juta karena dianggap tidak tepat menulis laporan keuangan 2009.[18][19] Laporan keuangan perusahaan pada Juni 2011 juga diberi tanda disclaimer oleh akuntan publik.[20]

Perusahaan pertambangan sunting

Ketika perusahaan sedang tidak memiliki bisnis apapun, pada 8 Februari 2012, PT Citra Kebun Raya Agri mengakuisisi 88% saham PT Perdana Indo Tambang yang didanai hasil penjualan PT Horizon dengan harga Rp 500 juta. PT Perdana sendiri sudah beroperasi sejak 2011, memiliki izin usaha pertambangan bijih besi seluas 3.000 ha dengan cadangannya mencapai 2,34 juta ton di Solok Selatan, Sumatera Barat.[21] Produksinya saat itu sudah mencapai 24.300 metrik ton yang akan dinaikkan menjadi 45.000 metrik ton pada 2017.[16] Akuisisi itu diharapkan akan meningkatkan keuangan CKRA. Selain itu, perusahaan juga berencana memperluas bisnisnya ke sektor lainnya, dari sebelumnya hanya perdagangan (diubah dari sebelumnya perkebunan),[17] seperti pertambangan nikel. Tidak hanya itu, akuisisi juga sempat direncanakan pada Brooksvale Capital Ltd. yang memiliki tiga anak usaha yang bergerak di pertambangan besi, yakni PT Bumi Babahrot di Aceh seluas 550 ha serta PT Sumber Minera Bersama dan PT Minang Pangeran di Sumatera Barat seluas 2.807,43 ha dan 68 ha,[22] Dunestone Development SA,[23] dan tambang bijih besi lain di Sumatera Barat, Aceh dan Lampung.[24] Pemilik saham PT Citra Kebun Raya Agri Tbk, Citra Group Pte. Ltd. kemudian menjual sahamnya kepada Redstone Resources Pte. Ltd., yang berbasis di Singapura namun dimiliki pengusaha Hong Kong Kwok Wai Chor Valentine.[25] Tidak lama kemudian, dalam RUPS pada 8 April 2013, perusahaan resmi memfokuskan bisnisnya pada pertambangan bijih besi dan mengganti namanya menjadi PT Cakra Mineral Tbk.[26] Perubahan-perubahan ini sempat berhasil memulihkan keuangannya, dengan meraih untung Rp 5,4 dan Rp 3,6 miliar pada kuartal ketiga 2012 dan 2013.[27]

Dengan kemudian memiliki dua tambang di Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah,[28] Cakra Mineral kemudian mengumumkan niatnya membangun smelter bijih besi di Sumatera Barat dengan investasi US$ 100-150 juta dan kapasitas produksi 1 juta ton/tahun. Hal ini karena Cakra Mineral dan anak usahanya belum memiliki izin ekspor bijih besi, sehingga harus menggunakan pihak ketiga untuk menjualnya ke Tiongkok. Smelter feronikel ini rencananya akan dibangun bekerjasama dengan Zhejiang Baoli Mining Co. Ltd., sebuah perusahaan Tiongkok, yang perjanjiannya disepakati pada Juni 2014 dan berada di Konawe, Sulawesi Tenggara.[29][30] Pabrik ini diperkirakan berkapasitas 48.000 metrik ton dan dimiliki mayoritas sahamnya oleh Cakra Mineral. Tidak hanya itu, pada 2016 telah diteken kesepakatan dengan Shaanxi Suoer Technology untuk membangun smelter lain penghasil pig iron di Aceh yang saham mayoritasnya juga dimiliki CKRA. Diperkirakan, kedua pabrik ini akan memakan biaya Rp 1,7 triliun.[31] Akan tetapi, pabrik itu kemudian tidak kunjung dibangun dengan alasan biaya yang mahal dan penurunan harga komoditas, ditambah perdebatan antara Cakra Mineral dan partner-nya mengenai apa yang akan dihasilkan dari pabrik itu.[32] Waktu penyelesaian smelter pun tercatat sempat diundur hingga 2020.[33]

Akibatnya, perusahaan hanya bisa memfokuskan usahanya pada pasir zirkon, yang pada 2016 mencapai 700 ton dan kemudian menjadi sumber dana utama perusahaan.[34] Kerugian pun akhirnya tak beranjak, pada 2014 mencapai Rp 305 miliar,[28] 2015 mencapai Rp 42 miliar,[35] 2016 sebesar Rp 20,12 miliar,[36] dan 2017 mencapai Rp 258,4 miliar.[37] Tidak hanya kerugian, pada tahun 2016, perusahaan ini dan manajemennya juga sempat diadukan ke BEI dan OJK karena dirasa salah satu pemegang sahamnya telah menipu dan memanipulasi data-data, seperti kepemilikan di perusahaan anak.[38] Sejak 2018, bahkan perusahaan tidak mencatatkan penjualan sama sekali.[1] Karena terlambat menyampaikan laporan keuangan-nya, maka sejak 5 Juni 2018 perdagangan saham perusahaan ini di BEI sudah dihentikan (suspend), yang kemudian diperpanjang pada 18 Februari dan 5 Juli 2019 karena hal yang sama.[39][40] Akhirnya, karena tidak kunjung membayar denda keterlambatan laporan keuangan, prospek usahanya dianggap tidak baik dan telah disuspensi perdagangan sahamnya selama dua tahun, sejak 28 Agustus 2020 perusahaan ini resmi dihapuskan (delisting) dari perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.[2][41]

Rujukan sunting

  1. ^ a b c d LapTahunan CKRA 2019
  2. ^ a b BEI akan delisting saham Cakra Mineral (CKRA) pada 28 Agustus 2020
  3. ^ a b c LAPKEU CKRA 2020
  4. ^ Informasi, Masalah 215-220
  5. ^ Informasi & peluang bisnis SWA sembada, Volume 22,Masalah 17-20
  6. ^ a b c Sejarah dan Profil Singkat CKRA (Cakra Mineral Tbk)
  7. ^ market remains bleak
  8. ^ Sektor Properti a. PT Ciptojaya Kontrindoreksa, Tbk
  9. ^ a b LAPKEU CKRA 2007
  10. ^ Lapkeu CKRA Q2 2009
  11. ^ CKRA Bangun Pabrik Pengolahan Cassava Rp 80 Miliar
  12. ^ Citra Kebun Raya Ubah Jajaran Direksi & Komisaris
  13. ^ Citra Kebun Raya Bangun Dua Pabrik USD4 Juta
  14. ^ Citra Kebun Raya Garap Lahan Baru di Lampung
  15. ^ CKRA Bidik Standby Buyer
  16. ^ a b CKRA tuntaskan akuisisi 88% saham PIT
  17. ^ a b CKRA akuisisi perusahaan tambang biji besi senilai Rp 500 juta
  18. ^ Citra Kebun Minta Denda Rp25 Juta Dihapuskan
  19. ^ KINERJA EMITEN: Citra Kebun Raya Agri Rugi Bersih Rp1,28 Miliar
  20. ^ CKRA Siapkan Rp 100 Miliar Untuk Akuisisi
  21. ^ Citra Kebun Raya Akuisisi Tambang Besi[pranala nonaktif permanen]
  22. ^ Keterbukaan cukup, BEI cabut suspen CKRA
  23. ^ CKRA akuisisi perusahaan perdagangan komoditas
  24. ^ CITRA KEBUN RAYA Ganti Nama menjadi Cakra Mineral
  25. ^ AKSI KORPORASI: Redstone Resources kuasai 80% saham CKRA
  26. ^ Citra Agri resmi banting setir menjadi perusahaan bijih besi
  27. ^ Cakra Mineral Bukukan Laba Bersih Rp3,46 Miliar, Turun 36%
  28. ^ a b Kinerja Cakra Mineral Anjilok pada Q3 2014
  29. ^ Cakra Mineral Gandeng Perusahaan China Bangun Smelter
  30. ^ Cakra Mineral Bangun Smelter Pig Iron Akhir 2015
  31. ^ Gandeng China, Cakra Mineral (CKRA) Bangun 2 Smelter Rp1,7 Triliun
  32. ^ Cakra Mineral tunda dua proyek smelter
  33. ^ Konstruksi dua smelter Cakra Mineral diproyeksi selesai 2020
  34. ^ KINERJA KUARTAL III/2017 : Cakra Mineral (CKRA) Catat Rugi US$16,56 Miliar
  35. ^ Kinerja Cakra Mineral Tbk / CKRA pada tahun 2015 masih rugi
  36. ^ CKRA punya Rp 200 M untuk tambang zirkon
  37. ^ Financial Statements Full Year 2017 of CKRA
  38. ^ Direksi PT Cakra Mineral Tbk Dilaporkan ke BEI dan OJK
  39. ^ Sempat Ramai Sebelum Disuspensi, Saham CKRA Masih Belum Aktif
  40. ^ Suspensi 10 Saham Ini, Apa Penyebabnya?[pranala nonaktif permanen]
  41. ^ Duh, tiga emiten ini terancam didepak dari bursa

Pranala luar sunting