Bau Nyale adalah sebuah pesta atau upacara yang dikenal dengan Bau Nyale. Kata Bau berasal dari Bahasa Sasak yang berarti menangkap sedangkan kata Nyale berarti cacing laut yang hidup di lubang-lubang batu karang dibawah permukaan laut.[1] Secara etimologis, Bau Nyale terdiri dari 2 suku kata, yakni bau, dalam bahasa Indonesia yang artinya menangkap, dan nyale yang berarti cacing lalu yang termasuk cacing bersekat (Annelida)[2] terutama dari jenis Palola viridis.

Ribuan warga turut serta dalam tradisi Nyale

Bau Nyale merupakan sebuah acara perburuan cacing laut. Acara ini diselenggarakan sekitar bulan Februari dan Maret. Tempat penyelenggaraan upacara Bau Nyale ini ada di Pantai Seger, Kuta. Terletak dibagian selatan Pulau Lombok [3]

Cerita legenda sunting

 
Festival Bau Nyale

Pesta atau upacara Bau Nyale merupakan sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi Suku Sasak, Suku asli Pulau Lombok. Keberadaan pesta bau nyale ini berkaitan erat dengan sebuah cerita rakyat yang berkembang di daerah Lombok Tengah bagian selatan.[4]

Putri Mandalika, seorang putri cantik jelita yang menjelma menjadi cacing nyale dan muncul sekali dalam setahun di Pantai Lombok. Siapa sangka cacing nyale yang diperebutkan dan dicari-cari setiap tahun oleh masyarakat Lombok ini adalah jelmaan dari seorang putri yang sangat cantik yang zaman dahulu diperebutkan oleh pangeran-pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok.[5]

Putri Mandalika adalah putri dari pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting. Raja ini terkenal karena kebijaksanaannya sehingga rakyatnya sangat mencintainya karena mereka hidup makmur. Putri Mandalika hidup dalam suasana kerajaan dan dihormati hingga dia menginjak dewasa.

Saat dewasa Putri Mandalika tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan mempesona. Kecantikannya tersebar hingga ke seluruh Lombok sehingga Pangeran-Pangeran dari berbagai Kerajaan seperti Kerajaan Johor, Kerajaan Lipur, Kerajaan Pane, Kerajaan Kuripan, Kerajaan Daha, dan kerajaan Beru berniat untuk mempersuntingnya.

 
Kemungkinan penggambaran modern Putri Mandalika ketika festival tahunan.

Mengetahui hal tersebut ternyata membuat sang Putri menjadi gusar, karena jika dia memilih satu di antara mereka maka akan terjadi perpecahan dan pertempuran di Gumi Sasak. Bahkan ada beberapa kerajaan yang memasang senggeger agar Sang Putri jatuh hati padanya. Namun hal ini malah membuat sang Putri makin gusar.

Setelah berpikir panjang, akhirnya sang Putri memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta rakyat mereka untuk bertemu di Pantai Kuta Lombok pada tanggal 20 bulan ke 10 menurut perhitungan bulan Sasak tepatnya sebelum Subuh. Undangan tersebut disambut oleh seluruh pangeran beserta rakyatnya sehingga tepat pada tanggal tersebut mereka berduyun-duyun menuju lokasi undangan.

Setelah beberapa saat akhirnya Sang Putri Mandalika muncul dengan diusung oleh prajurit-prajurit yang menjaganya. Kemudian dia berhenti dan berdiri di sebuah batu dipinggir pantai. Setelah mengatakan niatnya untuk menerima seluruh pangeran dan rakyat akhirnya Sang Putri pun meloncat ke dalam laut. Seluruh rakyat yang mencarinya tidak menemukannya. Setelah beberapa saat akhirnya datanglah sekumpulan Cacing berwarna-warni yang menurut masyarakat dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika.[6]

Referensi sunting

  1. ^ Asal Mula Upacara Bau Nyale ceritarakyatnusantara.com
  2. ^ Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018 oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hlm. 237.
  3. ^ Menghadiri Upacara Bau Nyale di Pantai Seger Kuta Lombok Diarsipkan 2015-04-03 di Wayback Machine. tempo.co
  4. ^ Bau Nyale Tradisi Tahunan Masyarakat Lombok Diarsipkan 2014-05-24 di Wayback Machine. pesonanegeriku.com
  5. ^ Festival Bau Nyale Putri Mandalika Lombok Diarsipkan 2020-09-21 di Wayback Machine. pewartanusantara.com
  6. ^ "Kisah Putri Mandalika". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-28. Diakses tanggal 2014-06-27. 

Pranala luar sunting