Barong ider bumi adalah upacara adat untuk menolak bala menurut kepercayaan masyarakat Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Upacara ini digelar pada hari raya kedua Idul Fitri, tepatnya pada tanggal 2 Syawal menurut kalender Islam.[1]

Rangkaian upacara adat barong ider bumi diawali dengan kegiatan bersih desa. Setelah itu, dilakukan arak-arakan Barong diselingi pertunjukan kesenian. Pada akhir upacara, diadakan ritual "sembur uthik-uthik", yakni kegiatan menyemburkan uang koin yang telah dicampur beras kuning dan bunga. Uang koin ditebar di sepanjang jalan desa sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang berlimpah selama satu tahun lalu.[2]

Sejarah sunting

"Barong" atau "Barongan" dalam mitologi Jawa dan Bali merupakan makhluk bersayap berkaki empat atau dua dengan kepala singa. Masyarakat Osing di Desa Kemiren memercayai Barong sebagai penjaga desa. Barong dianggap sebagai perwujudan nilai-nilai kebaikan dan keadilan. Kata "ider bumi" berasal dari gabungan dua kata yaitu "ider" dan "bumi". Dalam bahasa Jawa, "ider" berarti berkeliling, beredar, atau berputar. Adapun "bumi" merujuk pada tanah atau tempat berpijak. Ider bumi dapat diartikan sebagai kegiatan mengelilingi bumi atau tempat berpijak. Dalam hal ini, ider bumi artinya mengelilingi wilayah desa.[3]

Penyelenggaraan barong ider bumi dikaitkan dengan sosok Mbah Buyut Cili, yang makamnya masih terdapat hingga saat ini. Pada 1840, Desa Kemiren diserang wabah penyakit yang mengakibatkan banyak warga meninggal. Mbah Buyut Cili menyerukan kepada warga desa untuk melakukan arak-arakan Barong sebagai bentuk tolak bala. Sejak saat itu, upacara adat barong ider bumi terus digelar dan diwariskan secara turun-temurun.[4]

Prosesi sunting

Waktu penyelenggaraan upacara adat barong ider bumi dulunya jatuh pada tanggal 1 Syawal, tetapi kini mengalami pergesaran, tepatnya pada tanggal 2 Syawal. Pergeseran ini didasarkan pada kalender Islam. Hari Raya Idul Fitri merupakan hari kemenangan umat Islam setelah menuanaikan ibadah puasa. Hari pertama, biasanya umat Islam Indonesia, termasuk masyarakat Using saling mengadakan kunjungan sillaturahmi bersama keluarga maupun antartetanga.[1]

Rangkaian upacara adat barong ider bumi diawali dengan kegiatan bersih desa. Setelah itu, dilanjutkan dengan arak-arakan atau pawai.[4]

Saat arak-arakan berlangsung, warga Desa Kemiren menggunakan baju adat Osing yang dominan berwarna hitam sambil melakukan pertunjukan kesenian. Bersama Barong, warga mengarak benda-benda berupa sesaji seperti tumpeng, pakaian, dan peralatan senjata/pusaka. Puncaknya, adalah ritual "sembur uthik-uthik". Sepanjang jalan, tokoh masyarakat Osing menebarkan uang koin yang dicampur dengan bunga dan beras kuning.[4]

Festival sunting

Upacara adat barong ider bumi telah diangkat dalam bentuk festival tahunan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Arak-arakan dimulai dari pusaran atau gerbang masuk Desa Kemiren menuju arah barat ke tempat mangku barong atau pintu keluar Desa Kemiren sejauh dua kilometer.[4]

Sebagaimana tradisi asalnya, Festival Barong Ider Bumi dilaksanakan setiap tanggal 2 Syawal. Waktu pelaksanaannya dimulai pada pukul 14.00 WIB. Namun, ada beberapa ketentuan tersendiri dalam festival, terutama saat ritual "sembur uthik-uthik". Uang logam yang dibawa saat ritual "sembur uthik-uthik" harus tepat bernilai Rp 99900 dan bunga yang digunakan sebagai campuran saat menebarkan uang logam harus ada 9. Angka 9 ini merujuk pada 99 Nama Allah (Asmaul Husna).[4]

Dalam festival, upacara adat barong ider bumi dirangkai dengan kegiatan selamatan oleh warga setempat sebagai penutup festival. Prosesi ini menggunakan tumpeng pecel pitik, salah satu kuliner khas Banyuwangi.[4]

Pada 2018 yang lalu, Festival Barong Ider Bumi diselenggarakan pada 16 Juni 2018.[2]

Rujukan sunting

Catatan kaki
Daftar pustaka