Badan-Badan Pemberontakan Rakyat Kalimantan Selatan

Badan-badan pemberontakan rakyat Kalimantan Selatan merupakan organisasi yang memiliki unsur-unsur personel, senjata dan perbekalan, nilai-nilai dan norma-norma dan kepemimpinan dalam pergolakan melawan Penjajahan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Badan-badan ini memiliki daya tempur, daya pengaruh terhadap rakyat dan wewenang serta pengakuan dan dukungan dari rakyat. Nilai-nilai dan norma sebagai sumber semangat juang yang sangat penting antara lain, cinta tanah air dan bangsa, tidak kenal menyerah, rela berkorban, jujur, adil, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.[1]

Badan Pemberontakan Rakyat Kalimantan (BPRK) sunting

Banjarmasin merupakan pusat konsolidasi kekuasaan Belanda. Para pemuda yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Indonesia (PRI) atau dikenal sebagai pemuda PRI melakukan perundingan yang berlangsung pada tanggal 16-19 Oktober 1945 dan bersepakat membentuk Badan Pemberontakan Rakyat Kalimantan, di luar Tentara Keamanan Rakyat yang telah ada. Badan ini dipimpin oleh A. Ruslan. Program pokok dari badan ini adalah agar dalam waktu singkat dapat merealisasikan pemerintahan Republik Indonesia di Banjarmasin, sebagaimana pernyataan yang telah diumumkan dalam suatu kongres Pemuda Rakyat Indonesia. Di samping itu, badan ini juga mendesak penggantian Residen RI Pangrean Musa Ardikesuma yang dipilih menjadi Kiai Besar NICA-Belanda dengan A. Ruslan.[2] Tugas lain dari badan ini adalah mencari dan mengusahakan alat-alat perang terutama senjata peninggalan jepang, menyebarkan pamflet-pamflet yang isinya menentang kehadiran NICA-Belanda dan mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI, serta membangkitkan rasa permusuhan di kalangan rakyat terhadap NICA dan pendukungnya.[3]

Anggota-anggota badan ini sebagian besar merupakan pemuda yang di antaranya bekas anggota heiho. Susunan organisasi badan ini terdiri dari Dewan Penasihat dijabat oleh Pangeran Musa Ardikesuma, A. Ruslan, R. Suranto, Hadhariyah M., DR. Dzapari, Abdurrahman Siddik, A. Sinaga, Irmansyah, dan Amir Hasan Bondan; Markas Besar dijabat oleh Abdul Kadir Uwan, Mohammad Amin Effendi, M. Afiat, Abdurrahman Noor, Muhammad Hamli, Muhammad Hanafiah, Abdul Muthalib, F. Mohani; Bagian Pertahanan dan Tenaga Pimpinan Kelasykaran dijabat oleh Muhammad Amin Effendi, Abdul Kadir Uwan, dan Mas Untung Sabri; sedangkan Badan Kontak dan Perlengkapan dijabat oleh Husin Razak dan Hasbulah Arpi.[3] Markas Besar badan ini ditempatkan di kampung pangambangan.

NICA-Belanda dengan kaki tangannya telah melihat pergerakan badan ini dan dengan tindakan-tindakan yang keras dan kejam sejumlah pemuda dan pemuka masyarakat yang diduga terlibat dengan badan ini ditangkap. H. Hasbulah Yasin ditembak tepat di depan rumahnya di Alabio pada tanggal 26 Oktober 1945.

Pada tanggal 1-2 November 1945, badan ini berhasil menyerang pos polisi dan berhasil merampas beberapa karabijn dari polisi. Pemberontakan kemudian pecah pada tanggal 9 November 1945 di Banjarmasin dan menghancurkan mobil tentara NICA di Banua Padang, Rantau.

Referensi sunting

  1. ^ Kodam X/LM. Kodam X/LM Membangu. 1962. Banjarmasin. Hal. 48.
  2. ^ Ahmad Gafuri. Sejarah Perjuangan Gerilya menegakkan Republik Indonesia di Kalimantan Selatan (1945-1949), Kantor Penerangan Kabupaten Tapin. 1984. Rantau. Hal. 41.
  3. ^ a b Eddy Ketaren. Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Dalam Perang Kemerdekaan (1945-1949). 1985. MB APRI Jakarta. Hal. 49