Amplifikasi Acak Polimorfisme DNA

Amplifikasi Acak Polimorfisme DNA merupakan satu jenis penanda molekular yang banyak dipakai dalam penelitian dan diagnostik biologi molekular. Penanda ini lebih dikenal sebagai RAPD (biasa dipanggil rapid), singkatan dari Random Amplification of Polymorphic DNA.[1] Sebagai penanda genetik, RAPD dikenal sebagai penanda yang relatif murah dan tidak memerlukan keterampilan teknis yang tinggi.[1] Penanda ini bersifat dominan, dalam arti, ia dapat membedakan kelas genotipe resesif dari kelas-kelas genotipe yang lain.[1] RAPD memerlukan teknik PCR dan elektroforesis gel dalam penerapannya.[2] Kelemahan RAPD yang sangat dikenal adalah dapat memberikan hasil yang berbeda-beda apabila diulang, sehingga dianggap kurang handal (reliable), khususnya bagi keperluan diagnostik, seperti sidik jari DNA.[2]

Hasil Elektroforesis RAPD

Prinsip

sunting

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan metode perbanyakan genom yang paling sering digunakan karena sangat mudah dan membutuhkan jumlah DNA genom yang tidak terlalu banyak.[3] Metode dasarnya hampir sama seperti PCR, tetapi fragmen genom yang diperbanyak bersifat acak dengan satu atau banyak primer pada arbitrary sequence (sekuens tidak tentu).[4] Polimorfisme yang terjadi antara individual atau strain dikenali melalui perbedaan pada fragmen DNA yang diperbanyak oleh primer yang tersedia.[4]

Dalam bekerja, RAPD memerlukan pasangan primer, biasanya berukuran antara 8-mer hingga 12-mer (lihat oligo), karena menggunakan teknik PCR. Setiap pasangan primer akan menghasilkan sejumlah pita (band) yang akan tampak pada hasil elektroforesis gel.[5] Pasangan primer yang dipilih (bisa sudah diketahui atau dipilih beberapa secara acak) diberikan pada sampel-sampel DNA (disebut DNA templat) yang sudah dipersiapkan, selanjutnya PCR dijalankan.[3] Sewaktu proses PCR, primer akan menempel pada urutan-urutan basa yang komplemen pada DNA templat.[3] Di akhir PCR akan terdapat sejumlah besar fragmen-fragmen pendek DNA hasil amplifikasi.[3] Apabila terdapat delesi untuk suatu lokasi templat, akan terjadi polimorfisme.[3] Dengan elektroforesis gel, akan terlihat pita yang terputus-putus apabila terdapat polimorfisme (oleh karena itu bersifat dominan).[3]

Metode

sunting

Metode RAPD memberikan kemudahan mereplikasi DNA yang tidak diketahui sekuensnya dan dalam konsentrasi yang kecil (nanogram) dengan primer-primer yang bersifat tidak tentu (arbitrary primers).[6] Teknik RAPD yang umum dipakai memerlukan oligonukleotida sintesis pendek, berukuran sekitar 10 basa dari sekuens acak.[6] Primer ini biasanya telah disiapkan dalam bentuk kit untuk analisis RAPD.[6] Jika primer yang dipakai berukuran kurang dari 10 basa maka lebih cocok digunakan untuk menampilkan riwayat sidik jari DNA yang lebih kompleks (bidang forensik) dengan situs penempelan primer pada sekuens DNA yang lebih banyak.[6] Perlu diperhatikan bahwa panjang primer menjadi faktor penentu berhasil tidaknya replikasi. Primer spesifik yang ideal berukuran tidak lebih panjang dari 15 bp.[6] Primer yang panjang akan menyebabkan peluang komplemen dengan utas DNA semakin kecil, bahkan nihil.[7] Hal ini terjadi karena primer yang memiliki jangkauan primer reverse dan forward yang besar tidak dapat diamplifikasi karena fragmennya terlalu panjang.

Setelah dilakukan sintesis primer, tahapan selanjutnya adalah mereaksikan RAPD dalam DNA thermal cycler, yaitu suatu perangkat PCR untuk menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat.[8] Reaksi ini bertujuan untuk mengamplifikasi (mereplikasi) fragmen-fragmen DNA (amplikon) dengan riwayat khusus. Amplifikasi ini meliputi 3 tahapan besar, yakni tahap denaturasi DNA 96oC selama 1 menit, tahap penempelan (annealing) 40oC selama 1 menit, dan tahap pemanjangan (ekstensi) 72oC selama 2 menit.[8] Saat annealing, homologi sekuens antara primer dan utas DNA turut berperan menentukan keberhasilan reaksi.[8] Tahapan-tahapan yang ada akan berulang sebanyak 40 siklus hingga diperoleh sejumlah produk amplikon yang memiliki sekuens acak.[8] Adanya variasi urutan nukleotida yang diakibatkan insersi atau delesi pada beberapa lokus gen nantinya akan dianggap sebagai polimorfisme yang menjadi penanda diversitas genetik suatu galur (breed).[7] Hal ini dapat dilihat setelah divisualisasikan dengan elektroforesis gel agarosa.[7] Keberadaan profil DNA unik antar lokus gen akan terlihat berupa pita terang setelah pewarnaan gel dengan EtBr yang dilihat di bawah pendaran sinar UV.[6]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c (Inggris) [RVC]. 2004. Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD). [terhubung berkala] http://www.rvc.ac.uk/review/dna_1/5_RAPD.cfm [15 Mei 2010].
  2. ^ a b (Inggris) Macgowan AP. 1993. DNA (RAPD) analysis. [terhubungberkala] http://jmm.sgmjournals.org/cgi/reprint/38/5/322.pdf[pranala nonaktif permanen] [15 Mei 2010].
  3. ^ a b c d e f (Inggris) Williams JG, et al. 1990. DNA polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids Res 18(22):6531-5.
  4. ^ a b (Inggris) Micheli MR, Bova R, Pascale E, D’Ambrosio E. 1994. Reproducible DNA fingerprinting with the random and polymorphic DNA (RAPD) method. Nucleic Acid Research 22 (10): 1921-22.
  5. ^ (Inggris) Mbwana J, et al. 2006. Molecular characterization of Haemophilus ducreyi isolates from different geographical locations. J Clin Microbiol 44(1):132-7
  6. ^ a b c d e f (Inggris) Bardakci V. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. Turk J Biol 25:185-96.
  7. ^ a b c (Inggris) Chantler P. 2004. Recombinant DNA. [terhubung berkala]. http://www.rvc.ac.uk/review/DNA_1/5_RAPD.cfm [4 Mei 2009].
  8. ^ a b c d (Inggris) Nuchprayoon S, Junpee A, Poovorawan Y. 2007. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) for differentiation between Thai and Myanmar strains of Wuchereria bancrofti. Filaria J 6:6.