Ali Ghazaly (dikenal sebagai Ustadz Ali; 1935-2003) adalah tokoh ahli hisab (ilmu falak, perhitungan posisi benda-benda langit secara matematis dan astronomis) dari Persatuan Islam yang berasal dari kabupaten Cianjur. Hidup pada tanggal 11 Agustus 1935 dan meninggal pada tahun 17 November 2003 dalam usia 68 tahun. Cikal bakal ulama besar Persatuan Islam ini lahir di Kabupaten Cianjur, tepatnya di Bojong Herang pada tahun 1935. Ayahnya bernama Didi, ibunya bernama Maemunah. Saudaranya berjumlah 11 orang. Beliau merupakan putra yang ketiga.[1]

K.H.
Ali Ghazaly
LahirIndonesia Kabupaten Cianjur, 11 Agustus 1935
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
MeninggalIndonesia 17 November 2003
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Nama lainUstadz Ali, Ustadz Ghazaly
PekerjaanIlmuwan Hisab/Falak, Guru
Tempat kerjaPesantren Persatuan Islam 04 Cianjur
Dewan Hisab PP Persis
Dikenal atasPendiri Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur
Ilmuwan Hisab/Falak
GelarK.H.
PenggantiE. Khaeruman Ghazaly, S.Pd.I.
Suami/istriE Kursiyah
AnakHilman Saukani
E. Khaeruman
Ayi Zaini Dahlan
Nyinyi Naqiyyah
Sahlan Fauzi
Elis Wardah Latifah

Kehidupan Ali Ghazaly

sunting

Ali Ghazaly, akrab dipangil Ustad Ali atau Ustad Ghazaly,[2] lahir dikeluarga yang agamais serta taat beribadah. Ali Ghazaly sejak kecil telah memulai hidupnya dengan mandiri. Beliau mulai menekuni perdagangan sejak masih kecil, yaitu dengan berjualan Tauco milik ayahnya. Kendati ayahnya adalah seorang pengusaha besar Tauco, tetapi dia tidak mau menyandarkan namanya kepada nama besar ayahnya yang populer sebagai pengusaha Tauco waktu itu.

Riwayat Pendidikan

sunting

a. 1942-1947: Sekolah Rakyat (SR) Bojongherang.

b. 1947-1950: Madrasah Ibtidaiyyah (MI) al-Muawwanah, Cianjur.

c. 1950-1952: Madrasah Ibtidaiyyah (MI) al- ‘Ianah, Cianjur.

d. 1947-1952: Madrasah Diniyyah Persatuan Islam 04 Cianjur.

e. 1952-1953: Tajhiziyyah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.

f. 1953-1957: Tsanawiyyah Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.

g. 1957-1959: Mu’allimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.

Menginjak usianya yang ketujuh tahun, tepatnya pada tahun 1942 Ghazaly mulai memasuki jenjang pendidikan Sekolah Rakyat (setingkat SD) di Bojong Herang sampai tahun 1947. Merasa tidak puas di Sekolah Rakyat, Ghazaly kecil mulai berminat belajar ilmu agama di Madrasah Mu’awanah Cianjur. Disekolah ini beliau berkenalan dengan berbagai pengetahuan agama.

Tahun 1950-1952, Ghazaly menimba ilmu di Madrasah Ibtidaiyyah al-I’anah Cianjur. Kemudian beliau melanjutkan ke Tajhijiyyah pada tahun 1952-1953. Setamat Tajhijiyyah, beliau merantau ke Bandung, melanjutkan ke Tsanawiyah pada tahun 1953-1957 di Pesantren Persis Pajagalan. Dan pada tahun 1957-1959 melanjutkan ke Mu’alimien di Pesantren yang sama.

Belajarnya Ali Ghazaly di Pesanteren Persis Pajagalan merupakan langkah strategis perjuangan pada waktu itu. Karena selain di Cianjur memerlukan seorang kader yang faqih terhadap agama, juga tantangan yang dihadapi jauh lebih berat. Oleh karena itu tak heran jika keberangkatan beliau ke Pesantren Persis Pajagalan adalah hasil musyawarah ayahnya dengan sejumlah tokoh Persis Cianjur dan di bawah tanggung jawab KH. E. Abdurahman.

Hidup dan besar bersama KH. E. Abdurrahman

sunting

Selama Ali Ghazaly belajar disana, beliau tinggal di rumah KH. E. Abdurahman. Disanalah beliau lebih luas lagi mendalami ilmu agama dan disana pulalah beliau menemukan jati dirinya

Selama tinggal di Rumah KH. E. Abdurahman, beliau di amanahi untuk menjaga dan merawat perpustakan KH. E. Abdurahman. Oleh karena itu beliau tahu persis kitab apa saja yang sering jadi kajian para santri, juga kitab-kitab yang kerap kali digunakan gurunya. Dan dengan demikian beliaupun sering mengkaji ulang kitab-kitab tesebut.

Salah satu kajian yang ia minati adalah kajian ilmu Hisab. Beliau tekun mempelajarinya. Hingga pada suatu saat gurunya, KH. E. Abdurahman menemukan catatan kecil beliau yang terselip dalam sebuah kitab. Dengan kejadian itu,KH. E. Abdurahman berkesimpulan bahwa muridnya yang satu ini mempunyai potensi untuk mengembangkan Ilmu Hisab.

Melihat potensi ini KH. E. Abdurahman tidak menyia-nyiakannya. Secara khusus beliau memberikan materi ke hisaban, serta memberikan mandat kepada Ali Ghazaly untuk berguru kepada ulama profesional dalam bidang hisab di Cibarusah, Kota Bogor. Atas biaya gurunya, Ali Ghazaly berangkat dan belajar Ilmu Hisab disana. Sepulangnya dari sana, beliau berupaya mengembangkan ilmu hisab, khususnya di lingkungan Persis.

Karier Ali Ghazaly

sunting

Ali Ghazaly adalah sosok ulama yang kharismatik dan mempunyai suluk yang Zuhud. Suatu saat beliau menemukan kelas yang kotor dan tidak tertata rapi. Tanpa rasa gengsi, bahwa beliau seorang Pimpinan Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur, beliau membersihkannya dengan tenang tanpa beban. Setamat Mu’alimein Ali Ghazaly terjun dan mengabdikan diri di masyarakat. Ibtidaiyah dan Diniyah, inilah tempat mengabdi beliau yang pertama.

Tahun 1999 beliau pernah memberikan kuliahan di STAI al- ‘Ianah di Cianjur namun hal itu tak berlangsung lama, karena kesibukan beliau.

Aktivitas yang lainnya, beliau menjadi anggota tim Thaifah Mutafaqihin fiddin (TMD) pada tahun 1987, tim yang terdiri dari para ulama mumpuni yang menangani persoalan dan pertanyaan-pertanyaan agama dalam Majalah Risalah. Selain itu, beliau juga aktif sebagai Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam.

Kemampuan dibidang hisab yang beliau miliki, menempatkannya juga di Dewan Hisab PP. Persatuan Islam. Banyak prestasinya di bidang ini yang secara langsung dirasakan oleh umat. Al-Manak Islam yang selain memuat tanggal-tanggal hijriyah yang jadi acuan buat penetapan awal-awal bulan seperti awal bulan Ramadhan, Syawwal dann Dzulhijjah, juga memuat waktu-waktu shalat, waktu Syurq (terbit matahari), dan kejadian gerhana, adalah salah-satu buah tangannya.

Karena kepiawaiannya di bidang hisab, beliau pernah diberi penghormatan oleh pihak Institut Teknologi Bandung (ITB), serta oleh Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII). Dan dengan kepiawaiannya beliau sering diundang oleh Universitas-universitas ternama. Sebut saja Universitas Ibnu Khaldun Fakultas Agama Islam Bogor, pernah mengundang beliau dalam acara seminar ilmiah dengan tema: “Rukyat dan Hisab dalam tinjauan Astronomi dan Fuqaha”, yang dilaksanakan pada tanggal 28 November 1999.

Dan karena kepiawayaannya juga beliau pernah di undang oleh lembaga-lembaga yang memiliki popularitas tinggi, seperti Bosscha, NASA, Planetarium, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Geofisika TNI AU, dll. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama Republik Indonesia

Pengalaman organisasi

sunting

Selama menjadi santri Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung, ia tinggal di rumah K.H. E. Abdurrahman selaku ketua umum PP Persatuan Islam (PERSIS), juga selaku pimpinan pesantren Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung yang tentu saja banyak memiliki kesempatan untuk langsung belajar dengan beliau secara privat, termasuk mempelajari ilmu hisab.

a. 1953-1956 : Anggota Pemuda PERSIS Bandung juga anggota RG Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung.
b. 1959-1960 : Asatidz Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung, disamping ditugaskan sebagai asatidz Pesantren Persatuan Islam 4 Cianjur.
c. 1960-2003 : Mudirul ‘Am Pesantren Persatuan Islam 4 Cianjur.
d. 1983-2003 : Anggota dewan Hisab dan Rukyat Departemen Agama Republik Indonesia.
d. 1989-1992 : Ketua Pimpinan Daerah PERSIS se-wilayah II Bogor.
e. 1990-2003 : Anggota Dewan Hisbah PP PERSIS.
f. 1992-2003 : Anggota TMD (Thaaifah Mutafaqqihiina Fiddien) Risalah
g. 1992-2003 : Wakil ketua PD PERSIS Kab. Cianjur.
h. 1993-2003 : Ketua Dewan Hisab dan Rukyat PP PERSIS

Pokok-pokok pemikiran

sunting

Masalah Aqidah

sunting

Dalam pandangan Ali Ghazaly, Akidah merupakan perjanjian antara mahluk dengan khalik (Allah) yang diekspresikan dengan kata-kata dan tindakan, berupa keteguhan hati dalam menyembah Allah. Langkah-langkah tersebut bisa ditempuh dengan pembersihan jiwa dari yang mengotorinya.[3]

Pemikiran tersebut sesuai dengan firman Allah QS Al-Baqoroh 256 yang berbunyi:

إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, siapa yang mengingkari Thaghut dan mengimani Allah, sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah maha mendengar lagi maha mengetahui. (QS. Al-Baqoroh 256)

Pemikiran beliau terkait akidah ini banyak tertuang dalam materi-materi khutbah dan artikel yang ditulis. (Referensi tersedia dibawah)

Masalah Hisab

sunting

Hisab artinya perhitungan. Ilmu Hisab ialah ilmu yang mempelajarai perhitungan posisi benda-benda langit secara Matematika dan Astronomi khususnya untuk keperluan Ibadah.[4]

Salah satu ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi ummat Islam adalah ilmu hisab atau ilmu falak. Ilmu hisab ini sangat berkaitan dengan ibadah penting yaitu shalat, puasa dan haji. Dengan ilmu hisab, waktu shalat fardhu dapat ditentukan dengan memahami pergerakan matahari. Sementara pergerakan matahari itu sendiri telah ditentukan posisinya.

Allah SWT berfirman “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa: 103)

Ilmu hisab memang bermakna ilmu untuk menghitung posisi benda langit (matahari, bulan, planet-planet dan lain-lain). Yang memiliki akar kata yang sama dengan kata “hisab” adalah kata “husban” yang berarti perhitungan. Kata “husban” disebutkan dalam Al Qur’an untuk menyatakan bahwa pergerakan matahari dan bulan itu dapat dihitung dengan ketelitian sangat tinggi.

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (Ar-Rahman:5)

Dalam bidang ini, Ali Ghazaly merupakan ahli yang dikenal banyak orang, karena selama hayatnya beliau berhasil menemukan berbagai metode baru secara otodidak terkait ilmu hisab ini. Seperti permasalahan Hilal (bulan baru). Departemen Agama berpendapat bahwa hilal tidak bisa diketahui oleh kasatmata, tetapi Ali Ghazaly membantahnya, bahwa ternyata hilal itu bisa diketahui melalui bilangan/angka (ra’a bil ilm) melalui cabang ilmu tersebut. Perbedaan pandangan dalam mengartikan kata ra’a diatas merupakan titik awal perbedaan fiqih yang digunakan beliau dan Kementerian Agama Republik Indonesia. Dalam pandangan Ali Ghazaly, ra’a tidak hanya diartikan bil ‘ain (mata telanjang), tetapi bil ‘ilm (cabang ilmu) juga bisa. Hal ini sering kali berdampak dualisme pemikiran terkait penetapan awal Ramadhan dan idul fitri serta idul adha. Hal tersebut secara konsisten diyakini oleh Ali Ghazaly selama akhir hayatnya dan diikuti oleh organisasi Persatuan Islam melalui dewan hisab.[5]

Awal mula pendalaman ilmu hisab beliau dimulai ketika KH. E. Abdurrahman masih menjabat sebagai ketua umum Persatuan Islam, bahkan beliau sendiri yang fokus menangani hisab ini. Akan tetapi ketika beliau melihat Ali Ghazaly sering mencatat materi hisab secara lengkap, bahkan sering membuat rumusan-rumusan baru didalamnya, akhirnya KH. E. Abdurrahman memfokuskan dan mengarahkan Ali Ghazaly untuk belajar Hisab secara privat dan dikirim khusus kepada ahli hisab lainnya untuk memperdalam ilmu tersebut.

Pandangan pemahaman Ali Ghazaly dalam ilmu hisab ini diarahkan melalui berbagai tulisan beliau yang fokus pembahasannya mengenai cara menghitung waktu sholat, arah kiblat, dan menentukan posisi matahari dan bulan.[1]

Masalah pendidikan

sunting

Dalam pandangannya, Ali Ghazaly berpendapat bahwa setiap anak seyogianya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, mengenyam pendidikan tanpa memandang status sosial apapun. Namun pada saat itu kondisi geopolitik yang terjadi tidak mendukung pemerataan pendidikan, menjadikan banyak anak yang tidak merasakan pendidikan secara utuh.

Sadar akan hal tersebut, Ali Ghazaly berinisiatif mengadakan jalur pendidikan secara non-formal, yakni mengadakan semacam kursus/privat langsung ke rumahnya untuk setiap anak yang menginginkan belajar.

Sembari melakukan proses pembelajaran melalui non-formal, aksi beliau terhadap dunia pendidikan pun dilakukan dengan mendaftarkan pesantren Persatuan Islam di Cianjur tingkat Ibtidaiyyah ke Departemen Agama yang dilarang sebelumnya oleh ketua Persatuan Islam saat itu. Alasannya, karena pesantren ini sangat erat dengan agama, dengan mendaftarkan melalui departemen agama itu bisa mencampuri urusan agama dengan dunia. Namun hal ini ditentang oleh Ali Ghazaly, ia beranggapan bahwa lembaga pendidikan islam (pesantren) ini justru merupakan urusan dunia, karena sebelumnya (pada zaman rosul) tidak pernah ada sekolah formal.

Dengan didaftarkannya pesantren persis ke departemen agama, maka pesantren persis Cianjur khususnya akan disetarakan dengan sekolah lain yang akan berdampak pengakuan legal formal ketika para kader, santri, dan asatidz berbaur dengan masyarakat yang lebih luas.

Dengan kerja keras beliau dan rekan-rekan seperjuangan, serta para aghniya untuk mengembangkan pesantren persis di Cianjur, Alhamdulillah saat ini Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur berdiri dan masih aktif hingga saat ini.

Masalah dakwah

sunting

Gerakan dakwah yang beliau lakukan semasa hidupnya tertuang melalui ajakan-ajakan beliau dalam mimbar ataupun tulisan yang dimuat dalam berbagai media cetak.

Karya-karyanya[1]

sunting

Tulisan Ali Ghazaly kebanyakan tersebar dalam artikel-artikel yang dimuat dalam majalah Islamyah, Risalah, serta dalam diktat-diktat yang belum dicetak, diantaranya:

· Diktat Ilmu Hisab Seri Mabadi (untuk tingkat Dasar)

· Diktat Ilmu Hisab seri A, Tabel Astronomical of the Sun, Moon and Planets.

· Diktat Ilmu Hisab seri C, Menurut Sistem Khulashatul Wafiyah

· Diktat Ilmu Hisab, Panduan Hisab Ijtimak menurut Sistem Nurul Anwar

· Diktat Ilmu Hisab, mengenai gerhana Matahari dan bulan, Menurut Sistem Nurul Anwar

· Diktat Ilmu Hisab seri NC, menurut Sistem Newcomb Cleveland Prize

· Waspada dari tiga bahaya, meteri Khutbah pada hari Ahad Iedul Fithri 1417 H/9 Pebruari 1997

· Siapa orang-orang yang benar itu? Materi khutbah, Rabu 27 Desember 2000/1421

· Mendambakan sebuah negri yang baik dan diampuni tuhan, materi khutbah Iedul Fithri 1419 H

· Penetapan satu syawal, tanpa tahun.

· Fitnah kaum Sabaiyyah, Risalah No. II Th. XXII 1405/Pebruari 1985

· Gumma, hisab dan Rukyat, Risalah No. II Th. XXII Dzulhijjah 1405

· Mulut berbisa Yahudi, Risalah No. 7 Th XIII Muharam 1406

· Bulan Sabit, Risalah No. 7 Th XIII, Shafar 1406

· Betapapun hebatnya, manusia adalah makhluk lemah, Risalah No. 10 Th XIII, Rabiut Tsani/XII 1985.

· Raj’ah pengaruh Yahudi pada Syi’ah, Risalah No. 3 Th. XIV, Ramadhan-Syawal 1416/1986

· Awas Rayuan Harta, Risalah No. 10 Th. XXIV, Rabiut Tsani-Jumadil Ula 1416/XII 1987.

· Sering-seringlah dalam, mengingat maut, Risalah No. 12 Th XXIV Dzumadit Tsaniyah-Rajab 1407/II 1987

· Akibat barang-barang haram, Risalah No. 1 Th. XXV, Rajab-Sya’ban 1407/III 1987

· Bahaya Cinta Dunia, Risalah No. 3 Th. XXV 1987

· Hijab mengangkat harkat wanita, Risalah No. 5 Th XXV /1987

· Busana Libasut Taqwa, Risalah No. 9 Th. XXV/1988

· Awas tiruan, kaji maknanya, Risalah No. 10 Th. XXV/1988

· Banyaklah bersyukur, Risalah No. 1 Th.XXVI/1988

· Urwatul Islam Urwatul Wutsqa, Risalah No. 2 Th XXVI 1988

· Kebaikan harus dari Usaha yang baik, Risalah No. 3 Th. XXVI/1988

· Mambaca fatihah pada awal fatihah, Risalah No. 3 Th. XXVI/1988

· Istri yang shalehah dan rumah tangganya, Risalah No. 4 th. XXVI/1988

· Ulama panutan Umat, Risalah No. 5 Th. XXVI/1988

· Harta sarana ibadah, Risalah No. 6 Th. XXVI/1988

· Agama, akal, dan akhlak, Risalah No. 7 Th XXVI/1988

· Kitab Allah pegangan Hidup, Risalah No. 8 Th. XXVI/1988

· Al-Maisir, Risalah No. 10 Th. XXVII, Maret Th XXVI, Maret 1989

· Nikah Istibdha, Risalah No. 2 Th. XXVI April 1989

· Akan ada perusak al-Qur’an, Risalah No. 3 Th. XXVII Mei 1989

· Awas Isue, Risalah No. 12 Th XXVII, Rajab 1410/Pebruari 1990

· Dibalik Hayatut Dunya, Risalah No. 7 Th. XXVIII, Pebruari 1991

· Tinggalkan Riba, Risalah No. 11 Th. XXVIII, Pebruari 1991

· Hari Arafah hari Jum’at, Risalah No. 6 Th XXIX/Oktober 1991

Pranala

sunting
  • Amien, Shidiq. 2001. Kumpulan keputusan dewan hisbah. Bandung: Persis Press.
  • Azyumardi Azra. 1998. Ulama timur tengah dan kepulauan Nusantara abad ke XVII-XVIII. Bandung: Mizan
  • Basuki, Asep. 2004. Menelusuri Pemikiran Keagamaan KH. A. Ghazaly. Cianjur: RSIN FIKR
  • Dadan Wildan A. 1998. Yang da’I yang politikus. Bandung: Rosdakarya
  • Deliar Noer. 1997. Gerakan modern Islam di Indonesia 1900-1945. Jakarta: LP3S
  • Rosyana, Dede. 1999. Kajian hukum dewan hisbah. Jakarta: Logos
  • https://ppi04cjr.sch.id/profil-pesantren/biografi-kh-ali-ghazaly/

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Basuki, Asep. Menelusuri Pemikiran Keagamaan KH. A. Ghazaly. 2004. Cianjur
  2. ^ Dadan Wildan A. 1998. Yang da’I yang politikus. Bandung: Rosdakarya
  3. ^ Ali Ghazaly, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Materi khutbah ‘idul fitri 1419 H. di Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur
  4. ^ "MEMAHAMI ILMU HISAB". ATASI MASALAH HIDUP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-15. Diakses tanggal 2016-11-15. 
  5. ^ Amien, Shidiq. 2001. Kumpulan keputusan dewan hisbah. Bandung: Persis Press.