Akhudiat

seorang penulis dan budayawan Indonesia

Akhudiat, juga dikenal dengan nama Diat (5 Mei 1946 – 7 Agustus 2021), adalah seorang penulis Indonesia, terutama menulis drama atau naskah lakon/skenario, juga menulis cerita pendek, puisi, buku umum (non-fiksi).[1] Akhudiat juga menerjemahkan beberapa karya drama atau tentang drama dari bahasa Inggris.[2]

Akhudiat
Lahir(1946-05-05)5 Mei 1946
Rogojampi, Banyuwangi
Meninggal7 Agustus 2021(2021-08-07) (umur 75)
Surabaya, Jawa Timur
PekerjaanPenulis
KebangsaanIndonesia
Karya terkenalMasuk Kampung Keluar Kampung
PasanganMulyani
AnakAyesha, Andre Muhammad, Yasmin Fitrida

Akhudiat meninggal dunia pada 7 Agustus 2021.[3]

Pendidikan dan Karier sunting

Menempuh pendidikan Sekolah Rakyat (SR) Rogojampi, Banyuwangi, lulus tahun 1958, lalu melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Pertama Negeri (PGAPN) IV Jember, lulus tahun 1962, kemudian melanjutkan sekolah di PGAA Malang sambil mengajar di beberapa SMP/SMA, serta madrasah tsanawiyah/aliyah. Selepas itu, Diat belajar di Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) III Yogyakarta, lulus tahun 1965. Tahun 1972–1973, kuliah di Akademi Wartawan Surabaya (AWS) namun tidak tamat.

Sejak tahun 1970 diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Pusat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Bagian Kemahasiswaan, Kantor Pusat IAIN Sunan Ampel Surabaya, pensiun tahun 2002. Setelah pensiun, sejak tahun 2002 hingga sekarang, ia menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Akhudiat menjabat sebagai Komite Sastra dan Teater di Dewan Kesenian Surabaya tahun 1972–1982. Pada tahun yang sama (1972–1982), juga sebagai sutradara dan penulis naskah teater di komunitas Bengkel Muda Surabaya (BMS). Ia menjadi anggota pleno di Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) sejak tahun 1999 hingga sekarang. Menjabat sebagai steering committee Festival Seni Surabaya (FSS) sejak tahun 2000 hingga sekarang.

Karya dan Proses Kreatif sunting

Pernah ikut kursus akting di Teater Muslim pimpinan Mohammad Diponegoro pada 1965,[4] juga berguru di kelompok teater Arifien C. Noer. Di bidang teater, Akhudiat juga mementaskan drama selain berperan sebagai aktor.

Tulisan pertama Akhudiat adalah tentang Markeso, seorang aktor tunggal “Ludruk Garingan”, dimuat di Surabaya Post tahun 1970. Drama Indonesia sampai tahun 1970an, biasa menggunakan panggung prosenium, yakni konsep panggung yang mengangankan bingkai gambar dua dimensi yang tampak depan, samping, dan satu fokus utama, di mana gambar atau adegan itu meniru alam atau dunia di luar panggung, sehingga adegan di panggung dibuat dalam latar seperti suasana di dalam rumah dengan segala perlengkapan perabotannya, atau adegan hutan, jalan, pantai, taman, dengan layar scenery dan para pelaku duduk-duduk atau jejer wayang dalam melakoni nasibnya. Menurut Diat, panggung indah dan rapi yang sudah berlangsung sejak era Stamboel atau Opera Melayu, dan masih bisa dilihat turunannya pada panggung Srimulat, Ketoprak, atau Ludruk, tersebut kurang imajinatif, kurang “liar”, dan terlalu “diatur”. Menyikapi hal tersebut, bersama komunitas Bengkel Muda Surabaya, Akhudiat menawarkan panggung yang lain, yaitu “panggung kosong”.

Konsep panggung kosong tersebut adalah konsep yang menganggap dunia panggung sebagai dunia imajiner, make-believe, pura-pura, rekaan, mungkin tiruan alam luar panggung, mungkin juga tidak. Bisa berasal dari mana pun: gagasan sejarah, pengalaman, peristiwa sehari-hari, berita/artikel, mimpi, bahkan pure nothing, diraih dari angin. Maka muncullah di panggung, orang atau barang, baik sebagai pelaku/pelakon atau properti/alat bermain. Semuanya berubah, bergerak, berombak, berirama, berganti, bertukar, berkeliaran, bahkan berontak, menjadi lakon. Maka adegan-adegannya dominan out-door/exterior. Dengan konsep tersebut, drama bisa dimainkan di mana pun, baik di dalam gedung, taman, lapangan, halaman, pendapa, arena, atau di mana saja. Karena itu, beberapa lakon awal Akhudiat dijuluki “teater jalanan.”

Dengan pikiran “teater jalanan”, Diat mendapat gagasan ketika sering ketemu corat-coret (graffiti, tunggal: graffito) berupa tulisan atau cukilan di tembok, pohon, batu, bangku, gardu, halte, stasiun, terminal, tempat wisata, atau di mana pun, yang hanya berisi dua nama, pemuda dan pemudi yang sedang bercinta. Pesan singkat ini tentu mengandung kisah panjang di baliknya. Coretan atau “Grafito” kemudian dijadikan judul naskah dramanya.Grafito yang ditulis tahun 1972 ini berkisah tentang dua remaja, Ayesha dan Limbo, ketemu di jalanan. Keduanya adalah pemimpin geng yang terlibat dalam kisah love/hate, cinta/benci.

Pada tahun 1973, puisinya berjudul Gerbong-gerbong Tua Pasar Senen, mendapat juara II Lomba Penulisan Puisi versi Dewan Kesenian Surabaya. Karya dramanya, Jaka Tarub dan Rumah Tak Beratap, memenangkan lomba naskah drama versi Dewan Kesenian Jakarta, tahun 1974.

Cerpen Diat, “New York Sesudah Tengah Malam”, yang pertama kali dimuat di Majalah Horison, Oktober 1984, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Dede Oetomo, dosen Unair Surabaya, dengan judul New York After Midninght, diterbitkan dan dijadikan judul buku kumpulan sebelas cerpen Indonesia dari 11 cerpenis, merujuk pengalaman tinggal di Amerika Serikat serta pandangan mereka tentang Amerika. Buku tersebut disunting oleh Satyagraha Hoerip (Oyik), diterbitkan Executive Committee, Festival of Indonesia, USA, 1990-1991. Diterjemahkan lagi oleh John H. McGlynn, New York After Midninght, dimasukkan dalam kumpulan puisi, cerpen, dan esai tentang New York setelah mengalami tragedi 11 September 2001. Terjemahan McGlynn ini dimuat oleh majalah Persimmon, Asian Literature, Art and Culture, Volume III, November 1, Spring 2002, diterbitkan Contemporary Asian Culture, New York.

Karya dramanya, Jaka Tarub, termasuk salah satu karya yang dimuat dalam kompilasi seratus tahun drama Indonesia dalam buku Antologi Drama Indonesia Jilid 3, 1946-1968.[1] Termasuk karya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul sama, dimuat dalam The Lontar Anthology of Indonesian Drama 3: New Directions 1965-1998.[5] Menurut Cobina Gillit, editor The Lontar anthology of Indonesian Drama Vol. 3, karya Akhudiat tersebut dipilih sebagai representasi karya drama yang mengadaptasi cerita rakyat, yang merupakan jenis karya dominan di Jakarta, khususnya pada awal 1970an.[5]

Tahun 1975 ia mengikuti Iowa International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.[1]

Penghargaan sunting

  • Pada tahun 1989, Walikotamadya Surabaya memberikan penghargaan sebagai Aktivis Teater Modern atas jasa-jasanya di bidang kesenian.[2]
  • Pada tahun 2001, Gubernur Provinsi Jawa Timur memberikan penghargaan untuk seniman berprestasi.[2]

Keluarga sunting

Akhudiat menikah dengan Mulyani pada 4 November 1974, mempunyai 3 anak: Ayesha (lahir pada 1975), Andre Muhammad (lahir pada 1976), dan Yasmin Fitrida (lahir pada 1978). Bersama keluarganya, Akhudiat sekarang tinggal di Surabaya.

Hasil karya sunting

Karya Asli

  • Gerbong-Gerbong Tua Pasar Senen (antologi puisi dan prosa, 1971)[1]
  • Grafito (drama 1972)[1]
  • Rumah Tak Beratap Rumah Tak Berasap dan Langit Dekat dan Langit Jauh (drama, 1974)[1]
  • Jaka Tarub (drama, 1974)[1]
  • Bui (drama, 1975)[1]
  • Re (drama, 1977, drama-drama ini merupakan pemenang Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Dewan Kesenian Jakarta)[1]
  • Putih dan Hitam (drama, 1978)[1]
  • Suminten dan Kang Lajim (drama anak, 1982)[1]
  • Mencari Air dalam Air (kumpulan puisi, 1983)[1]
  • Menyambung yang Patah (skenario film sinetron, 1984)[4]
  • Endang Baru (skenario film sinetron, 1984)[4]
  • Cerita Pendek dari Surabaya (antologi cerpen, 1991; ed. Suripan Sadi Hutomo)[1]
  • Bermula dari Tambi (antologi cerpen, 2000)[1]
  • Memo Putih (antologi puisi, 2000)[1]
  • Manhattan Sonnet: Indonesian Poems, Short Stories and Essays (2002)[2]
  • Masuk kampung Keluar Kampung: Surabaya kilas balik (2008)[2]

Karya terjemahan

  • Fred karya Sherwood Anderson yang kemudian diubah berjudul Kematian di dalam Hutan
  • Sumur karya Agusto Cespedes
  • Model karya Bernard Malamud
  • Apotek karya Anton Chekov
  • Kisah Pohon Abu karya Peter Handke
  • Benang Laba-laba karya Ryonusuke Akutagawa
  • Raja Ubu karya Alfred Jarry
  • Jalan Tembakau karya Erskine Caldwell
  • Katastrof dari New Yorker, drama absurd karya Samuel Beckett, .

Rujukan sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Indonesia) Antologi Drama Indonesia Jilid III. Amanah-Lontar, 2006, Jakarta. ISBN 979-99858-4-6
  2. ^ a b c d e "Akhudiat". Ensiklopedia Sastra Indonesia. Diakses tanggal 2022-12-7. 
  3. ^ Nashrullah, Hanif (7 Agustus 2021). Astro, Masuki M., ed. "Dramawan Akhudiat tutup usia". Antara. Diakses tanggal 7 Agustus 2021. 
  4. ^ a b c (Indonesia) Rampan, Korrie Layun. Leksikon susastra Indonesia. Balai Pustaka, 2000, Jakarta. Halaman 33. Biografi Akhudiat (Diat)
  5. ^ a b (Inggris) The Lontar anthology of Indonesian Drama Vol. 3. Lontar Foundation, 2010, Jakarta. hlm xv-xvi

Pranala luar sunting