Agatha Yi (1824-1840) adalah seorang martir Katolik Korea. Ia dipenjarakan bersama dengan ayahnya yaitu Agustinus Yi Kwang-hon, dan juga ibunya yaitu Barbara Kwon Hui, pada tanggal 8 April 1839, ketika dia berusia 17 tahun.

Agatha diinterogasi dan disiksa berkali-kali. Kepala polisi berusaha untuk membujuk dia supaya dia menyangkal imannya. Karena usaha yang dilakukan kepala polisi tidak berhasil, dia menggunakan cara yang kejam untuk memaksa Agatha menyerah. Kepala polisi itu terkejut karena walaupun dengan kekerasan pun tidak efektif. Gadis muda ini menahan semua ancaman dan siksaan dengan sangat berani, sehingga orang-orang di sekitar dia hampir tidak percaya akan kekuatan rahmat Ilahi.

Suatu mukjizat bahwa Agatha dapat menjaga keperawanannya yang tinggal di antara para penjaga penjara yang seperti binatang.

Para penjaga penjara membohongi dia dengan berkata bahwa kedua orang tuanya telah menyerah dari iman mereka dan telah dibebaskan dari penjara. Agatha menjawabnya untuk dirinya sendiri dan kepada saudaranya yaitu Damianus dengan berkata: “Benar atau tidaknya bahwa orang tua kita telah menyangkal agama mereka itu bukan urusan kita. Kita tidak dapat menyangkal Allah!”

Agatha dicambuk sebanyak 300 kali dan dipukuli sebanyak 90 kali. Seluruh penderitaam, rasa haus, kelaparan dan penyakit tidak membuatnya patah semangat. Melalui semua penderitaannya, dia memikirkan tentang ayahnya yang dipenggal pada tanggal 24 Mei 1839 dan ibunya yang menjadi martir pada tanggal 3 September 1339, dia berusaha meniru teladan mereka. Setelah sembilan bulan dipenjara, Agatha dicekik sampai mati di Seoul pada tanggal 9 Januari 1840 pada usia 17 tahun.[1]

Referensi sunting