Abu Dujana (Jemaah Islamiyah)

Abu Dujana (nama asli: Ainul Bakri;[1] alias Mahmudi Yusron,[2] Mahfud, Yusron, Pak Guru, Mas Ud, Thorim, Sobirin dan Dedi;[3] lahir 20 Agustus 1969)[4] adalah seorang tersangka teroris asal Indonesia. Oleh Polri ia disebut sebagai ahli merakit bom dan terlibat dalam Bom Bali 2002, Bom JW Marriott 2003, dan Bom Kuningan. Selain itu, Polri juga meyakini Dujana telah membantu mengatur pelarian Noordin M. Top dan Azahari Husin.[1]

Ia ditangkap di desa Kebarongan, Kemrajan, Banyumas, Jawa Tengah pada 9 Juni 2007. Kala ditangkap ia diidentifikasi sebagai Mahfud alias Yusron. Identitas aslinya dipastikan pihak kepolisian melalui pencocokan sidik jari.[3]

Riwayat hidup sunting

Dujana terlahir dengan nama Ainul Bakri pada tahun 1969 dan besar di Cianjur. Pada tahun 1980 ia berganti nama menjadi Abu Dujana dan pergi belajar di Pakistan. Pada tahun 1989 ia kemudian mengikuti pelatihan militer di Afganistan bersama dengan para mujahidin yang sedang memerangi Soviet. Di sana Dujana memperoleh keterampilan menggunakan senjata, merakit bom, taktik perang, dan pernah bertemu Osama bin Laden.[1] Dua tahun kemudian ia menjadi guru di pesantren Lukmanul Hakim, Johor, Malaysia. Di sana pulalah ia mulai menjalin hubungan dengan Noordin M. Top dan Mukhlas. Pada tahun 1998 ia menikah dengan Sri Mardiyati dan menetap di Dusun Saratan, Desa Sumber Agung, Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah selama tiga tahun.[4] Kemudian pada Oktober 2002 Dujana diangkat menjadi Sekretaris Markaziyah Jemaah Islamiyah. Pada awal 2007 Dujana menjadi buronan teratas dalam daftar buronan yang paling dicari Polri.[5]

Penangkapan sunting

Sebagai Yusron, oleh warga desa Kebarongan ia diketahui mulai menempati rumahnya di sana sejak delapan bulan sebelum penangkapannya. Ia tinggal di sana bersama istri dan tiga anaknya, yang masing-masing berusia delapan tahun, lima tahun, dan dua tahun.[2] Dujana mengaku berasal dari Kuningan, sedangkan istrinya dari Boyolali.[6] Sehari-harinya Dujana mengaku sebagai pedagang tas. Oleh warga desa ia disebut sebagai orang yang pendiam dan aktif dalam kegiatan keagamaan. Selain itu Dujana juga dikatakan sering ke luar kota dalam waktu yang lama.[7]

Dujana ditangkap saat menghadiri pemilihan kepala desa di lapangan Kebarongan bersama keluarganya. Saat mereka meninggalkan lapangan dengan sepeda motor, beberapa orang mengikuti. Sekitar 400 meter dari lapangan, ia ditembak di kakinya.[2]

Vonis kasus terorisme sunting

Pada 21 April 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Dujana dengan hukuman 15 tahun penjara karena terbukti menyimpan senjata api dan bahan peledak serta telah membantu kegiatan terorisme.[8][9] Vonis 15 tahun penjara juga dijatuhkan pada Zarkasih, anggota JI lainnya. Selain itu pada saat yang sama majelis hakim juga menyatakan bahwa Jemaah Islamiyah merupakan "korporasi yang terlarang".

Referensi sunting

Pranala luar sunting