Zakat di Indonesia

Zakat di Indonesia dikelola bersama oleh Pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia. Pada masa penjajahan Hindia Belanda di Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda hanya menjadi pengawas pengelolaan zakat oleh penduduk pribumi. Pengelolaan zakat di Indonesia kemudian diatur dalam undang-undang tentang pengelolaan zakat yang diterbitkan pada tahun 1999 dan 2011. Penghimpunan zakat di Indonesia dilakukan secara individu dan korporat.

Sejarah

sunting

Masa penjajahan Hindia Belanda

sunting

Pemerintah Hindia Belanda telah menetapkan kebijakan mengenai zakat pada tahun 1858. Dalam kebijakan ini, Pemerintah Hindia Belanda hanya sedikit mengurusi persoalan zakat. Sebagian besar kegiatan pengelolaan zakat diberikan kepada penduduk pribumi. Tujuannya untuk mengurangi ketidakpuasan rakyat akibat penyalahgunaan zakat oleh para pejabat Pemerintah Hindia Belanda.[1]

Pada tahun 1866, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan kebijakan tentang larangan kepada pejabat pemerintahan dalam penghimpunan dan pembagian zakat. Tujuan kebijakan ini untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di Indonesia. Setelah kebijakan ini berlaku, zakat sepenuhnya menjadi urusan pribadi.[1]

Pengawasan pengelolaan zakat harta dan zakat fitrah baru dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1893. Kebijakannya ditetapkan dalam Bijblad Nomor 1892 yang diterbikan pada tanggal 4 Agustus 1893. Pengawasan zakat bertujuan untuk mencegah penyelewengan keuangan oleh para naib.[1]

Pemerintah Hindia Belanda kembali menerbitkan kebijakan mengenai pengelolaan zakat pada tahun 1905. Kebijakan ini ditetapkan dalam Ordinatie Nomor 6200. Penerbitannya dilakukan tanggal 28 februari 1905. Dalam kebijakan ini, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan untuk tidak ikut campur sama sekali dalam urusan zakat. Pengelolaan zakat sepenuhnya diberikan kepada umat muslim di Indonesia.[2]

Peraturan perundang-undangan

sunting

Undang-Undang Pengelolaan Zakat 1999

sunting

Landasan legal dan formal untuk pengelolaan zakat di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Penerbitan undang-undang ini dilakukan pada masa pemerintahan B. J. Habibie sebagai Presiden Indonesia dalam Kabinet Reformasi Pembangunan.[3]

Undang-Undang Pengelolaan Zakat 1999 menetapkan dua bentuk pengelolaan zakat di Indonesia. Bentuk pertama adalah lembaga amil zakat dan bentuk yang kedua adalah badan amil zakat. Lembaga amil zakat diprakarsai oleh masyarakat Muslim di Indonesia. Sedangkan badan amil zakat dibentuk oleh Pemerintah Indonesia sebagai pengelola zakat.[4]

Undang-Undang Pengelolaan Zakat 2011

sunting

Pada tanggal 25 November 2011, Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang Pengelolaan Zakat 2011 ditetapkan sebagai pengganti Undang-Undang Pengelolaan Zakat 1999. Dalam undang-undang ini, pengelolaan zakat bersifat terpusat ke Badan Amil Zakat Nasional. Pengelolaan zakat oleh masyarakat Indonesia menjadi bagian dari sistem zakat nasional yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional.[5]

Pengelolaan

sunting

Penghimpunan

sunting

Pada tahun 2017, jumlah zakat yang dihimpun secara individu di Indonesia sebanyak Rp 6,2 triliun. Jumlah tersebut meningkat sekurangnya Rp 1,2 triliun dari tahun 2016. Zakat yang terhimpun sebagian besar merupakan zakat harta dengan proporsi sebesar 44,75% (Rp 2,7 triliun). Jumlah tersebut menurun sebanyak 11,93% (Rp 58 miliar) dibandingkan dengan tahun 2016.[6]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b c Nopiardo 2019, hlm. 68.
  2. ^ Nopiardo 2019, hlm. 68-69.
  3. ^ Widiastuti, dkk. 2019, hlm. 5.
  4. ^ Fahham 2020, hlm. v-vi.
  5. ^ Fahham 2020, hlm. vi.
  6. ^ Widiastuti, dkk. 2019, hlm. 6.

Daftar pustaka

sunting
  • Fahham, Achmad Muchaddam (2020). Pengelolaan Zakat di Indonesia (PDF). Jakarta Pusat: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia. ISBN 978-623-6540-18-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-08-21. Diakses tanggal 2022-08-11.