Wae Rebo

desa wisata adat di Nusa Tenggara Timur

Wae Rebo atau Waerebo adalah sebuah desa adat terpencil dan misterius di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Wae Rebo merupakan salah satu destinasi wisata budaya di Kabupaten Manggarai.[1] Terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Di kampung ini hanya terdapat 7 rumah utama atau yang disebut sebagai Mbaru Niang. Wae Rebo dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012 dengan menyisihkan 42 negara lainnya.[2] Wae sendiri dalam bahasa manggarai artinya ialah "air". Penulisan waerebo menggunakan 1 kata dan tidak memakai spasi seperti yang ditulis media. Desa Waerebo sendiri sudah berumur 1200 tahun dan sudah memasuki generasi ke 20. Dimana 1 generasi berusia 60 tahun lamanya.

Mbaru Niang dengan 6 rumah lain pada pagi yang dingin di Wae Rebo

Sejarah sunting

Menurut legenda masyarakatnya, nenek moyang mereka berasal dari Minangkabau.[3] yang bernama Empo Maro berlayar dari Pulau Sumatera hingga ke Labuan bajo. Empo Maro melarikan diri dari kampungnya karena difitnah dan ingin dibunuh. Kemudian ia merantau ke beberapa kota. Pertama ia singgah di Gowa Sulawesi, lalu berpindah lagi ke beberapa kota lain. Saat perpindahannya, Maro menemukan seorang istri. Lalu ia mengajak istrinya tersebut ikut berpindah bersamanya. Pada suatu malam Maro bermimpi bertemu dengan seorang petua yang berbicara kepada Maro untuk menetap dan berkembang di Kampung Wae Rebo. Maro mengikuti apa yang petua itu katakan. Ia bersama istrinya mencari Kampung Wae Rebo tersebut. Setelah sampai di Wae Rebo, Maro dan istri hidup dan menetap di sana.[4]

Kehidupan masyarakat sunting

Wae Rebo tidak saja memiliki keindahan desa dan alamnya saja, ragam kehidupan dan sosialnya pun juga menjadi daya tarik. Desa ini ditinggali oleh 44 keluarga dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian seperti kopi, cengkeh, dan umbi-umbian. Aktivitas para wanita di Desa Adat Wae Rebo, selain memasak, mengasuh anak, menenun, juga membantu kaum pria di kebun. Masyarakat Wae Rebo masih mempertahankan cara hidup sesuai budaya dan tradisi yang diwarikan oleh leluhur mereka.[5]

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat menggunakan mata air yang berasal dari pegunungan. Sumber mata air ini dinamakan sosor, yang terbagi menjadi 2, yaitu sosor pria dan sosor wanita.[6]

Rujukan sunting

  1. ^ UWA (2022-06-03). "Wae Rebo, Wisata Budaya Manggarai". UWA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-08-14. 
  2. ^ Rujukan kosong (bantuan) 
  3. ^ "Wae Rebo, Kampung Adat Misterius di Tengah Pegunungan Flores" Detik.com, 19-11-2013. Diakses 10-10-2014.
  4. ^ Novena, Josephine. "Wae Rebo Warisan Dunia". Tarfomedia. STIKS Tarakanita. ISSN 2720-9431. 
  5. ^ UWA (2022-04-27). "Wisata Budaya Wae Rebo". UWA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-08-14. 
  6. ^ "Sarat dengan Kearifan Lokal, Inilah Wae Rebo "Desa di Atas Awan" - Indonesia Travel". www.indonesia.travel. Diakses tanggal 2022-05-16.