Hipoksia

kekurangan oksigen

Hipoksia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi saat tubuh mengalami kekurangan oksigen.[1] Pada kasus yang fatal dapat berakibat koma, bahkan sampai dengan kematian. Namun, bila sudah beberapa waktu, tubuh akan segera dan berangsur-angsur kondisi tubuh normal kembali.

Sekilas tentang Acute Mountain Sickness (AMS)

  AMS adalah salah satu penyakit ketinggian yg disebabkan oleh kekurangan pasokan oksigen pada tubuh (hipoksia) dengan segala akibatnya.

Tanda paling dini hipoksia ditengarai oleh otak, berupa euphoria, rasa gembira yg (rada) berlebihan. Jika berlanjut, mulai timbul mual2 dan pening, dari ringan sedang hingga berat, kelelahan (fatigue), pusing (dizziness), nafsu makan menurun (anorexia). Keadaan kekurangan pasokan oksigen yg makin parah ditandai dgn nafas menjadi pendek dan sesak, bisa disertai batuk kering. Tanda2 tsb menunjukkan adanya edema paru, High Altitude Pulmonary Edema (HAPE). Akibat hipoksia akan semakin buruk jika sudah terjadi pembengkakan otak, High Altitude Cerebral Edema (HACE). Ditandai dengan penurunan kesadaran sampai koma. Pada fase terminal ditandai dengan kejang2 dan kematian karena herniasi otak.

Bersama ‘sepupunya’, Hipotermia, Hipoksia adalah dua keadaan yg sering menimpa para pendaki. Kita harus mewaspadai dan mengenali tanda2 awalnya agar tidak bertambah parah dan berakibat fatal. Jangan malu /menyembunyikan jika memang merasakan adanya gejala2 awal. Jangan lupa, pulang ke rumah dengan selamat adalah prioritas utama.

    AMS bisa dicegah dengan aklimatisasi yg baik. Kata kuncinya, pole pole (Bhs. Swahili), bestari bestari (Bhs. Bhutan, Nepal). Slowly slowly, alias pelan pelan. Maksudnya mendakilah dengan perlahan-lahan.     Acetazolamid bisa membantu aklimatisasi dengan menaikkan ekskresi bikarbonas. Selain itu obat ini bisa meringankan gejala AMS.     Kortison bisa mengobati gejala AMS dengan mengatasi edema paru tapi tidak membantu aklimatisasi.

    Menurut buku teks Wilderness Medicine, kombinasi kortison dan acetazolamid bisa diberikan untuk meringankan gejala AMS.

    Manajemen definitif adalah menurunkan penderita minimal 500m, istirahat dan menunda pendakian.     Lansia lebih sulit beraklimatisasi, tapi (untungnya) lebih jarang mengalami AMS.     Susceptibility (kerentanan) terkena AMS berbeda2 pada masing2 orang. Ada banyak teori, salah satunya mungkin juga dipengaruhi oleh faktor genetis.     Orang yg sudah sering mendaki ke elevasi >4000m tidak lantas 'kebal' terhadap AMS, kecuali jika masih dalam rentang 2 minggu terpapar ketinggian.

     Mudah2an uraian singkat ini menambah wawasan kita tentang AMS. Sehingga kita akan lebih waspada dan terhindar darinya.
     Selamat mendaki dengan aman dan nyaman...

Rujukan:

 Mountaineering, 

The Freedom of the Hills, ed 7, pp 489-490 The Mountaineers 2004;

 Medicine For Montaineering & Other Wilderness Activities, ed 5, pp 240-236, 

The Mountaineers 2004;

 Wilderness Medicine, ed 6 

pp 2-26, Elsevier Mosby 2012;

 Pengalaman pribadi.

Penyebab sunting

Di dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem kesetimbangan yang berperan dalam menjaga fungsi fisiologis tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu proses adaptasi yang dilakukan oleh tubuh manusia adalah beradaptasi terhadap perubahan ketinggian yang tiba-tiba. Jika seseorang yang bertempat tinggal di Jakarta dengan ketinggian 0 km dari permukaan laut (dpl) pergi dengan pesawat terbang ke Kota Meksiko yang memiliki ketinggian 2.300 m dpl, maka setelah tiba di Kota Meksiko akan merasa pusing, mual, atau rasa tidak nyaman lainnya.

Oleh karena itu, kasus Hipoksia ini tidak terjadi pada penduduk setempat yang sudah terbiasa hidup di daerah dataran tinggi tersebut dan bagi pendaki gunung diperlukan pos-pos pemberhentian agar tubuh selalu dapat beradaptasi secara baik terus-menerus.

Kesetimbangan pengikatan oksigen oleh hemoglobin sunting

Keadaan tersebut dapat dijelaskan berdasarkan sistem reaksi kesetimbangan pengikatan oksigen oleh hemoglobin dengan reaksi:

Hb(aq) + O2(aq) ↔ HbO2(aq)

HbO2 merupakan oksihaemoglobin yang berperan dalam membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh termasuk otak. Tetapan kesetimbangan dari reaksi tersebut adalah:

Kc = [HbO2] / [Hb][O2]

Pada ketinggian 3 km, tekanan parsial gas oksigen sekitar 0,14 atm, sedangkan pada permukaan laut tekanan parsial gas oksigen sebesar 0,2 atm.

Kesetimbangan akan bergeser ke kiri sunting

Berdasarkan asas Le-Chatelier, dengan berkurangnya gas oksigen berarti kesetimbangan akan bergeser ke kiri, dan berakibat kadar HbO2 di dalam darah menurun. Akibat yang ditimbulkan dari keadaan tersebut, suplai oksigen ke seluruh jaringan akan berkurang. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa mual dan pusing, serta perasaan tidak nyaman pada tubuh.

Kondisi tersebut akan mengakibatkan tubuh berusaha beradaptasi dengan memproduksi hemoglobin sebanyak-banyaknya. Dengan meningkatnya konsentrasi hemoglobin akan menggeser kembali kesetimbangan ke kanan dan HbO2 akan meningkat kembali seperti semula. Penyesuaian ini berlangsung kurang lebih 2-3 minggu.

Dari penelitian, diketahui bahwa kadar hemoglobin rata-rata penduduk yang bertempat tinggal di dataran tinggi akan memiliki hemoglobin lebih tinggi daripada penduduk yang bertempat tinggal di dataran rendah.

Pranala luar sunting

  1. ^ "Hipoksia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan". www.doktersehat.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-16. Diakses tanggal 2020-06-02.