Tomus Leo
Tomus Leo adalah sepucuk surat yang dilayangkan Paus Leo I kepada Batrik Flavianus,[1] berisi pernyataan sikap lembaga kepausan berkenaan dengan Kristologi. Di dalam surat tersebut, Sri Paus menandaskan bahwa Kristus memiliki dua kodrat dan bukan berasal atau terwujud dari dua kodrat.[2] Isi surat ini menjadi pokok perdebatan Konsili Kalsedon tahun 451, dan pada akhirnya diterima sebagai penjelasan doktrinal mengenai kodrat pribadi Kristus. Tomus Leo sesungguhnya merupakan surat balasan Sri Paus kepada Flavianus, Batrik Konstantinopel yang mengekskomunikasi Eutikes. Eutikes sendiri pun melayangkan surat permohonan banding kepada Sri Paus berkenaan dengan hukuman ekskomunikasi yang dijatuhkan kepadanya.
Rangkuman isi surat
suntingMemaklumi isi surat Batrik Flavianus maupun "sidang para uskup" yang tengah berlangsung, Sri Paus menyatakan bahwa ia kini mafhum akan duduk perkaranya. Di dalam alinea pertama, ia mengecam Eutikes, menyanggah keras kekeliruan dan kesalahpahamannya akan syahadat. Sri Paus menegaskan bahwa tiga butir pertama syahadat saja sudah membuat "muslihat-muslihat hampir semua ahli bidat porak-poranda." Menggaungkan ajaran yang sama, Sri Paus menjabarkan kembali doktrin Gereja mengenai sifat sama-sama kadimnya Allah Bapa dan Allah Putra. Sehubungan dengan inkarnasi, Sri Paus mencantumkan ayat-ayat Kitab Suci yang membenarkan dogma tersebut sekaligus mendustakan ajaran Eutikes, dengan menginsyafi bahwa selaku orang yang memiliki pemahaman sendiri mengenai inkarnasi, sudah barang tentu Eutikes pernah membaca ayat-ayat yang relevan di dalam Injil Matius, surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma, maupun kitab Nabi Yesaya. Menurut Sri Paus, Eutikes percaya bahwa Kristus bukan berasal dari kodrat yang sama seperti kita, melainkan merupakan Sang Sabda yang menjadi daging, yakni mengambil raga yang diciptakan secara langsung untuk maksud tersebut, bukan raga yang sungguh-sungguh diturunkan dari ibundanya. Dalam hal ini Eutikes keliru, karena Roh Kudus menjadikan Sang Perawan mampu mengandung, dan dari raga Sang Perawanlah raga sejati Kristus diturunkan.
Sri Paus menegaskan bahwa kedua kodrat Kristus tetap wujud, dan kedua-duanya bertemu di dalam satu pribadi, inilah "penawar yang tepat untuk sakit-penyakit kita," dan Kristus itu fana menurut unsur insaninya, tetapi baka menurut unsur ilahinya. Dengan mengambil kodrat kita, dan oleh karena itu mengambil "bagian di dalam kelemahan-kelemahan kita," kendati tidak "mengambil bagian di dalam pelanggaran-pelanggaran kita...memperkaya apa-apa yang insani, tanpa mencederai apa-apa yang ilahi." Wujud Allah tidak mengetepikan wujud hamba, dan wujud hamba pun tidak mencederai wujud Allah. Allah berkehendak untuk menjadi terbatas oleh daging, "menjadi tunduk kepada hukum-hukum maut." Dengan lahir lewat mukjizat bukan berarti Kristus tidak memiliki kodrat insani. Kedua kodrat tersebut sama-sama berdiam di dalam Kristus, tiap kodrat menjalankan tugasnya masing-masing.
Sri Paus menjelaskan koeksistensi kodrat insani dan kodrat ilahi di dalam diri Yesus dengan mengacu kembali kepada isi syahadat sembari merujuk ayat-ayat Perjanjian Baru, misalnya "kelemahannya selaku bayi dipertontonkan kain lampin yang memalukan, tetapi keagungan Yang Mahatinggi dibahanakan suara para malaikat." Satu kodrat, sebagaimana yang dikemukakan Eutikes, tidak mengaku bahwa "Aku dan Bapa adalah satu" sembari mengatakan pula bahwa "Bapa lebih besar daripada aku", dua kodrat bersemayam di dalam satu pribadi. Santo Petrus ditampilkan sebagai contoh tertua dari orang beriman yang menafikan segala macam teori lain mengenai kodrat Kristus demi mempermaklumkannya sebagai Anak Allah yang hidup. Karena pernyataan iman inilah Petrus beroleh pahala istimewa dari Yesus.
Kebangkitan Yesus dan selang waktu yang mengantarai peristiwa tersebut dengan peristiwa kenaikanlah yang membuat "iman utuh dan bersih dari segala bentuk kegelapan". Ketika itulah Yesus berusaha memperlihatkan bahwa kodrat insani dan kodrat ilahi ada di dalam dirinya tanpa terbagi-bagi. Sri Paus beralih ke Injil Yohanes dan menandaskan kembali bahwa memungkiri kodrat insani Kristus sama saja dengan membuyarkan Yesus, memungkiri misteri penebusan dari kebangkitan, dan memungkiri penyaliban yang kenistaannya cuma dapat ditanggung kodrat insani Kristus.
Sri Paus heran mengapa kesintingan Eutikes tidak kunjung dikecam dengan lebih tegas. Bagian akhir surat memuat imbauan Sri Paus kepada Batrik Flavianus agar "sigap...memastikan jika dengan ilham kerahiman Allah perkara ini dapat diselesaikan secara memuaskan, maka orang yang tidak tahu bertenggang rasa dan tidak berpengalaman itu juga dibersihkan dari pandangannya yang berbahaya ini." Sambil mengimbau Batrik Flavianus agar berbelas kasihan seperti Kristus dalam menangani perkara tersebut, Sri Paus menyoroti Eutikes yang dianggap kadang-kadang menampakkan ketidakpedulian akan kesesatannya, dan sepertinya berharap hukuman ekskomunikasi yang menimpa dirinya akan dicabut dalam waktu dekat. Sri Paus menyebut nama orang yang akan diutus untuk menyampaikan pernyataan sikapnya kepada Eutikes, mendoakan Batrik Flavianus supaya senantiasa sehat walafiat, lalu menutup surat dengan pemerian tanggal penulisan.