Terapi reperfusi adalah tata laksana kedokteran untuk memulihkan kembali perfusi darah, baik melalui atau di sekeliling pembuluh arteri yang mengalami sumbatan, sacara khusus setelah infark miokard (serangan jantung). Terapi ini meliputi terapi obat-obatan dan tindakan bedah. Obat-obatan yang digunakan adalah obat-obatan trombolitik dan fibrinolitik. Proses ini disebut trombolisis. Tindakan bedah yang dikerjakan dapat berupa prosedur endovaskular invasif minimal seperti intervensi koroner perkutan diikuti tindakan angioplasti koroner. Angioplasti ini adalah tindakan memasukkan balon untuk membuka arteri dengan kemungkinan penambahan satu stent atau lebih.[1] Tindakan lain yang dilakukan adalah tindakan operasi bypass yang lebih invasif dengan cangkok arteri di sekitar penyumbatan.

Terapi reperfusi
Intervensi
Trombus (kiri atas) dilepaskan dari arteri koroner selama proses angioplasti untuk manajemen serangan jantung. Kelima bagian trombus ditampilkan pada gambar (tampak pada arah panah).

Jika infark miokard tampak adanya gambaran elevasi segmen ST pada gambaran EKG, yang dikenal sebagai STEMI, atau jika blok cabang berkas juga tampak, maka diperlukan adanya terapi reperfusi. Jika tidak terdapat gambaran elevasi segmen ST, maka dapat diduga terjadi infark miokard non-ST elevasi, atau NSTEMI, atau angina tidak stabil (yang mana kedua hal ini tidak dapat dibedakan pada awal pertama kali gejala muncul). Gambaran elevasi segmen ST menunjukkan adanya sumbatan arteri total dan membutuhkan terapi reperfusi secepatnya.

Pada NSTEMI, perfusi masih ada akan tetapi dibatasi oleh stenosis. Terapi trombolitik harus dihindari pada fase ini karena diketahui tidak ada manfaat yang jelas jika tindakan ini dilakukan.[2] Jika kondisi pasien tetap stabil, dapat dilakukan tes stres jantung. Jika diperlukan revaskularisasi susulan, maka akan dilakukan untuk mengembalikan aliran darah normal. Angioplasti mendesak mungkin diperlukan jika aliran darah tersebut menjadi tidak stabil. Penggunaan trombolitik dikontraindikasikan dalam kasus yang tidak stabil ini.[3]

Sekitar 10% dari kasus STEMI yang telah ditangani tidak mengalami nekrosis otot jantung. Reperfusi jantung yang berhasil dikenal sebagai pembatalan serangan jantung. Sekitar 25% STEMI dapat dibatalkan jika ditangani dalam waktu satu jam setelah muncul gejala.[4]

Terapi trombolitik sunting

Infark miokard sunting

Terapi trombolitik diindikasikan untuk tata laksana STEMI jika tindakan ini dapat dilakukan dalam waktu 12 jam sejak pertama kali timbulnya gejala dan tidak ada kontraindikasi pada orang tersebut serta tindakan angioplasti koroner tidak tersedia dengan segera.[5] Trombolisis ini paling efektif dilakukan pada 2 jam pertama setelah onset gejala. Jika gejala sudah melebihi 12 jam, maka risiko perdarahan intrakranial yang terkait dengan terapi trombolitik akan menjadi jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang ingin dicapai.[3][6][7] Cedera ireversibel ini terjadi dalam 2-4 jam setelah infark. Waktu yang sangat singkat tersebut menyebabkan jendela waktu harus dipergunakan sebaik mungkin.

Obat-obatan trombolitik termasuk kontraindikasi pada pengobatan angina tidak stabil dan NSTEMI[3][8] dan jika ditemukan adanya bukti syok kardiogenik.[9]

Efek samping sunting

Perdarahan intrakranial (ICB) dan stroke susulan merupakan beberapa efek samping serius dari penggunaan terapi trombolitik. Faktor risiko terjadinya perdarahan intrakranial ini termasuk riwayat perdarahan intrakranial, usia lanjut, dan obat trombolitik yang digunakan. Secara umum, risiko perdarahan intrakranial akibat terapi trombolitik adalah mencapai 0,5 hingga 1 persen.[10]

Angioplasti koroner sunting

Pada saat ini, telah ditemukan bahwa angioplasti primer yang cepat lebih bermanfaat dibandingkan terapi trombolitik untuk STEMI akut.[11][12][13] Jika tindakan ini dilakukan dengan segera, maka angioplasti dapat mengembalikan aliran darah di arteri yang tersumbat hingga lebih dari 95% pasien, lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat reperfusi pada trombolisis, yang hanya mencapai sekitar 65%.

Penggunaan angioplasti koroner untuk membatalkan infark miokard didahului oleh intervensi koroner perkutan primer. Tujuan dari angioplasti yang segera adalah untuk membuka arteri yang mengalami blokade secepat mungkin, dan sebaiknya dilakukan dalam waktu 90 menit sejak pasien sampai IGD. Waktu ini sering disebut sebagai waktu door-to-balloon. Beberapa rumah sakit dapat menyediakan angioplasti dalam interval 90 menit,[14] salah satu diantaranya merupakan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, yang sudah meluncurkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) untuk mempermudah pencarian fasilitas PCI di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.[15]

Tindakan PCI ini dilakukan dengan pertama kali melakukan angiogram koroner untuk menentukan lokasi pembuluh darah yang menyebabkan infark, diikuti dengan tindakan angioplasti balon (dan terkadang diikuti pemasangan stent intrakoroner) pada segmen arteri yang mengalami stenosis. Pada beberapa situasi, sebuah kateter ekstraksi dapat digunakan untuk percobaan tindakan aspirasi trombus sebelum dilakukannya angioplasti balon. Penggunaan stent intrakoroner sebenarnya tidak meningkatkan hasil jangka pendek pada PCI primer, akan tetapi terdapat peningkatan penggunaan stent karena adanya penurunan rasio tindakan untuk menangani restenosis jika dibandingkan dengan tindakan angioplasti balon saja.[16]

Terapi adjuvant dapat diberikan selama tindakan angioplasti, yakni pemberian heparin intravena, aspirin, dan clopidogrel. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa juga sering digunakan dalam tindakan angioplasti primer untuk menurunkan risiko komplikasi iskemik selama tindakan berlangsung.[17][18] Risiko terjadinya perdarahan yang berhubungan dengan prosedur ini jauh lebih tinggi daripada tindakan elektif. Hal ini karena banyaknya jumlah obat-obatan antiplatelet dan antikoagulan yang digunakan selama tindakan angioplasti primer.[19]

Bedah pintas arteri koroner sunting

Tindakan bedah pintas arteri koroner emergensi pada pengobatan infark miokard akut (MI) lebih jarang dilakukan bila dibandingkan PCI atau trombolisis. Sejak 1995 sampai 2004, persentase orang dengan syok kardiogenik yang ditangani dengan tindakan PCI primer meningkat dari sebelumnya hanya 27,4% menjadi sekitar 54,4%, sementara peningkatan bedah pintas arteri koroner (CABG) dimulai dari 2,1% menjadi sekitar 3,2%.[20] CABG emergensi biasanya dilakukan untuk secara bersamaan menangani komplikasi mekanik, seperti otot papil yang ruptur, atau defek septum ventrikel, dengan komplikasi syok kardiogenik.[21] Pada infark miokard tanpa komplikasi, angka kematian dapat meningkat bila pembedahan tersebut dilakukan segera setelah infark.[22] Jika pilihan ini dilakukan, pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan bedah dengan intervensi suportif seperti penggunaan pompa balon intra-aorta.[23] Pada pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik setelah infark miokard, baik PCI dan CABG merupakan pilihan pengobatan yang cukup memuaskan dengan tingkat kelangsungan hidup yang sama.[24][25]

Aritmia reperfusi sunting

Irama idioventrikular dipercepat yang terlihat seperti takikardia ventrikel yang lebih lambat merupakan salah satu tanda keberhasilan reperfusi.[26] Tidak diperlukan terapi khusus untuk irama ini karena situasi ini jarang berubah menjadi irama yang lebih membahayakan.[27]

Referensi sunting

  1. ^ McCoy SS, Crowson CS, Maradit-Kremers H, Therneau TM, Roger VL, Matteson EL, Gabriel SE (May 2013). "Longterm Outcomes and Treatment After Myocardial Infarction in Patients with Rheumatoid Arthritis". The Journal of Rheumatology. 40 (5): 605–10. doi:10.3899/jrheum.120941. PMC 3895921 . PMID 23418388. 
  2. ^ "Effects of tissue plasminogen activator and a comparison of early invasive and conservative strategies in unstable angina and non-Q-wave myocardial... - PubMed - NCBI". 
  3. ^ a b c Fibrinolytic Therapy Trialists' (FTT) Collaborative Group (1994). "Indications for fibrinolytic therapy in suspected acute myocardial infarction: collaborative overview of early mortality and major morbidity results from all randomised trials of more than 1000 patients". Lancet. 343 (8893): 311–22. doi:10.1016/s0140-6736(94)91161-4. PMID 7905143. 
  4. ^ Verheugt FW, Gersh BJ, Armstrong PW (2006). "Aborted myocardial infarction: a new target for reperfusion therapy". Eur Heart J. 27 (8): 901–4. doi:10.1093/eurheartj/ehi829. PMID 16543251. 
  5. ^ Antman EM, Anbe DT, Armstrong PW, Bates ER, Green LA, Hand M, Hochman JS, Krumholz HM, Kushner FG, Lamas GA, Mullany CJ, Ornato JP, Pearle DL, Sloan MA, Smith SC Jr (2004). "ACC/AHA guidelines for the management of patients with ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1999 Guidelines for the Management of Patients With Acute Myocardial Infarction)". J Am Coll Cardiol. 44 (3): 671–719. doi:10.1016/j.jacc.2004.07.002. PMID 15358045. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-09. 
  6. ^ Boersma E, Maas AC, Deckers JW, Simoons ML (1996). "Early thrombolytic treatment in acute myocardial infarction: reappraisal of the golden hour". Lancet. 348 (9030): 771–5. doi:10.1016/S0140-6736(96)02514-7. PMID 8813982. 
  7. ^ LATE trial intestigatos. (1993). "Late Assessment of Thrombolytic Efficacy (LATE) study with alteplase 6-24 hours after onset of acute myocardial infarction". Lancet. 342 (8874): 759–66. doi:10.1016/0140-6736(93)91538-W. PMID 8103874. 
  8. ^ "Effects of tissue plasminogen activator and a comparison of early invasive and conservative strategies in unstable angina and non-Q-wave myocardial infarction. Results of the TIMI IIIB Trial. Thrombolysis in Myocardial Ischemia". Circulation. 89 (4): 1545–56. April 1994. doi:10.1161/01.cir.89.4.1545. PMID 8149520. 
  9. ^ Hochman JS, Sleeper LA, Webb JG, Sanborn TA, White HD, Talley JD, Buller CE, Jacobs AK, Slater JN, Col J, McKinlay SM, LeJemtel TH (1999). "Early revascularization in acute myocardial infarction complicated by cardiogenic shock. SHOCK Investigators. Should We Emergently Revascularize Occluded Coronaries for Cardiogenic Shock". N Engl J Med. 341 (9): 625–34. doi:10.1056/NEJM199908263410901. PMID 10460813. 
  10. ^ The GUSTO investigators (1993). "An international randomized trial comparing four thrombolytic strategies for acute myocardial infarction. The GUSTO investigators". N Engl J Med. 329 (10): 673–82. doi:10.1056/NEJM199309023291001. PMID 8204123. 
  11. ^ Keeley EC, Boura JA, Grines CL (2003). "Primary angioplasty versus intravenous thrombolytic therapy for acute myocardial infarction: a quantitative review of 23 randomised trials". Lancet. 361 (9351): 13–20. doi:10.1016/S0140-6736(03)12113-7. PMID 12517460. 
  12. ^ Grines CL, Browne KF, Marco J, Rothbaum D, Stone GW, O'Keefe J, Overlie P, Donohue B, Chelliah N, Timmis GC, et al. (1993). "A comparison of immediate angioplasty with thrombolytic therapy for acute myocardial infarction. The Primary Angioplasty in Myocardial Infarction Study Group". N Engl J Med. 328 (10): 673–9. doi:10.1056/NEJM199303113281001. PMID 8433725. 
  13. ^ The Global Use of Strategies to Open Occluded Coronary Arteries in Acute Coronary Syndromes (GUSTO IIb) Angioplasty Substudy Investigators. (1997). "A clinical trial comparing primary coronary angioplasty with tissue plasminogen activator for acute myocardial infarction". N Engl J Med. 336 (23): 1621–8. doi:10.1056/NEJM199706053362301. PMID 9173270. 
  14. ^ Bradley EH, Herrin J, Wang Y, Barton BA, Webster TR, Mattera JA, Roumanis SA, Curtis JP, Nallamothu BK, et al. (2006). "Strategies for reducing the door-to-balloon time in acute myocardial infarction". N Engl J Med. 355 (22): 2308–20. doi:10.1056/NEJMsa063117. PMID 17101617. 
  15. ^ "Pusat Jantung Nasional Harapan Kita". www.pjnhk.go.id. Diakses tanggal 2021-07-12. 
  16. ^ Grines CL, Cox DA, Stone GW, Garcia E, Mattos LA, Giambartolomei A, Brodie BR, Madonna O, Eijgelshoven M, Lansky AJ, O'Neill WW, Morice MC (1999). "Coronary angioplasty with or without stent implantation for acute myocardial infarction. Stent Primary Angioplasty in Myocardial Infarction Study Group". N Engl J Med. 341 (26): 1949–56. doi:10.1056/NEJM199912233412601. PMID 10607811. 
  17. ^ Brener SJ, Barr LA, Burchenal JE, Katz S, George BS, Jones AA, Cohen ED, Gainey PC, White HJ, Cheek HB, Moses JW, Moliterno DJ, Effron MB, Topol EJ (1998). "Randomized, placebo-controlled trial of platelet glycoprotein IIb/IIIa blockade with primary angioplasty for acute myocardial infarction. ReoPro and Primary PTCA Organization and Randomized Trial (RAPPORT) Investigators". Circulation. 98 (8): 734–41. doi:10.1161/01.cir.98.8.734. PMID 9727542. 
  18. ^ Tcheng JE, Kandzari DE, Grines CL, Cox DA, Effron MB, Garcia E, Griffin JJ, Guagliumi G, Stuckey T, Turco M, Fahy M, Lansky AJ, Mehran R, Stone GW (2003). "Benefits and risks of abciximab use in primary angioplasty for acute myocardial infarction: the Controlled Abciximab and Device Investigation to Lower Late Angioplasty Complications (CADILLAC) trial". Circulation. 108 (11): 1316–23. doi:10.1161/01.CIR.0000087601.45803.86. PMID 12939213. 
  19. ^ Mukherjee, Debabrata (2006). 900 Questions: An Interventional Cardiology Board Review. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 0-7817-7349-0. 
  20. ^ Babaev A, Frederick PD, Pasta DJ, Every N, Sichrovsky T, Hochman JS (2005). "Trends in management and outcomes of patients with acute myocardial infarction complicated by cardiogenic shock". JAMA. 294 (4): 448–54. doi:10.1001/jama.294.4.448. PMID 16046651. 
  21. ^ Townsend, Courtney M.; Beauchamp D.R.; Evers M.B.; Mattox K.L. (2004). Sabiston Textbook of Surgery - The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Saunders. hlm. 1871. ISBN 0-7216-0409-9. 
  22. ^ Kaul TK, Fields BL, Riggins SL, Dacumos GC, Wyatt DA, Jones CR (1995). "Coronary artery bypass grafting within 30 days of an acute myocardial infarction". Ann. Thorac. Surg. 59 (5): 1169–76. doi:10.1016/0003-4975(95)00125-5. PMID 7733715. 
  23. ^ Creswell LL, Moulton MJ, Cox JL, Rosenbloom M (1995). "Revascularization after acute myocardial infarction". Ann. Thorac. Surg. 60 (1): 19–26. doi:10.1016/s0003-4975(95)00351-7. PMID 7598589. 
  24. ^ White HD, Assmann SF, Sanborn TA, et al. (2005). "Comparison of percutaneous coronary intervention and coronary artery bypass grafting after acute myocardial infarction complicated by cardiogenic shock: results from the Should We Emergently Revascularize Occluded Coronaries for Cardiogenic Shock (SHOCK) trial". Circulation. 112 (13): 1992–2001. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.105.540948. PMID 16186436. 
  25. ^ Hochman JS, Sleeper LA, Webb JG, Dzavik V, Buller CE, Aylward P, Col J, White HD (2006). "Early revascularization and long-term survival in cardiogenic shock complicating acute myocardial infarction". JAMA. 295 (21): 2511–5. doi:10.1001/jama.295.21.2511. PMC 1782030 . PMID 16757723. 
  26. ^ Osmancik PP, Stros P, Herman D (2008). "In-hospital arrhythmias in patients with acute myocardial infarction - the relation to the reperfusion strategy and their prognostic impact". Acute Cardiac Care. 10 (1): 15–25. doi:10.1080/17482940701474478. PMID 17924228. 
  27. ^ Dalzell JR, Jackson CE (April 2009). "When the rhythm makes the diagnosis". The Journal of Emergency Medicine. 41 (2): 182–4. doi:10.1016/j.jemermed.2009.02.028. PMID 19345050.