Teori hukum
Teori hukum (bahasa Inggris: legal theory) atau yurisprudensi (bahasa Inggris: jurisprudence) adalah pendalaman secara metodologis pada dasar dan latar belakang dalam mempelajari hukum secara luas. Terdapat beberapa perbedaan pendapat para ahli mengenai teori hukum, tetapi secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa teori hukum berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konsepsi-konsepsi hukum, prinsip-prinsip hukum, aliran-aliran atau pemikiran-pemikiran dalam hukum. Teori hukum, memiliki pengaruh terhadap konstruksi hukum tentang bagaimana penggambaran hukum yang ideal (das sollen), dan bagaimana keterkaitannya dengan hukum di dunia nyata atau berdasarkan penerapannya (das sein).[1]
Sejalan dengan pertumbuhan yurisprudensi, ada tiga aspek utama yang disoroti oleh para peneliti hukum yakni
- Hukum Natural ialah ide tentang ada hukum tak tergantikan yang ada dan mengatur kita, dan institusi kita harus berusaha untuk menyamai hukum natural ini.
- Yurisprudensi Analitik menanyakan pertanyaan seperti, "apa itu hukum?", "apa kriteria untuk pengesahan legal?" atau "apa hubungan antara hukum dan moralitas?" dan pertanyaan serupa lainnya.
- Yurisprudensi Normatif berkutat seputar apa seharusnya hukum itu. Hal ini bertumpukan dengan filosofi moral dan politis, dan termasuk juga pertanyaan-pertanyaan dari haruskah seseorang mematuhi hukum, dengan dasar apa pelanggar hukum dihukum, penggunaan yang benar dan batasan-batasan regulasi, bagaimana hakim menyelesaikan kasus-kasus.
Yurisprudensi modern dan filosofi hukum didominasi sekarang ini oleh sarjana barat. Ide dari tradisi hukum barat menjadi umum di seantero dunia dan sangat menarik untuk melihatnya menjadi universal. Sejarahnya, bagaimanapun, banyak filusuf dari penganut keyakinan lain mendiskusikan pertanyaan yang sama, dari para sarjana Islam hingga Yunani kuno.
Sejarah
suntingYurisprudensi telah diartikan seperti ini sejak zaman Romawi kuno, bahkan asal dari disiplin ini merupakan monopoli dari College of Pontiffs (Pontifex), yang mendapat kekuasaan eksklusif dari penghakiman suatu fakta, menjadi satu-satunya ahli (periti) di bidang hukum tradisional (mos maiorum, sebuah tubuh dari hukum oral dan adat istiadat secara verbal diberikan "oleh ayah ke anak"). Para Pontiff secara tidak langsung membuat sebuah badan hukum yang disebut sententiae oleh mereka dalam satu kasus (yudisial) yang konkret.
Dari putusan mereka seharusnya merupakan interpretasi simpel dari kebiasaan tradisional, tetapi secara efektif itu merupakan aktivitas yang berbeda dari meninjau ulang secara formal dari suatu kasus untuk tiap kasus apa yang persisnya secara tradisional dalam kebiasaan legal, segera berubah menjadi interpertasi yang lebih ekuatif atau seimbang, secara konsisten mengadaptasi hukum ke instansi sosial yang lebih baru. Hukum kemudian diimplementasikan dengan Institutiones (konsep legal) yang lebih evolutif, sementara masih berada dalam skema tradisional. Pontiff-pontiff digantikan pada abad ke 3 sebelum Masehi oleh badan dari prudentes. Syarat masuk ke dalam badan ini kondisional dengan bukti kompetensi atau pengalaman.
Di bawah Republik Roma, sekolah hukum didirikan. Aktivitasnya secara konstan menjadi lebih akademis. Di zaman awal Kekaisaran Romawi hingga abad ke-3, literatur relevan diproduksi oleh beberapa grup yang termasuk Prokulian dan Sabinian. Ukuran dari kedalaman ilmiah dari pembelajaran-pembelajaran tidak pernah dilampaui sejak zaman kuno dan pencapaiannya masih tidak bisa ditandingi ketinggiannya atas kemampuan mereka. Ini semua berarti aktivitas yang telah disebutkan sebelumnya kalau orang-orang Romawi telah mengembangkan seni hukum.
Setelah abad ke-3, Juris prudentia lebih cenderung menjadi aktivitas birokratik dengan lebih banyak penulis yang terkenal. Masa itu selama Kekaisaran Bizantin (abad ke-5) di mana studi legal sekali lagi digaungkan untuk pendalamannya, dan dari geraakan kultural inilah Corpus Juris Civilis buatan Justinian lahir.
Hukum Natural
suntingHukum Natural ialah teori yang menyatakan kalau ada hukum-hukum yang berasal dari alam, yang mana hukum-hukum yang dibuat harus koresponden sedekat mungkin dengan hukum natural tersebut. Pandangan ini sering dirangkum oleh para maksim hukum yang tidak adil bukanlah hukum sejati, di mana "tidak adil" ini didefinisikan sebagai kontra hukum natual. Hukum natural dekat sekali hubungannya dengan moralitas dan di dalam versi yang dipengaruhi oleh sejarah, dengan keinginan Tuhan. Untuk menyimpulkannya, teori hukum natural berusaha untuk mengidentifikasi sebuah kompas moral untuk membimbing kekuasaan pembuat hukum di dalam suatu negara. Pernyataan atas sebuah aturan moral obyektif, di luar sistem legal manusia, di bawah hukum natural. Apa yang benar dan salah bisa berbeda menurut kepentingan-kepentingan apa yang difokuskan oleh seseorang. Hukum natural kadang kala dikenali dengan slogan "hukum yang tidak adil bukanlah hukum sama sekali", tetapi menurut John Finnis, yang terpenting dari apa yang didebatkan oleh para pengacara hukum natural modern, slogan ini merupakan petunjuk payah ke posisi klasikal Thomis.
Rujukan
sunting- ^ Isdiyanto, Ilham Yuli (2018). "Problematika Teori Hukum, Konstruksi Hukum dan Kesadaran Sosial". Jurnal Hukum Novelty. Volume 9 (Nomor 1): Ringkasan 54–55.