Temuan Wonoboyo adalah sebuah penemuan arkeologi penting berupa artefak emas dan perak yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 era Kerajaan Medang (Kerajaan Mataram Kuno), Jawa Tengah, Indonesia. Peninggalan bersejarah ini ditemukan pada 17 Oktober 1990 di dusun Plosokuning, desa Wonoboyo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tak jauh dari kompleks Candi Prambanan[1][2]

Temuan Wonoboyo
Replika temuan Wonoboyo, temuan artefak emas dan perak, dipamerkan di Museum Prambanan. Temuan Wonoboyo asli disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Bahan bakuEmas dan perak
DibuatAbad ke-8 sampai ke-9 Masehi
Lokasi sekarangMuseum Nasional Indonesia, Jakarta

Penemuan

sunting

Pada tanggal 17 Oktober, sebidang lahan sawah milik Ny. Cipto Suwarno tengah digali oleh Witomoharjo dan lima orang rekan kerja lainnya. Pengalian ini dimaksudkan sebagai proyek irigasi untuk merendahkan permukaan sawah agar air dapat turun ke sawah ini, sementara itu tanah sisa galiannya akan dijual untuk tanah urukan proyek. Ketika penggalian mencapai kedalaman 2,5 meter, cangkul Witomoharjo membentur benda keras yang diduga batu. Setelah digali dengan hati-hati ternyata ditemukan sebuah guci besar keramik China yang didalamnya tersimpan banyak artefak emas. Penemuan ini segera disampaikan kepada aparat desa dan akhirnya berita penemuan ini sampai kepada Ditjen Pendidikan dan Kebudayaan.

Harta karun

sunting
 
Bukti awal sistem mata uang di Jawa. Uang mas atau tahil, berbentuk seperti biji jagung berasal dari abad ke-9.

Berat total harta karun ini adalah is 16,9 kilogram yang terdiri dari 14,9 kilogram emas dan 2 kilogram perak. Temuan ini terdiri dari:

  • Sebuah bokor gembung berukir adegan Ramayana
  • Sebuah baskom berukir adegan Ramayana
  • 6 tutup bokor
  • 3 gayung
  • Sebuah baki
  • 97 gelang
  • 22 mangkuk kecil
  • Sebuah pipa rokok
  • Sebuah guci besar Dinasti Tang sebagai wadah [1]
  • 2 buah guci kecil
  • 11 cincin emas
  • 7 piring
  • 8 subang emas
  • Sebuah tas tangan dari emas
  • Sebuah gagang keris atau mungkin hiasan pucuk payung dari emas
  • Manik-manik
  • Beberapa uang logam emas berbentuk seperti biji jagung [1]

Kini temuan Wonoboyo disimpan di ruang khazanah Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Sementara replikanya dipamerkan di Museum Prambanan, kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta. Temuan Wonoboyo pernah dipamerkan di Australia.[2]

Temuan Wonoboyo adalah salah satu temuan arkeologi terpenting di Indonesia. Selain nilai tinggi logam mulia emas dan perak, temuan ini juga penting untuk mengungkapkan kekayaan, ekonomi, serta pencapaian seni budaya pada masa Kerajaan Medang pada abad ke-9. Temuan emas ini menampilkan kesenian yang halus serta memamerkan keahlian teknik dan pencapaian estetika pandai emas Jawa kuno. Pada permukaan koin emas terukir huruf "ta", singkatan dari "tail" atau "tahil" unit mata uang Jawa kuno. Ditemukan juga tulisan "Saragi Diah Bunga" dalam bahasa Kawi, yang mungkin adalah nama pemiliknya.[1] Temuan ini diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Raja Balitung (899–911).[1] Benda mewah seperti ini diduga milik bangsawan atau anggota keluarga raja.[2]

Kontroversi

sunting

Penemuan dahsyat Wonoboyo masih menyimpan kesimpangsiuran perihal berat temuannya. Dari kesaksian salah seorang warga desa yang menemukan, total berat penemuan seharusnya 100 kg lebih, bahkan bisa mencapai dua kuintal. Sedangkan yang dikabarkan ke masyarakat hanya sekitar belasan kilogram. Ia menggambarkan bahwa barang-barang temuan itu sangat berat, sampai-sampai memecahkan ban sepeda motor ketika diangkut. Angka berbeda disebutkan sejarawan, Timbul Haryono, yang turut menelaah temuan ini. Ia menuliskan temuan tersebut berbobot 30 kilogram emas pada prolog laporan kajian tentang harta karun emas Wonoboyo.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e "Warisan Saragi Diah Bunga". Majalah Tempo. 3 November 1990. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-29. Diakses tanggal 2010-07-21. 
  2. ^ a b c "Indonesian Gold" Treasures from the National Museum Jakarta, grafico-qld.com, accessed July 2010
  3. ^ "Harta Karun Emas Wonoboyo Hanya 16,9 Kilogram, Sisanya Lalu ke Mana?". Tribun Jogja. Diakses tanggal 2019-08-05. 

Pranala luar

sunting