Tata nama biologi

taksonomi
(Dialihkan dari Tatanama binomial)

Tata nama biologi adalah kegiatan pemberian nama pada makhluk hidup di dalam taksonomi. Metode penamaan menggunakan Binomial Nomenklatur yang diciptakan oleh Carolus Linnaeus. Pemberian nama harus ditentukan dengan benar bagi takson yang telah atau harus diketahui.[1] Tata nama biologi telah mengalami perubahan berkali-kali semenjak manusia mencatat berbagai jenis organisme. Plinius dari masa Kekaisaran Romawi telah menulis sejumlah nama tumbuhan dan hewan dalam ensiklopedia yang dibuatnya dalam bahasa Latin. Sistem penamaan organisme selanjutnya selalu menggunakan bahasa Latin dalam tradisi pencatatan Eropa. Hingga sekarang sukar dijumpai sistem penulisan nama organisme yang dipakai dalam tradisi Arab atau Tiongkok. Kemungkinan dalam tradisi ini penulisan nama menggunakan nama setempat (nama lokal). Keadaan berubah setelah cara penamaan yang lebih sistematik diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus atau Carl von Linne yang disebut "Bapak Taksonomi" dalam buku yang ditulisnya, Systema Naturae (Sistematika Alamiah).

Carolus Linnaeus, orang yang mencetuskan tata nama Biologi.

Tata nama binomial

sunting

Tata nama binomial atau binomial nomenklatur merupakan aturan penamaan baku bagi semua organisme (makhluk hidup) yang terdiri dari dua kata (binomial berarti 'dua nama') dari sistem taksonomi (biologi), dengan mengambil nama genus (marga) dan nama spesies (jenis).

Nama yang dipakai adalah nama baku yang diberikan dalam bahasa Latin atau bahasa lain yang dilatinkan. Aturan ini pada awalnya diterapkan untuk fungi, tumbuhan dan hewan oleh penyusunnya (Carolus Linnaeus), namun kemudian segera diterapkan untuk bakteri pula. Sebutan yang disepakati untuk nama ini adalah 'nama ilmiah' (scientific name). Awam sering kali menyebutnya sebagai "nama latin" meskipun istilah ini tidak tepat sepenuhnya, karena sebagian besar nama yang diberikan bukan istilah asli dalam bahasa Latin melainkan nama yang diberikan oleh orang yang pertama kali memberi pertelaan atau deskripsi (disebut deskriptor) lalu dilatinkan ataupun dari bahasa Latin sendiri. Carolus Linnaeus memilih penggunaan bahasa Latin untuk penamaan karena dari masa ke masa hingga saat ini, bahasa Latin tidak mengalami perubahan maupun perkembangan, melainkan tetap.

Penamaan organisme pada saat ini diatur dalam beberapa konvensi: Peraturan Internasional bagi Tata Nama Botani (ICBN) bagi tumbuhan, beberapa alga, fungi, dan lumut kerak, serta fosil tumbuhan; Peraturan Internasional bagi Tata Nama Zoologi (ICZN) bagi hewan dan fosil hewan; dan Peraturan Internasional bagi Tata Nama Prokariota (ICNP). Aturan penamaan dalam biologi, khususnya tumbuhan, tidak perlu dikacaukan dengan aturan lain yang berlaku bagi tanaman budidaya (Peraturan Internasional bagi Tata Nama Tanaman Budidaya, ICNCP).

Aturan penulisan

sunting
  • Aturan penulisan dalam tatanama binomial selalu menempatkan nama ("epitet" dari epithet) genus di awal dan nama ("epitet") spesies mengikutinya.

Contoh:
Panthera tigris; Panthera adalah nama genus, sedangkan tigris adalah keterangan spesies.

  • Nama genus selalu diawali dengan huruf kapital (huruf besar, uppercase) dan nama keterangan spesies SELALU diawali dengan huruf biasa (huruf kecil, lowercase).[2]
  • Penulisan nama ini tidak mengikuti tipografi yang menyertainya (artinya, suatu teks yang semuanya menggunakan huruf kapital/balok, misalnya pada judul suatu naskah, tidak menjadikan penulisan nama ilmiah menjadi huruf kapital semua) kecuali untuk hal-hal berikut:
    • Pada teks dengan huruf tegak (huruf latin), nama ilmiah ditulis dengan huruf miring (huruf italik), dan sebaliknya. Contoh: Glycine soja, Pavo muticus. Perlu diperhatikan bahwa cara penulisan ini adalah konvensi yang berlaku saat ini sejak awal abad ke-20. Sebelumnya, seperti yang dilakukan pula oleh Carolus Linnaeus, nama atau epitet spesies diawali dengan huruf besar jika diambil dari nama orang atau tempat.[2]
    • Pada teks tulisan tangan, nama ilmiah diberi garis bawah yang terpisah untuk nama genus dan keterangan spesies.
  • Nama lengkap (untuk hewan) atau singkatan (untuk tumbuhan) dari orang yang memberi nama (autoritas) boleh diberikan di belakang nama spesies, dan ditulis dengan huruf tegak (latin) atau tanpa garis bawah (jika tulisan tangan). Jika suatu spesies digolongkan dalam genus yang berbeda dari yang berlaku sekarang, nama autoritas ditulis dalam tanda kurung. Contoh: Glycine max Merr., Passer domesticus (Linnaeus, 1758) — yang terakhir semula dimasukkan dalam genus Fringilla, sehingga diberi tanda kurung (parentesis). Lihat pula uraian di bawah.
  • Pada penulisan teks yang menyertakan nama umum/trivial, nama ilmiah biasanya menyusul dan diletakkan dalam tanda kurung.
Contoh pada suatu judul: "Pengujian Daya Tahan Kedelai (Glycine max Merr.) Terhadap Beberapa Tingkat Salinitas". (Penjelasan: Merr. adalah singkatan dari autoritas (dalam contoh ini E.D. Merrill) yang hasil karyanya diakui untuk mendeskripsi Glycine max. Nama Glycine max dimuat dalam judul karena ada spesies lain, Glycine soja, yang juga disebut kedelai.).
  • Nama ilmiah ditulis lengkap apabila disebutkan pertama kali. Penyebutan selanjutnya cukup dengan mengambil huruf awal nama genus dan diberi titik lalu nama spesies secara lengkap. Contoh: "Tumbuhan dengan bunga terbesar dapat ditemukan di hutan-hutan Bengkulu, yang dikenal sebagai padma raksasa (Rafflesia arnoldii). Di Pulau Jawa ditemukan pula kerabatnya, yang dikenal sebagai R. patma, dengan ukuran bunga yang lebih kecil".
Sebutan E. coli atau T. rex berasal dari konvensi ini.
  • Singkatan "sp." (dalam zoologi) atau "spec." (botani) digunakan jika nama spesies tidak dapat atau tidak perlu dijelaskan. Singkatan "spp." (dalam zoologi dan botani) merupakan bentuk jamak. Contoh: Canis sp., berarti suatu jenis dari genus Canis (anjing); Adiantum spp., berarti jenis-jenis Adiantum (kemboja jepang).
  • Sering dikacaukan dengan singkatan sebelumnya adalah singkatan "ssp." (zoologi) atau "subsp." (botani) yang menunjukkan subspesies yang belum diidentifikasi. Singkatan ini berarti "subspesies", dan bentuk jamaknya "sspp." atau "subspp."
  • Singkatan "cf." (dari confer) dipakai jika identifikasi nama belum pasti. Contoh: Corvus cf. splendens berarti "sejenis burung mirip dengan gagak (Corvus splendens) tetapi belum dipastikan sama dengan spesies ini".
  • Singkatan-singkatan yang tidak termasuk dalam nama Latin spesies, seperti "sp.", "ssp.", nama autoritas (contoh: "Cocos nucifera L.": L di sini merupakan singkatan dari Linnaeus, tetapi namanya bukan merupakan bagian dari nama Latin yang diberikan), dan sebagainya tidak perlu ditulis secara italik atau digarisbawahi.[3]
  • Penamaan fungi mengikuti penamaan tumbuhan.
  • Tatanama binomial dikenal pula sebagai "Sistem Klasifikasi Binomial".[4]

Penyebutan autoritas

sunting

Dalam naskah-naskah ilmiah, paling tidak salah satu nama spesies (biasanya pada penyebutan pertama kali atau pada tempat utama) diikuti oleh "autoritas" - suatu cara penulisan untuk nama orang yang pertama kali mempublikasikan deskripsi yang dianggap valid (diakui) mengenai spesies tersebut. Cara penulisan ini memiliki perbedaan di antara bidang zoologi dan botani (termasuk mikologi). Nama autor ditulis di belakang nama takson. ICZN mengatur penulisan nama autor di bidang zoologi dalam bentuk nama akhir (nama keluarga) diikuti oleh tanggal (boleh hanya tahun) publikasi. Di bidang botani, ICBN menggunakan singkatan nama (yang terdaftar) dan mengabaikan tanggal (hal ini dulu pernah digunakan pula di bidang zoologi).

Apabila nama awal diganti, misalnya karena spesies dipindahkan ke genus yang lain, kedua sistem tata nama menggunakan tanda kurung (parentesis) yang mengapit autor awalnya. Contoh:

  • (tumbuhan) Amaranthus retroflexus L. – "L." adalah singkatan baku untuk "Linnaeus".
  • (tumbuhan) Hyacinthoides italica (L.) Rothm. – Linnaeus pertama kali menamakan tumbuhan ini sebagai Scilla italica; belakangan Rothmaler memindahkannya ke genus Hyacinthoides.
  • (hewan) Passer domesticus (Linnaeus, 1758) – nama asli diberikan oleh Linnaeus sebagai Fringilla domestica; tidak seperti ICBN, ICZN tidak memerlukan penulisan nama orang yang memindahkan nama spesies ke genus lainnya (dalam contoh ini, ke genus Passer).

Tatanama trinomial

sunting

Penamaan biologi dapat diperluas hingga tingkat di bawah spesies (subspesies). Dalam zoologi penamaan ini disebut "trinomen" sedangkan di bidang botani penamaan ini disebut "trinomial".

Tatanama tumbuhan

sunting
  • Unsur utama yang menjadi ruang lingkup Taksonomi Tumbuhan adalah pengenalan (identifikasi), pemberian nama dan penggolongan atau klasifikasi.
  • Peraturan tentang pemberian nama ilmiah perlu diciptakan agar ada kesamaan pemahaman di antara ahli-ahli Botani di seluruh dunia tentang apa yang dimaksud.
  • Nama ilmiah adalah nama-nama dalam bahasa Latin atau bahasa yang diperlakukan sebagai bahasa Latin tanpa memperhatikan dari bahasa mana asalnya.
  • Setiap individu tumbuhan termasuk dalam sejumlah taksa yang jenjang tingkatnya berurutan.
  • Tingkat jenis (species) merupakan dasar dari seluruh takson yang ada.
  • Nama-nama takson di atas tingkat suku (familia) diambil dari ciri khas yang berlaku untuk semua warga dengan akhiran yang berbeda menurut tingkatnya.
  • Nama suku (familia) merupakan satu kata sifat yang diperlakukan sebagai kata benda berbentuk jamak. Nama tersebut diambil dari nama salah satu marga yang termasuk dalam suku tadi ditambah dengan akhiran -aceae.
  • Nama marga merupakan kata benda berbentuk mufrad atau suatu kata yang diperlakukan demikian. Kata ini dapat diambil dari sumber mana pun, dan dapat disusun dalam cara sembarang.
  • Nama ilmiah untuk jenis harus bersifat ganda, artinya terdiri atas dua suku kata yang berbentuk mufrad yang diperlakukan sebagai bahasa Latin.
  • Nama takson tingkat suku ke bawah diikuti nama orang yang memberikan nama ilmiah dalam bentuk singkatan.

Referensi

sunting
  1. ^ Susilawati dan Bachtiar, N. (2018). Biologi Dasar Terintegrasi (PDF). Pekanbaru: Kreasi Edukasi. hlm. 97. ISBN 978-602-6879-99-8. 
  2. ^ a b Fitriyani, Eka (2017-01-01). New Edition Big Book IPA SMP Kelas VII, VIII & IX. Jakarta: Cmedia. hlm. 203–204. ISBN 978-602-6992-75-8. 
  3. ^ Nair, P. K. Ramachandran; Nair, Vimala D. (2014). Scientific Writing and Communication in Agriculture and Natural Resources (dalam bahasa Inggris). Springer International Publishing. hlm. 39. doi:10.1007/978-3-319-03101-9. ISBN 9783319031019. LCCN 2013953625. OCLC 881314963. 
  4. ^ Lapage, S. P.; Sneath, P. H. A.; Lessel, E. F.; Skerman, V. B. D.; Seeliger, H. P. R.; Clark, W. A. (1992). Rules of Nomenclature with Recommendations (dalam bahasa Inggris). ASM Press. 

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting