Tapir Asia

(Dialihkan dari Tapir Malaya)
Tapir Asia
Tapir asia di Kebun Binatang London
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
T. indicus
Nama binomial
Tapirus indicus
(Desmarest, 1819)

Tapir Asia (Tapirus indicus) adalah salah satu jenis tapir. Tapir asia merupakan jenis yang terbesar dari keempat jenis tapir dan satu-satunya yang berasal dari Asia. Nama ilmiahnya indicus merujuk pada Hindia Timur, yaitu habitat alami jenis ini. Di Sumatra tapir umumnya disebut tenuk or seladang, gindol, babi alu, kuda ayer, kuda rimbu, kuda arau, marba, cipan, dan sipan.[1]

Bukti arkeologi terbaru mengindikasikan bahwa hewan dengan nama latin Tapirus indicus ini pernah hidup di Kalimantan setidaknya sampai 1.500 tahun yang lalu.

Deskripsi

sunting

Tapir asia mudah dikenali dari cirinya berupa "pelana" berwarna terang dari bahu hingga pantat. Bulu-bulu di bagian lain tubuhnya berwarna hitam kecuali ujung telinganya yang berwarna putih seperti jenis tapir lain. Pola warna ini berguna untuk kamuflase: warna yang membuat kacau membuatnya tidak tampak seperti tapir, binatang lain mungkin mengiranya batu besar dan bukannya mangsa saat tapir ini berbaring atau tidur.[2]

 
Kerangka

Tapir asia tumbuh hingga sepanjang antara 1,8 sampai 2,4 m (5 kaki 11 inci sampai 7 kaki 10 inci), dengan tingginya mencapai antara 90 sampai 107 cm (2 kaki 11 inci sampai 3 kaki 6 inci). Hewan ini biasanya mempunyai berat antara 250 sampai 320 kg (550 sampai 710 pon), meskipun beberapa yang dewasa ada yang beratnya dapat mencapai 540 kg (1.190 pon).[3] Tapir asia betina biasanya lebih besar daripada Tapir asia jantan. Seperti jenis tapir lain ekornya pendek gemuk serta belalai yang panjang dan lentur. Di tiap kaki depannya terdapat empat kuku dan di tiap kaki belakangnya ada tiga kuku.Telinga berbentuk oval dan tegak lurus dengan ujung telinga berwarna putih. Hewan ini memiliki mata yang kecil denga indra penglihatan yang agak buruk namun indra pendengarannya dan penciuman sangat tajam.[4]

Bentuk hidungnya memanjang seperti belalai pada gajah, tetapi pada tapir lebih pendek. Belalai tersebut merupakan gabungan dari hidung dan bibir atas yang terdiri dari otot dn jaringan ikat lunak yang berfungsi untuk mengambil daun muda atau buah dan pepohonan. Hidung ini didekatkan ke tanah saat hewan ini berjalan.[5] Tapir memiliki empat jari di tiap kaki depan dan tiga jari di tiap kaki belakangnya yang dilengkapi dengan kuku. Jari kaki keempat pada kaki depan tapir tidak menyentuh tanah saat berjalan, sehingga hanya terlihat tiga bentukan jari pada jejak kakinya. Jejak kaki depan individu dewasa memiliki panjang antara 155–220 mm dan lebar sekitar 139–240 mm, sedangkan kaki belakang memiliki panjang sekitar 127–220 mm dan lebar 113–180 mm. Bentuk tubuh yang membulat dan kaki depan yang lebih pendek memungkinkan tapir untuk berlari dengan cepat diantara rerimbunan semak.[6]

Siklus Hidup dan Reproduksi

sunting
 
Tapir muda, masih dengan pola bergaris-garisnya, tidur di belakang induknya

Tapir akan mengalami kematangan seksual pada umur sekitar 2 tahun.[7] Siklus estrus pada tapir betina dapat diketahui berdasarkan kadar progesteron dan estradiol dalam plasma.[8] Pada umumnya, tapir betina mengalami siklus estrus yang berulang tiap kurang lebih 43 hari dengan estrus yang terjadi selama 1-4 hari.[5] Tapir jantan akan mengawini betina satu kali dalam periode tersebut dengan kopulasi yang dapat terjadi selama 15-20 menit. Tapir betina akan menunkukkan estrus postpartum dan memungkinkan untuk kembali bunting pada waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.[9] Kebuntingan pada tapir betina di alam bebas dapat didagnosa terhadap kadar estrogen dalam feses menggunakan metode enzyme immunoassay. Perkawinan ditandai dengan ritual saling berkejaran dan bercumbu terlebih dahulu. Setelah tertarik secara seksual, hewan ini akan membuat suara menciut dan bersiul kemudian mencoba untuk saling mencium bagian genital sambil berputar-putar. Mungkin juga hewan ini akan saling menggigit daerah telinga, kaki ataupun panggul.[10]

Masa hamil tapir Asia sekitar 400 hari, dimana setelahnya seekor anak lahir dengan berat 6,8 kg (15 pon). Tapir asia merupakan yang terbesar saat lahir dibanding jenis-jenis tapir lainnya dan tumbuh lebih cepat dari jenis tapir lain.[6] tapir muda dari semua jenis berbulu cokelat dengan garis-garis dan bintik-bintik putih, pola yang memungkinkannya bersembunyi dengan efektif di dalam bayangan-bayangan hutan. Pola pada bayi ini berubah menjadi pola warna tapir dewasa antara empat hingga tujuh bulan setelah kelahiran. Anak tapir disapih antara umur 6 dan 8 bulan dan binatang ini menjadi dewasa pada umur tiga tahun. perkembangbiakan basanya terjadi pada bulan April, Mei Atau Juni. Tapir betina biasanya melahirkan satu anak tiap dua tahun. Tapir asia dapat hidup hingga 30 tahun baik di alam liar maupun di kurungan.

Ketertarikan baru-baru ini mendorong para perekayasa biologi mencoba menciptakan versi kerdil dari tapir. Mereka percaya bahwa ada pasar untuk tapir kerdil sebagai binatang peliharaan di Amerika Serikat.

Perilaku

sunting
 
Seekor tapir dengan belalainya yang direntangkan, berlokasi Woodland Park Zoo, Seattle

Tapir asia terutama merupakan hewan penyendiri, menandai jalur-jalur besar di darat sebagai teritori atau daerah kekuasaannya, meski daerah ini biasanya bertumpang tindih dengan daerah kekuasaan individu lain. Tapir menandai teritorinya dengan mengencingi tetumbuhan dan mereka sering mengikuti jalur lain dari yang telah mereka buat yang telah ditumbuhi tumbuhan.

Binatang ini herbivora, ia mencari makan berupa umbi empuk dan daun-daunan dari lebih dari 115 jenis tumbuhan (ada kira-kira 30 yang terutama disukainya), bergerak lambat di hutan dan berhenti untuk makan dan memperhatikan bau yang ditinggalkan tapir lain di daerah itu.[1] Pisang dan buah-buahan lunak lainnya merupakan makanan yang disukai oleh tapir. Buah-buahan tersebut juga dapat digunakan untuk membantu penanganan perilaku tapir, misalnya untuk pelatihan dan administrasi standar perawatan medis.[11] Akan tetapi, bila merasa terancam, tapir dapat lari dengan cepat meskipun bertubuh besar, dan mereka juga dapat membela diri dengan rahang kuat serta gigi tajamnya. Tapir-tapir Asia berkomunikasi satu sama lain dengan cicitan dan siulan bernada tinggi. Mereka suka tinggal di dekat air dan sering mandi dan berenang. Mereka juga bisa memanjat tempat yang curam. Tapir aktif terutama malam hari, walaupun mereka tidak benar-benar nokturnal. Mereka cenderung makan begitu matahari terbenam dan sebelum matahari terbit, mereka juga sering tidur siang sebentar. Tingkah laku ini menandai mereka sebagai satwa krepuskular.

Habitat, Pemangsa dan Kerentanan

sunting
 
Peta penyebaran tapir di alam liar, data sekitar tahun 2003

Dahulu, tapir Asia dapat ditemukan diseluruh hutan hujan dataran rendah di Asia Tenggara termasuk Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar Burma, Thailand, dan Vietnam. Namun populasinya menurun tahun-tahun belakangan ini, dan seperti jenis-jenis tapir lainnya juga terancam kepunahan.[12] Karena ukurannya, tapir memiliki sedikit pemangsa alami, bahkan tapir jarang dimangsa oleh harimau.[13] Ancaman utama bagi tapir Asia adalah kegiatan manusiatermasuk penebangan hutan untuk pertanian, banjir akibat dibendungnya sungai untuk membuat pembangkit listrik tenaga air, dan perdagangan ilegal.[14] Di Thailand, sebagai contoh, penangkapan dan penjualan seekor tapir muda dapat bernilai US$5500.[13] Di daerah seperti Sumatra, dimana populasinya kebanyakan Muslim, tapir jarang diburu untuk dimakan karena kemiripan tubuhnya dengan babi membuat daging tapir tabu, tetapi di beberapa daerah mereka diburu untuk olahraga atau tidak sengaja tertembak karena dikira binatang lain.[15] Status dilindungi di Thailand, Malaysia dan Indonesia, yang ditujukan pada pembunuhan tapir dengan sengaja tapi tidak ditujukan pada isu hilangnya habitat, telah membatasi pemulihan atau menjaga polulasi tapir. Populasi Tapir Asia di Lembaga Konservasi ex-situ di Indonesia tercatat sebanyak 17 ekor yang tersebar di Taman Margasatwa Ragunan, Taman Safari Cisarua, Taman Safari Prigen, Kebun Binatang Gembira Loka dan Kebun Binatang Taman Sari Bandung. Populasi yang terdapat di alam belum diketahui, tetapi diduga terus menurun.[16]

Variasi brevetianus

sunting

sejumlah kecil tapir Asia melanistik (serba-hitam) telah diamati. Tahun 1942, seekor tapir serba-hitam dikirim ke kebun binatang Rotterdam dan diklasifikasikan sebagai subspesies yang disebut Tapirus indicus brevetianus yang dinamai berdasarkan penemunya Kapten K. Brevet.[17] Pada tahun 2000, dua ekor tapir melanistik diamati selama studi harimau di Suaka Hutan Jerangau di Malaysia Semenanjung.[18] Penyebab variasi ini mungkin ketidaknormalan genetis yang mirip dengan macan kumbang yang muncul pada populasi macan tutul, Akan tetapi, kecuali kalau dan hingga individu brevetianus dapat dipelajari, penjelasan yang tepat untuk sifat tersebut tetap tidak diketahui.

Catatan

sunting
  1. ^ a b bin Momin Khan, Mohd Khan. "Status and Action Plan of the Malayan Tapir (Tapirus indicus)" Tapirs: Status Survey and Conservation Action Plan published by IUCN Tapir Specialist Group, 1997, page 1
  2. ^ "Woodland Park Zoo Animal Fact Sheet: Malayan Tapir (Tapirus indicus)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-24. Diakses tanggal 2008-12-20. 
  3. ^ Wilson & Burnie, Animal: The Definitive Visual Guide to the World's Wildlife. DK ADULT (2001), ISBN 978-0-7894-7764-4
  4. ^ Nash S. 2009. The Malayan Tapir (Tapirus indicus). http://www.tapirs.org/ tapirs/malay.html
  5. ^ a b Tapir Specialist Group. 2007. Tapir Field Veterinary Manual. http://www.tapirs.org/Downloads/standards/TSG-tapir-vet-manual-eng. pdf.
  6. ^ a b Fahey B. 1999. Tapirus indicus, Animal Diversity Web. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Tapirus_indicus.html
  7. ^ Barongi RA. 1992. Husbandry and conservation of tapirs. Int Zoo Year 32:7-15.
  8. ^ Schaftenaar W, de Boer AM, Glatston AR. 2006. Monitoring of the oestrus cycle in a captive Malayan tapir (Tapirus indicus). Vet Rec 159:421-422.
  9. ^ Grzimek, B. 1990. Tapirs. In: Grzimek's Encyclopedia of Mammals. Ed ke-2. USA:McGraw-Hill 4:598-608.
  10. ^ Huffman B. 2004. Tapirus Indicus. http://www.ultimateungulate.com/perissodactyla/tapirus_indicus.html.
  11. ^ Nowak RM. 1999. Tapirs. In: Walker's Mammals of the World. Johns Hopkins University Press 6:1025-1028.
  12. ^ Kawanishi et al (2003). Tapirus indicus. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006. Diakses 11 May 2006. Database entry includes justification for why this species is vulnerable
  13. ^ a b bin Momin Khan, Mohd Khan. "Status and Action Plan of the Malayan Tapir (Tapirus indicus)" Tapirs: Status Survey and Conservation Action Plan published by IUCN Tapir Specialist Group, 1997, page 2
  14. ^ Fact sheet on Malayan Tapir - Tapirus indicus Diarsipkan 2008-04-09 di Wayback Machine., UNEP World Conservation Monitoring Centre, in association with the World Wildlife Foundation
  15. ^ Simon, Tamar. “The Tapir: A Big Unknown” Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine. article from Discovery Channel Canadian website Diarsipkan 2006-06-16 di Wayback Machine., July 22, 1999.
  16. ^ Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati. 2007. Strategi Dan Kebijakan Program Pengembangbiakan (Breeding Program) Satwa Liar Dilindungi. Dep Hut 19:491–507.
  17. ^ Shuker, Dr. Karl P. N. Mysteries of Planet Earth, pages 11-12
  18. ^ Mohd, Azlan J. "Recent Observations of Melanistic Tapirs in Peninsular Malaysia" Diarsipkan 2006-06-25 di Wayback Machine..Pada September 2003, peneliti Kanada William Sommers menyaksikan kelahiran seekor tapir hitam di alam liar. Tapir Conservation: The Newsletter of the IUCN/SSC Tapir Specialist Group, June 2002, Volume 11, Number 1, pages 27-28

Pranala luar

sunting