Tanèyan Lanjhang

rumah tradisional di Indonesia
(Dialihkan dari Taneyan Lanjhang)

Tanèyan Lanjhang (dalam bahasa Madura) adalah pola permukiman tradisional suku Madura. Taneyan Lanjhang berasal dari bahasa Madura dan terdiri dua kata, yaitu taneyan yang berarti halaman, dan lanjhang yang artinya panjang; jadi taneyan lanjhang merujuk pada halaman rumah yang panjang. Susunan rumah-rumah ini terdiri atas keluarga-keluarga yang mengikatnya. Letak rumah berjejar dengan urutan timur ke barat, sehingga kepemilikan halamannya dipunyai bersama. Secara aturan tradisional, uniknya rumah-rumah ini hanya akan menghadap ke arah utara dan selatan. Satu taneyan lanjhang dihuni keluarga batih yang terdiri dari orang tua, anak, cucu, cicit dan seterusnya.[1][2][3]

Taneyan Lanjhang

Awal mula

sunting

Taneyan lanjhang diawali dengan dibangunnya rumah induk yang disebut roma tongghu yang menghadap ke selatan. Rumah ini didirikan oleh sepasang suami-istri yang kemudian dibarengi dengan dibangunnya kobhung (surau keluarga), kandang peliharaan, dan dapur. Jika suami-istri ini memiliki anak perempuan, maka wajib membangunkan rumah sebagai warisan (sangkolan) kepada anak perempuannya. Dibangunnya rumah milik anak perempuan ini kelak berhubungan erat dengan pola matrilokal Suku Madura, dimana suami akan ikut ke keluarga istri.[4] Rumah anak perempuan ini dibangun di sisi sebelah timur rumah induk. Begitu seterusnya ketika suami-istri memiliki anak perempuan maka akan didirikan rumah untuknya. Jika di arah timur rumah sudah tidak bisa dibangun rumah, maka rumah anak perempuan akan dibangun berhadapan dengan roma tongghu[5].

Susunan

sunting
 
Denah taneyan lanjhang, (a) surau = langghâr, (b) rumah induk = roma tongghu, (c) rumah anak = roma, (d) halaman = tanèyan, (e) pintu masuk = alebbhu ka tanèyan, (f) halaman belakang = pamengkang.

Dalam susunan pola permukiman taneyan lanjhang, posisi surau pasti berada di bagian paling barat pekarangan, sedangkan rumah induk selalu berada di sisi sebelah kiri surau. Arah pintu rumah induk menghadap ke arah selatan, berbeda dengan pintu surau yang menghadap ke arah timur. Di timur rumah induk terdapat rumah anak perempuan yang berjejer lurus ke arah timur (jika lebih dari satu anak perempuan). Posisi kandang peliharaan selalu berada di bagian selatan, sedangkan letak dapur menjadi satu dengan rumah pemilik pribadi masing-masing keluarga.[4]

 
Perspektif Tanèyan Lanjhang

Rumah milik masing-masing rumah biasanya terdiri dari beberapa kamar antara lain, satu pintu, satu teras, dan satu kamar tidur. Pintu hanya terdapat di bagian depan rumah. Teras atau tempat menerima tamu hanya dikhususkan menerima tamu perempuan. Teras ini biasanya setengah terbuka, sehingga sesama penghuni di dalam taneyan bisa saling memantau siapa yang berada di ruang tamu.[1][6]

Tanah di bagian rumah ditinggikan lebih kurang 40-50 cm yang didirikan di tanah yang rata.[3] Secara tradisional dibuat dari plester atau terakota. Sedangkan dinding terbuat dari anyaman bambu, tembok, dan sebagainya. Atap rumah terbuat dari genteng, dan sebagian terbuat dari ilalang. Pintu rumah umumnya dibuat dari kayu yang diukir, makin rumit ukirannya makin tinggi status sosial si pemilik rumah. Susunan antar rumah di dalam taneyan dindingnya ada yang bersambung (berdempet), ada pula yang tidak.[5][1]

Surau atau dalam bahasa Madura disebut langghâr berperan tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga berperan sebagai menerima tamu utamanya jika tamu laki-laki. Posisinya berada di tengah-tengah dan memisahkan dua baris rumah-rumah keluarga (jika taneyan terdiri dari dua baris yang berhadapan). Fungsi surau di sini bisa disetarakan dengan pendapa.[6]

Posisi bangunan surau yang berhadapan langsung dengan pintu masuk (pagar), maka tuan rumah mengetahui orang yang berlalu-lalang di dan menuju ke taneyan.[6]

Tanah dimana surau dibangun biasanya dibuat lebih tinggi dibanding bangunan lainnya di dalam taneyan. Konstruksinya umumnya dibuat seperti rumah panggung yang tingginya 40-50cm, dan ukurannya lebih kecil dari pada ukuran rumah keluarga. Lantainya terbuat dari papan kayu, bambu, atau jika tidak berupa rumah panggung menggunakan perkerasan. Dindingnya mengelilingi empat penjuru yang terbuat dari kayu atau anyaman bambu, sedangkan atap terbuat dari daun siwalan kering. Tiang penunjang biasanya berjumlah empat buah bahkan ada yang berjumlah delapan buah.[1][5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Sattar, Abdul (2015). "TANIAN LANJANG Pola Tata Ruang dan Kekerabatan Masyarakat Madura". Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan. 10 (2). ISSN 2549-1628. 
  2. ^ Citrayati, Noviana; Sudikno, Antariksa; Titisari, Ema Yunita (2008). "PERMUKIMAN MASYARAKAT PETANI GARAM DI DESA PINGGIR PAPAS, KABUPATEN SUMENEP". Arsituektur e-Journal. 1 (1): 1–14. 
  3. ^ a b Fauzia, Lisa; Ari, Ismu; Hariyani, Septiana (2009). "Karakteristik Permukiman Taneyan Lanjhang DiKecamatan Labang, Madura (Studi Kasus Desa Jukong dan Desa Labang)". Arsitektur e-Journal. 2 (1): 51–65. 
  4. ^ a b Hafsi, Ainur Rofiq; Hasanah, Sri Indriati (2019-02-14). "Kajian Etnomatematika Pada Rumat Adat Taneyan Lanjeng". Prosiding Silogisme (dalam bahasa Inggris). 1 (1). ISSN 2656-1360. 
  5. ^ a b c Surabaya, Lintu Tulistyantoro; Dosen Fakultas Seni dan Desain, Jurusan Desain Interior Universitas Kristen Petra (2006-02-28). MAKNA RUANG PADA TANEAN LANJANG DI MADURA. Institute of Research and Community Outreach - Petra Christian University. OCLC 676800918. 
  6. ^ a b c Maningtyas, R T; Gunawan, A (2017-10). "Taneyan Lanjhang, Study of Home Garden Design Based Local Culture of Madura". IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 91: 012022. doi:10.1088/1755-1315/91/1/012022. ISSN 1755-1307.