Stigma menstruasi

persepsi negatif terhadap menstruasi dan wanita yang mengalaminya

Stigma menstruasi merujuk pada persepsi dan pandangan negatif terhadap menstruasi dan individu (wanita) yang mengalaminya.[1] Menstruasi kerap dipandang sebagai sesuatu yang tidak wajar dan memalukan, oleh karenanya harus disembunyikan. Perkembangan stigma menstruasi dapat memperkuat stereotip misoginis yang menganggap individu (wanita) yang sedang menstruasi sebagai "tidak rasional" dan "terlalu emosional", sehingga dianggap kurang kompeten.[1] Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental, mengurangi partisipasi dalam ruang publik, dan peluang ekonomi.

Stigma

sunting

Variasi Budaya

Dalam konteks budaya, menstruasi sering kali terkait dengan tabu, mitos, rasa malu, stigma, dan emosi negatif. Persepsi budaya terhadap menstruasi dapat menghasilkan dua sudut pandang, yaitu menstruasi sebagai hal pribadi yang harus dirahasiakan dan menstruasi sebagai sesuatu yang 'tidak normal', tergantung pada keyakinan budaya yang dianut. Contohnya, di Amerika Serikat, menstruasi dianggap sebagai masalah pribadi yang harus dirahasiakan sesuai dengan norma dan nilai yang ada. Sebaliknya, di Nepal, menstruasi dianggap sebagai sesuatu yang 'tidak wajar', sehingga menyebabkan individu (wanita) yang mengalaminya dikucilkan dalam ruang sosial.[2][3]

Eufemisme

Eufemisme menggambarkan menstruasi sebagai kondisi 'ketidaknyamanan', di mana kebanyakan remaja perempuan diedukasi bahwa menstruasi adalah hal yang harus disembunyikan dan dirahasiakan di lingkungan sosial. Kondisi ini kemudian disokong oleh dukungan media-media yang menggambarkan menstruasi secara implisit seperti menggunakan warna halus untuk menggambarkan menstruasi (seperti biru, bukan merah). [4][5][6]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Olson, Mary M.; Alhelou, Nay; Kavattur, Purvaja S.; Rountree, Lillian; Winkler, Inga T. (2022-07-14). Kapilashrami, Anuj, ed. "The persistent power of stigma: A critical review of policy initiatives to break the menstrual silence and advance menstrual literacy". PLOS Global Public Health (dalam bahasa Inggris). 2 (7): e0000070. doi:10.1371/journal.pgph.0000070. ISSN 2767-3375. PMC PMC10021325  Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 36962272 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  2. ^ Crawford, Mary; Menger, Lauren M.; Kaufman, Michelle R. (2014-04-21). "'This is a natural process': managing menstrual stigma in Nepal". Culture, Health & Sexuality (dalam bahasa Inggris). 16 (4): 426–439. doi:10.1080/13691058.2014.887147. ISSN 1369-1058. 
  3. ^ Buckley, Thomas C. T.; Gottlieb, Alma, ed. (1988). Blood magic: the anthropology of menstruation. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0-520-06085-2. 
  4. ^ Fahs, Breanne (2020). Bobel, Chris; Winkler, Inga T.; Fahs, Breanne; Hasson, Katie Ann; Kissling, Elizabeth Arveda; Roberts, Tomi-Ann, ed. Sex During Menstruation: Race, Sexual Identity, and Women’s Accounts of Pleasure and Disgust (dalam bahasa Inggris). Singapore: Springer Singapore. hlm. 961–984. doi:10.1007/978-981-15-0614-7_69. ISBN 978-981-15-0613-0. 
  5. ^ Johnston-Robledo, Ingrid; Chrisler, Joan C. (2020). Bobel, Chris; Winkler, Inga T.; Fahs, Breanne; Hasson, Katie Ann; Kissling, Elizabeth Arveda; Roberts, Tomi-Ann, ed. The Menstrual Mark: Menstruation as Social Stigma (dalam bahasa Inggris). Singapore: Springer Singapore. hlm. 181–199. doi:10.1007/978-981-15-0614-7_17. ISBN 978-981-15-0613-0. 
  6. ^ Sveen, Hanna (2016-09). "Lava or Code Red : A Linguistic Study of Menstrual Expressions in English and Swedish". Women's Reproductive Health (dalam bahasa Inggris). 3 (3): 145–159. doi:10.1080/23293691.2016.1237712. ISSN 2329-3691.