Spektroskopi emisi atom plasma gandeng induktif
Spektroskopi emisi atom plasma gandeng induktif (bahasa Inggris: Inductively coupled plasma atomic emission spectroscopy, ICP-AES), juga dikenal sebagai spektrometri emisi optik plasma gandeng induktif (ICP-OES), adalah teknik analisis instrumen yang digunakan untuk menganalisis unsur kimia. Instrumen ini adalah spektroskopi emisi yang menggunakan plasma gandeng induktif untuk menghasilkan atom dan ion tereksitasi yang memancarkan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang spesifik untuk setiap unsur. Plasma berasal dari gas yang telah terionisasi (kebanyakan argon) dan dihasilkan dan ditahan oleh kumparan induktif. Suhu sumber plasma berada pada kisaran antara 6000 hingga 10.000 K. Intensitas sinar emisi yang dihasilkan setiap unsur berbanding lurus dengan konsentrasihya.
Mekanisme
suntingICP-AES terdiri dari dua bagian: ICP dan spektrometer optik. Obor ICP terdiri dari 3 tabung kaca kuarsa konsentris.[1]
ICP memiliki dua mode operasi, yang disebut mode kapasitif (E) dengan kepadatan plasma rendah dan mode induktif (H) dengan kepadatan plasma tinggi. Obor ICP-AES dioperasikan dalam mode H.[2]
Ketika obor dinyalakan, medan elektromagnetik yang kuat dihasilkan di dalam kumparan oleh sinyal frekuensi radio berdaya tinggi yang mengalir dalam kumparan. Sinyal radio ini dibuat oleh generator RF yang secara efektif merupakan pemancar radio berdaya tinggi yang menggerakkan "kumparan kerja" dengan cara yang sama seperti pemancar radio biasa menggerakkan antena pemancar. Instrumen pada umumnya beroperasi pada frekuensi 27 hingga 40 MHz.[3] Gas argon yang mengalir melalui obor dilucuti oleh transformator Tesla dan proses ionisasi dimulai.
Gas argon terionisasi dalam medan elektromagnetik yang kuat dan mengalir dalam pola simetris rotasi tertentu menuju medan magnet kumparan. Plasma stabil bersuhu sekitar 7000 K kemudian dihasilkan sebagai hasil tumbukan tidak elastis antara atom argon netral dengan partikel yang telah bermuatan.[4]
Pompa peristaltik mengirimkan larutan sampel ke dalam pengabut di mana sampel diubah menjadi kabut dan dialirkan ke dalam nyala plasma. Sampel segera berinteraksi dengan elektron dan ion bermuatan dalam plasma dan dengan sendirinya terpecah menjadi ion-ion bermuatan. Molekul-molekul dalam sampel berubah menjadi atom bebas yang kemudian kehilangan elektron dan bergabung kembali berulang kali dalam plasma. Atom tereksitasi, lalu terdieksitasi sambil memancarkan sinar pancar pada panjang gelombang yang spesifik untuk setiap unsur.
Dalam beberapa desain, gas tertentu, biasanya nitrogen digunakan untuk 'memotong' aliran plasma di tempat tertentu. Satu atau dua lensa kemudian digunakan untuk memfokuskan cahaya emisi pada kisi difraksi di mana cahaya polikromatis diurai menjadi monokromatis.
Di dalam ruang optik, setelah cahaya dipisahkan menjadi panjang gelombang (warna) yang berbeda, intensitas cahaya diukur dengan detektor yang mengubah cahaya menjadi sinyal listrik seperti tabung pengganda cahaya (photomultiplier tube) atau, dalam unit yang lebih modern, warna yang dipisahkan jatuh pada susunan fotodetektor semikonduktor seperti peranti tergandeng-muatan (Charge-coupled device, CCD). Susunan detektor seperti CCD membuat berbagai unsur dalam sampel dapat dianalisis sekaligus.
Intensitas cahaya dari sampel kemudian dibandingkan dengan intensitas cahaya dari deret standar yang telah diukur sebelumnya dan telah diketahui konsentrasinya, di mana konsentrasi unsur dalam sampel kemudian dihitung dengan interpolasi dalam kurva kalibrasi.
Selain itu, perangkat lunak khusus umumnya digunakan untuk mengoreksi gangguan yang disebabkan oleh adanya elemen yang berbeda dalam matriks sampel yang diberikan.
Sejarah
suntingUpaya pertama untuk memanfaatkan emisi plasma sebagai metode analisis spektroskopi diterbitkan pada tahun 1956 oleh Eugen Bădărău.[5] Pada tahun 1964, Stanley Greenfield bekerja di Albright & Wilson adalah orang pertama yang menggunakan ICP untuk analisis noneksperimental.[5] ICP-AES diproduksi secara komersial untuk pertama kalinya oleh KONTRON pada tahun 1975.[5]
Aplikasi
suntingInstrumen ICP-AES dapat digunakan dalam analisis kadar logam dalam minuman anggur,[6] kadar arsen dalam makanan,[7] dan jejak unsur terikat pada protein.[8]
Pada tahun 2008, teknik ini digunakan di Universitas Liverpool untuk menunjukkan bahwa jimat Khi-rho yang ditemukan di Shepton Mallet dan sebelumnya diyakini sebagai salah satu bukti awal Kekristenan di Inggris,[9] ternyata berasal dari abad kesembilan belas.[10][11][12]
ICP-AES sering digunakan untuk analisis jejak unsur di tanah, dan karena alasan itu sering digunakan dalam analisis forensik untuk menyelidiki sampel tanah yang ditemukan di TKP atau korban dll.
Instrumen ini juga menjadi metode analisis yang populer untuk menentukan kadar nutrisi di lahan pertanian. Informasi ini kemudian digunakan untuk menghitung jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk memaksimalkan hasil dan kualitas tanaman.
ICP-AES juga digunakan untuk analisis oli motor. Analisis oli motor bekas mengungkapkan banyak hal tentang kinerja mesin. Bagian mesin yang aus akan meninggalkan jejak tertentu di dalam oli yang dapat dianalisis dengan ICP-AES. Analisis dengan ICP-AES dapat membantu menentukan bagian mesin mana yang rusak. Selain itu, ICP-AES dapat menunjukkan berapa lama masa pakai oli yang tersisa. Analisis oli sering digunakan oleh perusahaan atau penggemar otomotif yang tertarik untuk mengetahui berbagai informasi tentang kinerja mesin. ICP-AES juga digunakan selama produksi oli motor (dan minyak pelumas lainnya) untuk pengendalian kualitas dan penyesuaian dengan spesifikasi produksi dari industri.
Referensi
sunting- ^ Hieftje, Gary; et al. (1982). "Design and Construction of a Low-Flow, Low-Power Torch for Inductively Coupled Plasma Spectrometry". Applied Spectroscopy. 36 (6): 627–631. Bibcode:1982ApSpe..36..627R. doi:10.1366/0003702824639105.
- ^ Hyo-Chang Lee (2018) Review of inductively coupled plasmas: Nano-applications and bistable hysteresis physics 5 011108 https://doi.org/10.1063/1.5012001
- ^ Hieftje, Gary; et al. (2006). "Effect of the plasma operating frequency on the figures of merit of an inductively coupled plasma time-of-flight mass spectrometer". Journal of Analytical Atomic Spectrometry. 21 (2): 160–167. doi:10.1039/B515719F.
- ^ Haung, Mao; Hieftje, Gary (1989). "Simultaneous measurement of spatially resolved electron temperatures, electron number densities and gas temperatures by laser light scattering from the ICP". Spectrochimica Acta Part B: Atomic Spectroscopy. 44 (8): 739–749. Bibcode:1989AcSpe..44..739H. doi:10.1016/0584-8547(89)80072-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-24. Diakses tanggal 2022-05-26.
- ^ a b c Ohls, Knut; Bogdain, Bernhard (2016). "History of inductively coupled plasma atomic emission spectral analysis: From the beginning up to its coupling with mass spectrometry". Journal of Analytical Atomic Spectrometry. 31: 22–31. doi:10.1039/C5JA90043C.
- ^ Aceto M, Abollino O, Bruzzoniti MC, Mentasti E, Sarzanini C, Malandrino M (2002). "Determination of metals in wine with atomic spectroscopy (flame-AAS, GF-AAS and ICP-AES); a review". Food Additives and Contaminants. 19 (2): 126–33. doi:10.1080/02652030110071336. PMID 11820494.
- ^ Benramdane L, Bressolle F, Vallon JJ (1999). "Arsenic speciation in humans and food products: a review". Journal of Chromatographic Science. 37 (9): 330–44. doi:10.1093/chromsci/37.9.330 . PMID 10497786.
- ^ Ma R, McLeod CW, Tomlinson K, Poole RK (2004). "Speciation of protein-bound trace elements by gel electrophoresis and atomic spectrometry". Electrophoresis. 25 (15): 2469–77. doi:10.1002/elps.200405999. PMID 15300764.
- ^ Leach, Peter (1991). Shepton Mallet: Romano-Britons and Early Christians in Somerset. Birmingham: Birmingham University Field Archeology Unit. ISBN 978-0-7044-1129-6.
- ^ Savill, Richard (2008-09-18). "'Ancient' Christian amulet declared a fake". Daily Telegraph. London. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-19.
- ^ "New tests challenge age of amulet". BBC News. BBC. 2008-09-18.
- ^ de Bruxelles, Simon (2008-09-16). "Romano-British silver Christian cross may be fake". Times Online. London: The Times.