Selawat Tarhim

Shalawat oleh Mahmud Khalil al-Hussary

Tarhim adalah sebuah kalimah yang disebut-sebut dirangkai oleh Syekh Mahmud Khalil al-Hussary pada tahun 1959 yang awalnya dalam bahasa Arab dan sudah dialih bahasakan. Tarhim kadang disuarakan melalui speaker horn oleh banyak masjid atau musala dan terutama radio di Indonesia sesaat sebelum azan dikumandangkan.

"Selawat Tarhim"
Bacaan salawat oleh Mahmud Khalil Al-Hussary
Diciptakan1959
Dirilis1960 di Radio Yasmara AM, Surabaya
Direkam1960
StudioLokananta, Surakarta, Indonesia
Durasi6:12
PenciptaMahmud Khalil al-Hussary

Latar belakang sunting

Bacaan tersebut ditulis dan dilantunkan pertama kali oleh Syaikh Mahmud Khalil Al Hussary pada tahun 1959, saat ia berkunjung ke Indonesia. Bacaan ini memiliki durasi 6 menit dan dilantunkan oleh al-Hussary dengan suara yang khas, lembut, tenang, tetapi bernyawa, sehingga membuat siapapun yang mendengarnya akan merasa tenang dan haru, terutama apabila diperdengarkan di waktu menjelang azan subuh.[1][2]

Ia merekam bacaan salawat tersebut di Lokananta, Surakarta. Namun tidak ada kepastian di mana al-Hussary melakukan perekaman selawat ini meskipun banyak yang berpendapat bahwa selawat ini direkam di studio tersebut. Setelah Lokananta memiliki piringan hitam yang berisikan bacaan tersebut, rekaman dari piringan hitam tersebut digandakan untuk dikirim ke Radio Yasmara AM Surabaya agar disiarkan setiap menjelang azan subuh, sehingga bacaan ini mulai dikenal oleh seluruh masyarakat dan hingga sekarang selawat tersebut diperdengarkan menjelang azan lima waktu, terutama azan subuh. Hingga sekarang, Radio Yasmara AM Surabaya yang mengudara di 1152 kHz itu masih tetap menyiarkan lantunan Shalawat Tarhim setiap menjelang azan subuh.[1][2]

Penggunaan sunting

Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi Islam di Indonesia, menganjurkan penggunaan bacaan selawat Tarhim untuk membangunkan orang-orang untuk segera bergegas ke masjid untuk mendirikan salat Subuh atau salat fardu lainnya. Tambahannya lagi, bacaan lain seperti ayat-ayat suci al-Qur'an, juga digunakan untuk membangunkan orang untuk salat Tahajud di sepertiga malam terakhir. Mereka menggunakan hadis serta dalil-dalil pendukung berikut:[3]

Dari Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah (ﷺ) bersabda: "Kamu tidak usah mencegah Bilal azan saat sahur karena azan bertujuan untuk mengingatkan siapa saja yang masih terjaga sekaligus membangunkan yang tertidur.

— Fathul Bari Syarh al-Bukhari, Juz II, halaman 244

Pernah terjadi sebelum subuh, di luar Jumat, bacaan tasbih dan selawat atas Nabi, bukan azan baik dari sisi bahasa maupun agama.

— Al-Hafizh dalam kitab Al-Fath

Akan tetapi, terdapat pendapat ulama yang menetapkan bahwa penggunaan bacaan selawat sebelum azan, termasuk selawat tarhim, adalah bid'ah.[4]

Bacaan sunting

Bacaan Latin Terjemah
اَلصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكْ As-shalaatu was-salaamu ‘alaik Shalawat dan salam ke hadiratmu
يَاإمَامَ الْمُجَاهِدِيْنْ يَارَسُوْلَ اللهْ Yaa imaamal mujaahidiin, Yaa Rasuulallah Wahai pemimpin para pejuang, Ya Rasulullah
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكْ As-shalaatu was-salaamu ‘alaik Shalawat dan salam ke hadiratmu
يَانَاصِرَ اْلهُدَى يَا خَيْرَ خَلْقِ اللهْ Yaa naashiral hudaa, Yaa Khoira Khalqillah Wahai penuntun petunjuk, wahai sebaik-baik ciptaan Allah
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكْ As-shalaatu was-salaamu ‘alaik Shalawat dan salam ke hadiratmu
يَانَاصِرَ الْحَقِّ يَارَسُوْلَ اللهْ Yaa naashiral haqqi, Ya Rasuulallah Wahai pembela kebenaran, Ya Rasulullah
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكْ As-shalaatu was-salaamu ‘alaik Shalawat dan salam ke hadiratmu
يَامَنْ اَسْرَى بِكَ الْمُهَيْمِنُ لَيْلًا نِلْتَ مَا نِلْتَ وَالأَنَامُ نِيَامُ Yaa man asra bikal muhaiminu lailan nilta maa nilta wal anaamu niyaamu Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari, Dialah Yang Maha Melindungi, engkau mendapati apa yang kau dapati saat semua manusia tidur
وَتَقَدَّمْتَ لِلصَّلَاةِ فَصَلَّى كُلُّ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَاَنْتَ الْإِمَامُ Wa taqaddamta lish-shalaati fashallaa Kullu man fis-sama'i wa antal imaamu Di belakangmu saat shalat, semua penghuni langit turut melaksanakan shalat dan engkau menjadi imam
وَاِلَى الْمُنْتَهَى رُفِعْتَ كَرِيْمًا وَ سَمِعْتَ النِّدَاءَ عَلَيْكَ السَّلَامُ Wa ilal muntahaa rufi’ta kariiman wa sami’tan nidaa'a ‘alaikas salaamu Engkau dinaikkan ke Sidratul Muntaha dengan mulia dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
يَا كَرِمَ الْأَخْلَاقْ يَارَسُوْلَ اللهْ Yaa kariimal akhlaaq, Ya Rasuulallah Wahai yang paling mulia akhlaknya, Ya Rasulullah
صَلىَ اللهُ عَلَيْكْ وَ عَلىَ آلِكَ وَ اَصْحَابِكَ أجْمَعِيْنَ Shallallaahu ‘alaika, wa ‘alaa âlika wa ashhaabika ajma’in Shalawat ke hadiratmu, kepada keluargamu, dan kepada para sahabatmu sekalian.

Referensi sunting

  1. ^ a b "Menelusuri Jejak Shalawat Tarhim". Republika Online. 2018-04-14. Diakses tanggal 2022-11-28. 
  2. ^ a b "Lantunan Syahdu Shalawat Tarhim, dari Kairo Hingga Solo". Republika Online. 2018-04-14. Diakses tanggal 2022-11-28. 
  3. ^ Abdul-Fattah, M. (2009). "Fasal tentang Tarhim". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-11-28. 
  4. ^ Abdullah, Miftachul W. (2022-04-18). "Adakah Sunnah Membunyikan Shalawat Tarhim di Waktu Imsak?". IBTimes.ID. Diakses tanggal 2022-11-28.