Sel Langerhans, LC adalah sel dendritik dengan granula Birbeck yang terdapat pada jaringan epitelium seperti nodus limfa. Pada radang histiosis, sel Langerhans dapat dijumpai pada organ/tempat lain.

Sel Langerhans diberi nama sesuai dengan penemunya, yaitu Paul Langerhans, seorang ilmuwan Jerman yang dengan tidak sengaja menemukan sel tersebut pada saat kuliah kedokteran di usia 21 tahun. Pada saat itu sel Langerhans, dengan keliru, dianggap sebagai bagian dari sistem saraf.

Dari penelitian yang telah dilakukan, seperti hilangnya kapasitas sel dendritik untuk menangkap dan kemudian menampilkan ekspresi antigen, setelah induksi siklosporina A, demikian pula terapi prednisolone dan azathioprine akan menginduksi penurunan jumlah, kapasitas penampil antigen dan perubahan morfologi dari sel Langerhans.[1] Terapi dengan retinoid dapat memperpanjang waktu ekspresi HLA-DR dan CD1 pada sel epitelial, sehingga distribusi abnormal sel Langerhans pada lapisan epidermal, seperti pada psoriasis, menjadi normal kembali.

Ekspresi pencerap langerin yang terdapat pada LC, diteliti, merupakan mekanisme yang dapat mencegah penularan HIV-1.[2]

Rujukan

sunting
  1. ^ (Inggris) "The effect of retinoids on dendritic cell function" (PDF). Antigen Presentation Research Group, Division of Immunological Medicine, Clinical Research Centre; P. A. BEDFORD & S. C. KNIGHT. Diakses tanggal 2010-12-11. 
  2. ^ (Inggris) "Langerin is a natural barrier to HIV-1 transmission by Langerhans cells". Department of Molecular Cell Biology and Immunology, VU University Medical Center; de Witte L, Nabatov A, Pion M, Fluitsma D, de Jong MA, de Gruijl T, Piguet V, van Kooyk Y, Geijtenbeek TB. Diakses tanggal 2010-12-11.