Bukti arkeologis paling awal dari wine yang dihasilkan dari anggur telah ditemukan di berbagai situs seperti di Tiongkok (c. 7000 SM), Georgia (c. 6000 SM), Lebanon (c. 5000 SM), Iran (c. 5000 SM), Yunani (c. 4500 SM), dan Sisilia (c. 4000 SM). Bukti tertua yang masih ada tentang produksi wine berhasil ditemukan di Armenia (c. 4100 SM).

Mosaik Helenistik ditemukan dekat kota Paphos yang menggambarkan Dionisos, dewa anggur.
Seorang penuang anggur dalam acara Simposium Yunani.

Perubahan kesadaran yang diakibatkan setelah minum wine, pada awalnya dianggap sesuatu yang bersifat religius. Orang-orang pada masa Yunani kuno menyembah Dionisus atau Bacchus dan di zaman Roma kuno juga melakukan pemujaannya.[1][2] Konsumsi wine sebagai ritual sudah dipraktikkan Yahudi sejak zaman Alkitab dan, sebagai bagian dari ekaristi untuk memperingati Perjamuan Terakhir Perjamuan Terakhir Yesus, bahkan sekarang telah menjadi bagian dari ritual penting di gereja-gereja Kristen. Meskipun Islam secara nominal melarang produksi atau konsumsi wine, di zaman kejayaan Islam, ahli alkimia muslim seperti Jābir ibn Hayyān memelopori distilasi anggur untuk tujuan pengobatan dan keperluan industri seperti produksi parfum.[3]

Pembuatan wine dan dilanjutkan dengan konsumsi yang semakin meningkat, berkembang dari abad ke-15 dan seterusnya sebagai bagian dari ekspansi Eropa ke seluruh dunia. Meskipun sempat dilanda infestasi kutu phylloxera yang menghancurkan tahun 1887, dengan mengadaptasi ilmu pengetahuan dan teknologi modern, industri produksi dan konsumsi wine sekarang ini masih terus berlangsung di seluruh dunia.

Referensi sunting

Bacaan lebih lanjut sunting